11 Kunjungan

555 43 14
                                    

Kanaya dan Brian berhenti di sebuah gedung bertingkat. Cukup tinggi, mungkin ada 10 lantai ke atasnya. Setelah memarkir motor di parkiran tamu yang tak jauh dari pos satpam, Kanaya dan Brian lalu berjalan beriringan hingga masuk ke gedung utama. Di sana ada tiga resepsionis di belakang desk berbahan kayu solid sepanjang sekitar 4 meter. Kanaya langsung menghampiri salah seorang resepsionis yang Ia baca dari name tag nya bernama Rosa. 

"Ada yang bisa dibantu, dik?" Tanya Rosa ramah.

"Saya mau ketemu Pak Saka, mbak."

"Ini Pak Saka PT Energi Bersama ya?" Tanya Rosa lagi memastikan. Bodohnya Kanaya malah lupa nama perusahaan Saka, tapi sepertinya benar yang dikatakan oleh Rosa. Karena ada unsur energinya.

"I-iya." Jawab Kanaya ragu.

"Oke, sudah ada janji sebelumnya?"

"Belum ada sih, Mbak. Tapi saya ini diutus sekolah untuk mengantarkan ini." Kanaya mengangkat kotak yang sejak tadi dijinjingnya. Diletakkannya di atas meja resepsionis lalu membuka kotak itu untuk menunjukkan isinya ke si resepsionis.

"Oke kalau cuma ini bisa kamu taruh disini aja, ya. Biar nanti diambil staffnya langsung."

Perintah resepsionis itu membuat Kanaya sedikit kecewa. Meskipun Ia kesini salah satu tujuannya adalah mendapat uang saku dari Pak Farhan, tak bisa dipungkiri kalau Kanaya juga ingin bertemu dengan Saka.

Tiba-tiba resepsionis bernama Citra pada name tag nya berbisik ke Rosa sambil tersenyum centil. Rosa yang mendengarkan entah apa ide rekannya itu hanya mengangguk-anggukkan kepala lalu ikut tersenyum. Wanita itu lalu menggapai telpon di mejanya lalu mengetikkan sebuah nomor disana. Tidak lama nada sambung berbunyi, orang di seberang sudah mengangkat telpon itu.

"Halo, Pak Saka!" sapa Rosa dengan nada manis cenderung centilnya.

"Iya siang, Pak, ini ada yang mau antar alat, katanya dari sekolah. Bapak bisa turun?"

Rosa mendengarkan jawaban Saka dengan seksama. Citra juga mendekatkan kupingnya ke gagang telpon yang Rosa pegang. Senyum centilnya tak hilang dari bibir berbalut gincu merahnya.

"Oh. Baik, Pak." nada bicara Rosa berubah seperti kecewa.

"Siang, Pak. Terima kasih." tutup Rosa lalu meletakkan kembali telfonnya.

"Gimana?" Tanya Citra. Entah kenapa malah wanita itu yang antusias, padahal yang ada kepentingan dengan Saka adalah Kanaya.

Rosa mengedikkan bahu lalu memandang Kanaya sambil mengumbar senyum SOP-nya lagi. "Pak Saka di atas lagi ada meeting. Kamu bisa naik aja ke lantai 5. Dari lift nanti belok kanan, lurus aja, ruangannya di ujung koridor, ada tulisan Meeting Room - Engineering di pintunya." Jelas Rosa panjang lebar. Kanaya mengingat-ingat  setiap arahan yang diberikan. "Sendirian aja ya tapi, soalnya lagi ada meeting takutnya ganggu kalau berdua."

Setelah sedikit berunding, Brian memutuskan duduk di sofa yang tak jauh dari meja resepsionis, sedang Kanaya masuk lift sendiri. Lantai 5, belok kanan, lurus, dan tulisan Meeting Room - Engineering. Semuanya bisa Kanaya ingat. Ia sekarang berada di depan pintu yang tadi Rosa maksud. Tapi bingung cara masuknya.  Karena keseluruhan pintu terbuat dari kaca. Diketuk bagaimana pun juga tidak akan bersuara.

Setelah mengumpulkan keberanian, Kanaya mengetuk pintu itu tiga kali lalu membukanya perlahan. Saat memasukkan kepalanya sedikit ke ruangan itu, terlihatlah ruangan yang tidak begitu besar tapi sepertinya cukup nyaman. Saka ada di sana. Bersama 5 orang lainnya duduk di kursi yang mengelilingi sebuah meja besar. Ia lalu menyadari kehadiran Kanaya. Membuatnya sedikit kaget dan tak mengalihkan pandangannya dari arah pintu. Semua orang di ruangan itu lalu ikut menoleh ke arah pintu.

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang