47 Es Krim dan Bisnis

276 22 6
                                    

POV: KANAYA



Pulang dari sekolah tadi aku nebeng Reynaldi. Kebetulan cuma kami berdua yang masuk hari ini. Diah katanya gak ada minat dengan UNCH (Universitas Nala Cipta Harapan) yang tadi ke sekolah untuk sosialasi program kuliah mereka. Kalau Brian memang belum ada kabar jelasnya. Tapi setidaknya dia sudah membalas chatku dan bilang kalau keadaannya baik-baik saja. Masalahnya dia tidak mengabari dimana dia sekarang. Bohong kalau aku bilang tidak merindukan tingkah nyelenehnya.

Kak Kian sebenarnya tadi menawariku untuk pulang bareng. Tapi sejak tidak tinggal di rumahku, kami memang beda arah pulang. 

Mas Saka jangan dibahas lah ya! Sudah lewat seminggu setelah kejadian di apartemen, kami benar-benar putus kontak. Sebenarnya dia selalu menghubungiku di dua hari pertama. Tapi sepertinya memang dua hari itu lah batas kesabarannya. Di hari ketiga sampai hari ini dia sudah berhenti menghubungiku. 

Lho kok malah dibahas, Nay?

Sorry!

Jadi akhirnya aku memilih merepotkan Reynaldi. Lagian rumahnya paling dekat dengan rumahku. Masih satu kelurahan lah bisa dibilang meskipun beda perumahan.

"Rey! Kiri, Rey!" teriakku sambil menepuk bahunya. Tak lama motor yang Reynaldi kendarai melambat dan berhenti di tepi jalan.

"Diteriakin gitu aku berasa supir angkot, Nay!" katanya, tak terima dengan caraku meminta berhenti.

"Bagus, dong. Supir angkot berjasa loh mengantarkan umat manusia dengan biaya ekonomis."

"Yaudah ongkos mana ongkos!"

Lah, dia malah beneran cosplay supir angkot!

"Lagian kok berhenti disini? Rumahmu kan masih di depan!"

Aku menyengir lalu menunjuk minimarket yang ada di seberang jalan. "Aku mau beli sesuatu. Kamu duluan aja! Nanti aku jalan kaki lah gampang."

"Yakin?"

"Iyaa. Tapi besok nebeng lagi ya, Rey!"

"Males! Besok aku mau tidur seharian."

"Lah nggak ikut sosialisasinya IDIH? Kan besok itu."

"Institut Darma Insan Harapan? Keren tuh!"

"Makanya nebeng ya, Rey!"

"Emoh, aku besok boncengin Diah."

"Hmm. Baiklah."

~

Sebenarnya aku ke minimarket cuma niat beli es krim. Obat terbaik untuk moodku selama beberapa waktu terakhir. Es krim yang kucari juga sebenarnya selalu sama dari dulu. Yang penting rasa vanila atau coklat dulu. Kalau bisa es krim cone, karena bisa dimakan sekalian dengan cone-nya. Sudah dari kecil aku belum juga bosan dengan es krim itu. Padahal sekarang varian rasanya sudah banyak sekali. Terakhir malah ada es krim rasa mi instan, kan!

Setelah mengambil 3 bungkus sebagai stock sampai besok pagi, aku langsung berjalan ke kasir sambil mencari dompet di tasku. Tiga bungkus gini harusnya gak sampai 30 ribu harganya. Jadi aman lah untukku yang penghasilannya masih dari hasil mengemis ke Ayah dan Mas Awan.

"Oh, jadi ini yang bikin bos gue galau semingguan?" Celetuk seseorang yang antri di belakangku.

Aku menengok dan menemukan Mas Dion yang menatapku datar. "Mas Dion? Ngapain disini?"

"Habis survei deket sini." Jawabnya dingin. Apa dia tau ya aku lagi marahan dengan Mas Saka, akhirnya ikut-ikutan memusuhi begini. "Survei terakhir minggu ini, for your information. Lagi sepi banget job."

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang