23 Pertama Kali

479 20 6
                                    

POV: KANAYA


"Ayo!" Ajak Mas Saka yang sekarang malah berlari mendahuluiku ke arah bibir pantai.

Aku berusaha mengejarnya yang beberapa langkah lagi sudah menyentuh bagian pasir pantai yang basah.

Kami cukup lama ada di bagian yang tinggi airnya sedikit di atas mata kaki. Saling menyiprati air, kejar-kejaran, menyiprati air, kejar-kejaran lagi. Hanya itu yang kami lakukan sejak tadi. Mau apa lagi? Aku juga sudah tidak bisa menikmati permainan di pantai ini. Sejak tadi perhatianku malah tertuju pada Mas Saka. Entah kenapa dia tampak menarik sekali untuk dipandang hari ini. Semua ini malah semakin menambah rasa iriku pada Mbak Angi. Sembilan tahun dia menjalin hubungan dengan laki-laki seperti ini. Aku juga tambah penasaran alasan mereka sempat putus dua tahun lalu. Aku jadi tidak sabar menunggu ulang tahun ke-18 untuk tahu alasannya. Dua bulan lagi, masih lama sekali ya kalau dipikir.

"Nay!" Panggilan Mas Saka membuyarkan lamunanku. "Jangan lihatin aku terus! Kalau nakalku kumat, kamu tanggung jawab ya!"

Matahari sudah bergeser agak jauh saat kami kembali duduk di bawah pohon kelapa tadi. Bayangan pohon ini juga sudah bergeser jauh sehingga kami perlu memindahkan barang-barang mengikuti bayangan pohon. Sudah lewat jam 1 siang. Kupikir akan bisa sampai sore, ternyata melelahkan juga. Aku lihat kebanyakan pengunjung lain juga mulai meninggalkan bibir pantai. Mereka mulai berjalan ke arah warung-warung berdinding kayu yang ada sekitar 100 meter dari pantai.

Aku lalu menoleh ke arah Mas Saka saat tangannya memainkan rambutku yang sudah mulai kering. Entah apa yang akan dia lakukan. Sejak tadi hanya mengumpulkan seluruh rambutku ke dalam genggaman tangannya lalu melepasnya. Dia kemudian meraih sesuatu dari tote bag yang setahuku hanya berisi makanan karena barang kami lainnya ditinggal di mobil.

Dia kembali bermain dengan rambutku setelah menemukan barang yang dicarinya. Sebuah ikat rambut dengan aksesoris matahari yang lumayan besar, mungkin 5 centimeter diameternya. Dikumpulkannya rambutku dalam genggamannya lalu memasangkan ikat rambut tadi kesana. Aku tersipu mendapat perlakuan seperti ini.

"Matahari untuk Kanaya Mentari." Katanya setelah memastikan ikat rambut itu terpasang sempurna.

Aku hanya bisa tersenyum sambil tak melepas tatapanku darinya. Aku tidak tahu lagi harus mengekspresikan perasaanku dengan cara apa.

Mas Saka balas tersenyum. Lalu secepat kilat dan tanpa aba-aba dengan beraninya dia mengecupku di bibir. Sedetik mataku membulat, kaget dengan bibir kami yang tiba-tiba sudah bersentuhan. Sedetik kemudian aku memejamkan mata. Mas Saka melepas bibirku tepat setelah itu.

Dia memundurkan wajahnya dan menahan jarak wajahnya tidak sampai sejengkal dari wajahku. "Sudah aku peringatkan: nakalku bisa kumat kalau terus-terusan ditatap seperti tadi." Bisiknya dari posisi itu, lalu menarik wajahnya menjauh dan memandangi pantai.

Aku diam. Semenit-tiga menit-lima menit tidak bergerak sedikit pun. Mungkin hanya ada gerakan dadaku yang naik turun akibat nafasku yang semakin tak beraturan.

Tadi itu ciuman pertamaku? Siapa sangka malah kudapatkan dari seseorang yang pernah nyaris menikah dengan kakakku sendiri. Entah apa jadinya jika Mbak Angi masih ada. Pasti akan sangat berbeda ceritanya.

Sekarang aku malah dilanda rasa bersalah. Karena bagaimanapun, Mas Saka ini tetaplah tunangan kakakku. Mereka hanya berpisah karena kematian. Kalau Mbak Angi masih ada, mereka sudah jadi suami-istri sekarang. Dan aku malah melakukan semua ini.

Sepertinya sudah bisa kusimpulkan tentang mimpi yang kualami selama ini. Mbak Angi sepertinya memperingatkanku agar semua ini tidak terjadi. Semua gambaran-gambaran yang kudapatkan melalui mimpi, semua itu adalah bentuk kepemilikan Mbak Angi atas pria ini. Dia pasti menunjukkannya agar aku sadar kalau hanya dia lah yang mampu membahagiakan Mas Saka.

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang