42 Hari Menyenangkan, Tapi

319 20 5
                                    

2 Tahun Sebelumnya

POV: SAKA


Sudah tiga hari Pelangi sama sekali tidak membalas chatku. Bolak-balik telfonku juga ditolak. Aku juga sudah coba minta tolong Awan biar kembarannya itu mau mengangkat telfonku. Tapi tahu sendiri lah Awan orangnya modelan gimana kalau sudah menyinggung adik-adiknya. Bukannya membantu dia malah memakiku tadi di telfon. 

"Mas, ini drawing-nya belum selesai dibuat? Client udah nungguin." Danu, salah satu Sales Engineer sudah berdiri di depan mejaku sambil menyodorkan proposal dengan cover berwarna biru. Dia memegang salah satu proyek yang client-nya lumayan rewel. Hampir satu bulan ini sudah tiga kali dia minta ganti desain penempatan panel surya di rumahnya. Masalahnya permintaannya suka gak masuk akal. Kami sudah beri masukan tapi tetap saja dia maunya sesuai permintaannya. Diberi peringatan kalau efisiensinya bisa rendah kalau ikut desain dari dia, tapi tidak dipedulikan. Jadi ya sudah.

"Tanya Arya ya, dia yang pegang file CAD-nya."

"Loh, Mas, saya gak kenal Arya yang mana. Tolong diurus ya, hari ini sudah harus submit."

Gak lihat apa ya muka penuh tekanan yang sedang kutunjukkan. Seenaknya saja kalau bikin deadline.

"Ar!" Panggilku ke salah satu staff yang belum satu bulan bekerja. Dia langsung menghampiriku dengan polosnya, layakanya anak baru gimana lah.

"Layout panel yang kemaren sudah, kan? Tolong pdf-kan, ya! Nanti kirim ke Mas Danu." Titahku. Aku memang mendapat tugas dari atasan untuk mengajari staff baru seperti Arya ini.

Arya malah menunjukkan raut muka mengkhawatirkan. Dia seperti tak enak untuk bilang, tapi aku bisa menebak kalau ada yang salah.

"Layout yang sudah direvisi kehapus, Mas. Maaf." Katanya lirih. Aku mengusap wajahku keras. Masalah apa lagi ini? "Tadi waktu saya nyimpen drawing buat proyek lainnya, kayaknya gak sengaja namanya samaan, akhirnya file yang itu ketindih."

Mau marah tapi dia belum sebulan kerja. Aku juga belum begitu mengenalnya. Masalah seperti ini akan dia sering temui kedepannya. Kalau langsung aku lepas emosi hari ini, takutnya Arya malah nyerah terus resign

"File yang revisi sebelumnya masih ada?" Tanyaku akhirnya, kesabaranku benar-benar harus dimaksimalkan untuk mengatakannya.

"Ada, Mas."

"Berapa lama kira-kira kalau direvisi ke yang baru?"

"Besok mungkin, Mas."

Aku mengusap muka lagi. Client mintanya hari ini, tapi Arya sanggup besok. Mana bisa begitu? Tapi kalau mengingat Arya baru belajar, lagi-lagi aku harus tahan emosi.

"Kirim ke saya ya, biar saya yang revisi."

"Bener, Mas?"

"Iya, buruan."

"Siap, Mas."

Akhirnya menumpuk lagi sumber emosiku hari itu. Untungnya dua jam sebelum waktu pulang, pekerjaan itu selesai juga. Jadi sepulang dari sini nanti aku bisa mampir ke rumah Angi dulu untuk menyelesaikan masalahku yang lain.

Hari yang menyenangkan. 

Sepanjang jalan macet total akibat long weekend. Perjalanan dari kantor ke rumah Angi yang biasanya memakan waktu setengah jam akhirnya harus rela kutempuh selama satu setengah jam. 

Sampai di depan, aku langsung membunyikan bel begitu keluar dari mobil. Agak lama sampai akhirnya gerbang di buka sedikit. Kanaya muncul di celah gerbang yang terbuka. Dia masih mengenakan seragam sekolahnya. Mungkin baru pulang. Setelah membuka gerbang, bocah itu melenggang masuk tanpa menyapaku sedikitpun. Gerbang yang masih terbuka itu akhirnya kututup sendiri. Aku lalu berlari menyusul Kanaya yang sudah mau sampai di pintu.

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang