38 Hadiah, Kenangan

306 19 1
                                    

Sebelum membaca:
Hujan Meteor Eta Aquarid adalah hujan meteor yang rutin terjadi setiap tahun dan puncaknya ada di bulan Mei. Lokasi pengamatannya adalah di sekitar rasi bintang Aquarius.



Happy Reading!



"Pak Met, ini dari Ibu." Awan meletakkan 4 paper lunch box berwarna putih di meja kayu yang ada di Pos Satpam. Pak Slamet yang tadinya sedang menonton TV akhirnya tampak begitu senang. "Sekalian titip buat yang jaga malam ya, Pak."

"Siap Mas Wan, maturnuwun." 

"Kalau nanti lewat depan rumah mampir aja kalau mau kue. Tadi saya mau bawa sekalian tapi udah gak muat tangannya." Mereka memang baru saja membagikan makanan ke tetangga sekitar. Awan dan Kian kebagian membagikan ke arah kiri rumahnya sampai ke pos satpam. Kanaya dan Diah ke arah kanan.

Pak Slamet memberikan hormat. "Siap, Mas! Laksanakan!" 

Awan terkekeh. Ia lalu menyikut Kian yang sudah fokus sekali dengan ponselnya. Selesai juga tugas mereka membagikan belasan nasi kotak ke rumah-rumah tetangga.

"Titip salam buat Mbak Naya ya, Mas. Selamat ulang tahun sama semoga langgeng hubungannya!" Ucapan Pak Slamet itu membuat Awan dan Kian kompak menghentikan langkah mereka yang baru saja berbalik badan untuk pulang.

"Langgeng gimana, Pak?" Tanya Kian penasaran, ponselnya sudah langsung Ia letakkan di saku. Ia sudah tidak peduli dengan game yang masih belum diselesaikan tadi.

"Ya tadi kan ada calon suaminya Mbak Naya juga, kan. Tadi mampir kesini dulu minta izin buat atraksi reog depan rumahnya Pak Arif." 

Awan dan Kian saling pandang. Mereka bahkan tidak langsung paham dengan omongan Pak Slamet. Reog tadi juga hanya sekedar pertunjukan biasa menurut mereka berdua. Tidak ada yang aneh. Malah dipikir kebetulan sekali tampil di depan rumah saat Kanaya ulang tahun. Lumayan tadi acaranya jadi lebih meriah tanpa keluar budget lagi.

"Kanaya aja belum lulus SMA, Pak." 

Pak Slamet manggut-manggut. "Pacarnya berarti mungkin, ya? Cakep orangnya, kok. Sekilas mirip calonnya almarhumah Mbak Angi dulu."

Awan sudah mulai bisa menebak siapa yang Pak Slamet maksud. 

"Tadi sempet naruh KTP disini buat jaminan selama mereka tampil. Aji namanya, Mas. Dia ngomongnya calon suaminya Mbak Naya. Jadi bukan, ya? Tapi aman kan, Mas? Takutnya saya yang kena masalah." 

"Aman, Pak." Sahut Awan singkat.

Kian mengernyitkan keningnya. Nama yang tadi disebut Pak Slamet masih asing di telinganya. "Aji siapa, Wan? Kenal?"

"Ajisaka." Jawab Awan singkat, pasti. Tangannya mengepal kuat. Ia masih dendam kalau ingat bagaimana Saka membuat Kanaya hancur sekali dua bulan lalu.

"Bangsat!" Umpat Kian lirih. "Gue pikir dia beneran udah gak mau ngusik Kanaya lagi."

"Kami pamit dulu, Pak, mari." 

"Monggo, Mas. Terima kasih ya makanannya."

Sepanjang jalan, baik Awan maupun Kian sama-sama berkecamuk dengan pikiran masing-masing. Kian sudah terlanjur merasa menang. Dua bulan terakhir Saka menghilang, Kian sudah merasa Kanaya pasti cepat atau lambat akan Ia menangkan. Karena itu, Kian mulai bermain santai. Ia bahkan sudah merasa tenang kalau memang harus pindah dari rumah Kanaya. Menurutnya sudah tidak perlu lagi effort lebih untuk menarik perhatian gadis itu, toh Saka sudah tidak pernah kelihatan batang hidungnya. Siapa sangka Saka ternyata masih ada di sekitarnya. Malah sampai mengadakan atraksi seperti tadi.

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang