10 Barang Saka

597 46 12
                                    

Empat orang berseragam putih abu-abu itu tengah menikmati sekotak martabak telur yang dibawa Diah ke kantin tadi. Disana juga ada Brian, Rey, dan Kanaya. Agar tidak dimarahi orang kantin karena membawa makanan dari luar, mereka masing-masing memesan segelas es teh. Di antara mereka hanya Reynaldi yang sejak tadi tidak menyentuh martabak itu sedikit pun, padahal terlihat sekali sang mantan ketua OSIS itu ingin mencicipinya. Ia begitu patuh dengan tulisan "DILARANG MEMBAWA MAKANAN DARI LUAR!" yang terpajang di salah satu sisi kantin.

"Oh iya, tadi kamu dicariin Pak Farhan, Nay." Kata Reynaldi. Membuat Kanaya dan Diah nyaris tersedak potongan martabak yang sedang mereka kunyah. Bagaimana tidak kaget, urusan dengan Pak Farhan, sang guru BK, pasti bukan sesuatu yang sepele. Seperti Brian yang terakhir kali berurusan dengan BK setelah mematahkan kursi kelas. Tapi Kanaya memang pernah membuat masalah sebodoh itu?

"Eh kenapa ya kira-kira? Aku gak ngerasa ada masalah."

Rey mengedikkan bahu. Ia memang hanya dipesani Pak Farhan kalau ada urusan dengan Kanaya tanpa diberitahu apa masalahnya.

"Tapi katanya gak perlu buru-buru. Yang penting sebelum pulang nanti ketemu beliau dulu." Jelas Rey lagi. Kanaya dapat bernafas lega sekarang, sepertinya bukan masalah serius.

"Ntar aku ke ruangan beliau deh." Kata Kanaya, sekarang nada bicaranya sudah lebih tenang. Tapi meskipun begitu, pikiran Kanaya masih bertanya-tanya. Kenapa Pak Farhan ingin bertemu dengannya?

"Eh gimana perkembangan guru barumu, Ian?"

Brian yang sejak awal sudah memasang muka cemberut tak menjawab pertanyaan Reynaldi. Melihat ekspresi Brian yang seperti itu membuat Reynaldi dan Diah kompak tertawa. Meskipun berbeda kelas, Reynaldi sebenarnya sudah tahu apa yang terjadi di kelas XII IPA 2 tadi. Kabarnya, Brian seperti menjadi target dari si guru muda akibat ketahuan berbisik ke Kanaya di tengah pelajaran berlangsung. Habislah Ia diminta maju ke depan untuk mengerjakan sebuah soal yang tentu tidak bisa dikerjakannya. Alhasil cowok itu mengerjakannya asal. Yang penting Ia sudah berusaha, pikirnya itu akan diapresiasi dari pada bengong di depan. Tapi kemudian Brian malah diminta untuk menjelaskan hasil pekerjaannya itu. Menjelaskan baris per baris, rumus per rumus.

~

Kanaya mengetuk pintu kayu dengan papan bertuliskan "BIMBINGAN KONSELING" di atasnya. Ia lalu perlahan membuka pintu itu, berusaha tak menimbulkan suara sedikitpun. "Assalamualaikum, Pak Farhan." 

"Waalaikumsalam. Masuk saja!" Sosok yang dikenal sebagai guru paling depan masalah kedisiplinan itu duduk di sofa panjang. Televisi yang berjarak sekitar 2 meter di depan sofa itu tengah menampilkan tayangan kasus korupsi yang dilakukan seorang menteri.

Setelah Kanaya mendekat, barulah Pak Farhan beranjak dari duduknya lalu menuju barisan meja yang berada di ujung ruangan. "Duduk disana dulu. Saya mau cari sesuatu dulu." Perintah Pak Farhan. Beliau tampak membuka laci di salah satu meja lalu tampak mengeluarkan beberapa berkas dan meletakkannya di atas meja.

Ruangan ini sebelumnya adalah ruangan untuk latihan ekstrakurikuler band sekolah, tapi karena ekskul tersebut mendapat ruangan baru di gedung belakang, ruangan ini dialih fungsikan untuk mengganti Ruang BK yang sebelumnya lebih sempit. Karena memang bekas ruangan untuk latihan alat musik, tempat ini dibuat sebisa mungkin kedap suara. Oleh karena itu kebisingan di luar ruangan tidak bisa terdengar ke dalam. Suasana menjadi lebih sepi lagi karena di ruangan ini sekarang hanya ada Pak Farhan dan Kanaya. Sebenarnya sekolah ini memiliki 4 Guru Bimbingan Konseling, tapi sepertinya hanya Pak Farhan yang menjadi penghuni tetap ruangan ini. Guru BK lain sepertinya lebih nyaman di ruang guru yang lebih ramai. Suasana ruangan yang benar-benar sepi itu membuat Kanaya merasa sedikit tak nyaman. Kanaya ingin menawarkan bantuan untuk mencari barang yang dimaksud pria berkumis itu, tapi untuk mulai bicara saja Ia sangat sungkan.

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang