45 Nyonya Besar

308 21 7
                                    

POV: SAKA



"Kalian semua ada kerjaan?" Tanyaku begitu masuk ke rumah yang sekaligus basis usaha kecilku. Semua orang langsung menatapku aneh dari tempat duduk masing-masing.

"Ya ada lah, Sak! Mau gulung tikar lo kalo kita gak kerja?" Sudah tau lah ya omongan kurang ajar seperti ini biasanya keluar dari mulut Dion. Dia sedang berdiri di belakang Kezia, ikut mengamati sesuatu di layar laptop gadis 24 tahun itu.

"Ada yang deadline-nya hari ini?"

"Gak ada sih, Mas. Paling cepet ini ada yang minta 3 hari lagi." Balas Arya.

"Ini aku cuma lagi nyeleksi orang-orang yang udah apply buat ngisi lowongan teknisi, Mas. Jadi bisa dibilang fleksibel deadline-nya." Kata Kezia tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya. Pantes Dion nempel, pasti dia lagi ikut-ikutan nyeleksi.

"Ada janji meeting atau survei gak hari ini?"

"Gak ada, Mas. Semua paket juga udah siap dan udah request pick up. Tinggal diambil sama kurir nanti sore." Kata Hendra yang satu divisi dengan Dion.

Setelah memastikan tidak ada pekerjaan yang sangat mendesak hari ini, aku segera melenggang melewati mereka dan langsung menuju ruang makan yang sekarang jadi dapur umum. Belanjaanku dari minimarket tadi kutaruh di atas meja.

"Sekarang stop kerja dulu! Kita rapihin lingkungan kerja dulu, ya!" Kataku setelah kembali dari ruang makan. Semuanya tampak kaget dengan perintahku. "Tolong bantu saya, nyonya besar mau berkunjung." Pintaku, agak memelas.

"Hah?" Pekik semua orang bersamaan.

"Tante Wulan mau kesini, Sak?" Mata Dion membulat saat bertanya. Maklum, dia pernah diceramahi mama sampai kenyang gara-gara kelepasan ngomong kasar waktu acara open house keluargaku lebaran tahun lalu.

"Saya juga udah beli beberapa set meja kursi sama PC, jadi tolong nanti ditata yang cantik ya. Saya udah minta bantuan orang dari supplier mejanya. Kalian tinggal arahin aja bagusnya gimana."

"PC-PC-Personal Computer, Mas?" 

"Ya. Saya beli enam set dulu. Nanti menyusul sisanya."

"Gila. Udah cukup duit kita buat beli PC sama perabotan kayak gitu?"

Aku menyeringai mendengar pertanyaan Dion yang seperti tak percaya. 

"Jangan bilang uang pribadi Mas Saka lagi!"

"Gila duit lo ada berapa sih, Sak?"

Pertanyaan itu tidak perlu kujawab. Lagian untuk membangun bisnis memang butuh modal. Semua pengeluaranku ini ya anggap saja modal yang memang harus kukorbankan. Sebagai tanda juga kalau aku serius.

Suasana rumah sekaligus kantorku itu mendadak ramai sore ini. Bukan hanya teman kerjaku, ada lima orang yang memang aku minta dari pihak supplier meja untuk membantu, ditambah lagi dua orang teknisi dari toko komputer yang sibuk menginstal PC di meja-meja yang sudah lebih dulu ditata. Tidak ada yang menganggur. Cowok-cowok sibuk memindahkan dan menata  meja kursi. Cewek-cewek kuperintahkan untuk membersihkan setiap sudut rumah.

Intinya hari ini rumahku harus benar-benar layak dikatakan sebagai sebuah kantor. Aku gak mau aja kalau Kanaya datang malah dia malah melihat rumahku masih berantakan saat dipakai sebagai basis usaha. Nanti dia malah mikir aku jadi bos yang kurang mensejahterakan anak buah.

Sampai akhirnya semua perabotan yang awalnya dimuat truck sudah berpindah dan terpasang rapi di beberapa sudut rumah. Tepat jam lima sore saat semuanya beres. Orang-orang dari supplier meja dan toko komputer sudah pulang setengah jam yang lalu. Tersisa teman-teman terbaikku yang sekarang semuanya tampak lemas. Semuanya tergeletak di kursi baru yang plastiknya saja belum di lepas.

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang