46 Kian dan Rahasianya

302 21 6
                                    

POV: KANAYA



Kardus kedua yang kubawa tidak begitu berat tapi rasanya ada yang salah saat meletakkan kardus berisi alat-alat tulis ini ke sudut kamar apartemen Kak Kian. Karena ini juga sekaligus menjadi kardus terakhir, berarti aku sudah tidak ada kewajiban apapun lagi. 

Waktunya pulang, Nay!

Kuambil tasku yang sejak tadi tergeletak di sofa. Baru saja aku akan keluar, Kak Kian tiba-tiba datang sambil membawa dua tumpuk kardus yang ukurannya agak lebih besar. Dia masuk dan langsung mendorong pintu dengan kakinya, menciptakan suara yang mengagetkanku.

"Mau kemana, Nay?"

"Pulang, Kak. Udah semua, kan?"

Kak Kian melewatiku lalu mendaratkan kardus yang dibawanya ke dekat rak televisi.

"Bentar lagi aja! Aku anter nanti."

"Oh, gak usah, aku biar dijemput." 

Aku berbohong sebenarnya, aku hanya ingin cepat keluar dari unit apartemennya yang membuatku tidak nyaman.

"Saka?"

Aku mengangguk ragu. Lagi-lagi harus berbohong.

"Sambil nunggu dia, aku ambilin minum dulu ya." 

Dia beranjak dari sofa lalu mengambil kantong berisi camilan dan minuman yang tadi dia beli di minimarket yang ada di dasar gedung apartemen. "Kamu mau apa?"

Sama sekali aku tak tertarik untuk melihat isi kantong itu. 

"Jus jambu mau?"

Aku melirik, dia sudah menyodorkan jus dalam kemasan berwarna putih itu. "Ambil, Nay!"

Mau tak mau aku menerima akhirnya. Aku memang kehausan karena sejak membantunya pindahan tadi aku belum minum sedikit pun.  

Aku memikirkan alasan Kak Kian bersikeras mau pindahan siang ini. Padahal dia tahu tidak ada yang bisa bantu di jam kerja seperti ini. Ayah dan Mas Awan kerja, tinggal aku dan Ibu. Tidak mungkin dong Ibu diminta angkat-angkat, jadi tinggal aku. Meskipun memang barang yang dibebankan kepadaku juga tidak terlalu berat. Tapi tetap saja aneh sekali keputusannya yang seolah mencari kesempatan agar hanya aku yang membantu.

Saat aku sudah duduk sambil sesekali menenggak jus jambu pemberiannya, Kak Kian ternyata tidak ikut duduk. Dia malah bangun lagi dan mengeluarkan barang-barangnya dari kardus yang dia bawa tadi. Meninggalkanku yang masih kesal dengan sifat keras kepalanya hari ini. 

Kardus pertama itu berisi sisa baju-bajunya yang sepertinya tidak muat dimasukkan koper. Dia langsung mengangkat lagi kardus itu ke kamar lalu tidak keluar lagi selama beberapa saat. Kak Kian lalu kembali lagi dengan tampilan yang berbeda. Celana pendek berwarna abu-abu dengan kaos tanpa lengan berwarna hitam yang memamerkan otot lengannya. Tampak dia kesulitan membuka kardus kedua yang seperti lebih berat meskipun ukurannya lebih kecil. Akhirnya dia menyobek paksa tepian kardus itu dan beberapa buku langsung jatuh seperti longsor. Dia langsung menumpuk buku yang berjatuhan itu lalu membawanya ke rak yang ada di salah satu sisi ruangan.

Apa aku terlalu berburuk sangka ya tadi? Karena Kak Kian bahkan sama sekali tidak melirikku selama aktivitas itu dia lakukan. Ah, akhir-akhir ini aku jadi gampang sekali negative thinking pada orang lain. Minggu lalu Kezia, sekarang Kak Kian. 

Kenapa kamu jadi begini sih, Nay?!

Menepis prasangka burukku tadi, akhirnya aku menghampiri buku-buku yang berserakan di lantai itu. Aku mengikuti yang Kak Kian lakukan. Menumpuk beberapa buku lalu membawanya ke rak yang sama dan menatanya.

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang