15 Pertemuan Pertama

583 44 27
                                    

9 Tahun Sebelumnya

POV: SAKA


Sudah hampir setahun Pelangi resmi jadi pacarku. Tapi aku belum pernah sama sekali datang ke rumahnya. Wajar kan ya? Karena kalau boleh jujur, aku masih takut untuk muncul di depan keluarganya secara langsung. Awan saja yang kukenal di sekolah kelakuannya begitu. Salah dikit main pukul. Masih jelas di ingatan, Awan dan komplotannya tiba-tiba menghadangku yang sedang naik motor sepulang sekolah. Tiba-tiba mereka memaksaku turun lalu mengelilingiku dengan tatapan sok jagoan mereka.

"Gue cuma mau nunjukin apa yang bisa terjadi kalau sampai nanti Pelangi lo bikin nangis!"

Ya. Cuma itu yang mau dia bilang waktu itu. Setelah itu mereka kompak kembali ke motor masing-masing lalu memutar balik ke arah sekolah. Bayangkan itu terjadi di hari ke-3 hubunganku dengan Pelangi! 

Untungnya setelah berjalannya waktu aku terbiasa dengan sikap Awan. Karena setelah kuamati, sumbu amarah cowok itu tergantung Pelangi. Kalau tidak terjadi apapun pada adiknya, dia hanyalah berandalan sekolah biasa yang haus perhatian.

Tadi itu baru Awan. Belum keluarga Pelangi lainnya. Aku pernah melihat foto Om Arif, ayah Pelangi, garang sekali tampangnya. Kalau boleh berburuk sangka sebelum bertemu, sepertinya sifat Awan menurun dari beliau. Dari foto saja, tatapan matanya tajam begitu, ditambah kumis dan brewoknya. Tambah ciut lagi lah nyaliku.

Tapi ya mau bagaimana lagi? Karena cepat atau lambat aku memang harus bertemu mereka. Kebetulan Pelangi minggu lalu tiba-tiba mengide untuk makan bersama. Ide buruk awalnya kupikir. Tujuh hari tujuh malam aku overthinking. Coba konsultasi dengan kakakku, tapi malah berakhir diomeli. Akhirnya aku mencari sendiri sisi positif yang tidak bisa kudapat kalau kesempatan itu kutolak. 

Tetap saja sisi negatifnya lebih banyak!

"Masuk aja!" Pelangi membukakan gerbang sambil tersenyum lega, mungkin karena akhirnya aku bersedia datang.

"Parkirin disana aja." Pelangi menunjuk salah satu pojok di halaman rumahnya, ada motor yang tidak asing di mataku, milik Awan. 

Aku mengedarkan pandangan. Cukup asri juga rumahnya. Banyak tanaman di setiap sisinya. Malah di ujung yang berbatas pagar dengan rumah tetangga, ada pohon mangga yang cukup tinggi. Sejuk melihatnya. Semoga menjadi sinyal kalau di dalam sana orang-orangnya juga berhati sejuk. 

Aamiin!

"Ka!" Aku menoleh, Pelangi sudah berdiri di bingkai pintu. "Ayo masuk."

Aku bergegas mengikutinya. Rumahnya sebenarnya tidak terlalu luas juga. Standar lah menurutku, tapi sepertinya nyaman sekali untuk ditinggali. Penempatan setiap perabotannya seperti sudah diperhitungkan sekali.

Di ruang tengah aku melihat dua orang yang sudah duduk bersebelahan di salah satu sofa. Tatapan mereka mengikutiku sejak masuk ke ruangan itu.

"Duduk dulu, Mas." Tante Salma mempersilahkan.

Aku langsung duduk di salah satu sofa yang ternyata berhadapan langsung dengan Om Arif di seberang meja. Akhirnya aku bisa bertemu langsung dengan wajahnya menurutku sangar sekali di foto. Beliau beliau berbicara apapun, sejak tadi mengawasiku sampai duduk, sesekali menengok ke ruangan lain yang ada di salah satu sisi.

Aku belum melihat Awan. Kemana dia? Padahal motornya ada. 

Seingatku Pelangi pernah bercerita kalau punya adik perempuan yang masih kelas 4 SD. Jangan tanya kenapa jarak mereka jauh sekali. Aku saja masih gak kuat tahan tawa kalau mendengar cerita Pelangi waktu itu. 

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang