69 Nakal

456 34 15
                                    

POV: SAKA

Sejak pagi Kanaya menemaniku di kantor. Bukan hal baru sebenarnya. Akhir-akhir ini dia jadi semakin sulit ditinggal. Padahal dulunya dia sendiri yang bilang risih kalau aku menguntitnya kemana-mana.

Aku senang kok kalau Kanaya seharian di ruanganku. Suami mana coba yang tidak bahagia kalau merasa diperhatikan berjam-jam oleh istrinya.

Yang menjadi masalah disini adalah tingkah Kanaya semakin lama semakin ekstrim. Awalnya dari sekitar dua minggu lalu saat Kanaya minta dibuatkan mi instan di kantor. Permintaannya selalu berubah setiap datang kesini. Baru dua hari yang lalu Kanaya minta nasi goreng gerobak, tapi aku yang harus masak menggantikan si bapak penjualnya. Mana waktu ada pelanggan Kanaya memintaku sekalian melayani juga. Tapi ya lagi-lagi, buat istri tercinta mah apa yang nggak. Disuruh berangkat ke kantor pakai enggrang juga ayo saya mah.

Pagi ini untungnya aku belum menerima permintaan aneh-aneh lagi. Dia sejak tadi duduk anteng di sofa, sesekali rebahan sambil memainkan ponselnya. Kalau Kanaya sedang anteng begitu, pekerjaanku rasanya lancar sekali. Bisa nih pulang sore.

"Aku jam tiga mau ke kampus ya, Mas. Ada kelas pengganti yang kemaren dosennya gak dateng gara-gara akses rumahnya kerobohan baliho kampanye."

"Mas anterin ya," tawarku. 

"Gak usah. Aku nebeng Farah, dia katanya lewat dekat sini."

"Pulangnya?"

"Lihat nanti, deh. Kalau aku butuh dijemput nanti aku chat."

"Siap, Nyonya."

Setelah itu Kanaya fokus lagi dengan ponselnya, sepertinya dia sadar juga kalau aku sedang punya banyak pekerjaan yang perlu diurus. 

Oh ya, masalah permintaan Kanaya yang semakin hari semakin bikin elus dada, aku ingin sekali menyimpulkan pada satu hal. Ditambah lagi dengan kami yang lancar berhubungan dalam dua bulanan ini karena Kanaya sepertinya tidak pernah mengeluh datang bulan. Ah tapi aku belum terlalu berani menyimpulkan kesana. Lagi pula kami sama-sama belum pernah serius membicarakan masalah itu. Cuma ya, kalau Tuhan mau menakdirkannya dalam waktu dekat, aku juga akan sangat senang.

Sekitar jam setengah tiga sore, aku belum melihat Kanaya bersiap-siap. Dia malah masih keenakan bersantai. 

"Gak jadi ke kampus, Nay?"

"Jadi."

"Kok belum berangkat?"

"Oh gitu? Keberatan ya aku disini seharian? Ngomong dong, Mas. Ya udah aku berangkat sekarang." 

Nah ini juga yang membuatku mau menyimpulkan kalau Kanaya sedang berbadan dua. Emosinya gampang banget kesulut. Aku ngomong kayak tadi aja dia langsung emosi. 

Kanaya cepat-cepat memasang sepatunya lalu beranjak untuk mengambil tas yang sejak tadi tergeletak di mejaku. Kutahan tangannya sesaat sebelum melangkah ke arah pintu. Ya kali aku mau membiarkan Kanaya berangkat dengan muka kesalnya seperti sekarang. Mau dibilang apa sama orang-orang di depan.

"Nay, sayang..." 

Tak kusangka, Kanaya malah langsung berbalik dan mengalungkan kedua tangannya di sekitar leherku. Belum aku bereaksi, Kanaya sudah berjinjit dan tanpa babibu malah mengecup bibirku. Agak lama kami dalam posisi seperti ini, Kanaya kali ini mendominasi. Tangannya aktif sekali sampai aku baru sadar kancing kemejaku sudah terlepas. 

"Udah!" katanya tiba-tiba.

Kanaya menarik badannya. Merapikan bajunya yang tidak seberantakan pakaianku akibat ulah nakalnya.

"Tanggung, sayang. Junior udah bangun."

"Bagus! Tidurin sendiri sana," katanya, lalu pergi begitu saja meninggalkanku yang sudah terlanjur dia bangkitkan

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang