44 Tes Jalan

336 20 6
                                    

POV: KANAYA

"Selamat pagi semuanya!" Aku masuk rumah dengan senyum mengembang. Totebag yang kubawa tadi langsung kuletakkan di atas meja ruang makan dimana keluargaku sedang berkumpul. "Mas Saka titip salam tadi. Dia pagi ini ada meeting sama calon client katanya jadi tadi gak bisa mampir."

"Seneng banget kayaknya, seru makan-makannya?" Goda Ibu yang baru kembali dari dapur.

"Seneeeng buanget."

Aku bangkit lagi lalu menghampiri Ibu dan memeluknya. "Mama titip salam juga, kuenya enak katanya."

"Mama?"

Mati aku! Kelepasan lagi.

"Tante Wulan maksudnya."

Ibu dan Ayah saling pandang beberapa saat. Aku sudah mati kutu duluan. Belum juga lima menit aku pulang, aku sudah membuat seluruh keluargaku menatapku aneh.

Dari pelukan Ibu aku lalu berjalan ke kulkas untuk mencari susu cap beruang. Rasanya mau minum susu tawar pagi ini, mengimbangi perlakuan-perlakuan Mas Saka yang kelewat manis tadi malam.

Aku baru menyadari tatapan aneh Mas Awan. Alih-alih melihat wajahku, dia sejak tadi sepertinya fokus melihat cara jalanku. Aku sampai menengok ke kedua kaki siapa tau ada bekas lumpur sawah di celana jeansku. Tapi bersih tuh.

"Nyari apa, Mas?"

"Mastiin cara jalan kamu, takutnya ada yang beda."

"Ya normal, lah! Aku kan naik mobil ke Malang. Kalau jalan kaki baru udah pincang kali aku sekarang."

Ada-ada saja Mas Awan. Mana tadi serius sekali mengamatinya.

Tapi Ayah menghampiri anak sulungnya itu lalu menjewer kupingnya. "Mikir aneh-aneh lagi Ayah jodohin kamu, Wan!"

"Aduh-duh-duh. Ampun, Yah! Jangan!"

Aku menatap mereka berdua tak mengerti. "Mikir aneh apa sih? Beneran aku nggak capek." Kataku lalu melompat-lompat di tengah ruangan, menunjukkan kalau aku baik-baik saja. "Kalau mau khawatir, Mas Saka tuh, dia cuma tidur tiga jam kayaknya semalem."

"Kak Kian mana?" Aku baru sadar sosok itu sudah absen dari meja makan sepagi ini.

"Udah berangkat. Katanya hari ini di sekolah ada apel pagi yang dipimpin perwakilan POLRES."

"Oh, oke."

Aku baru saja mau melenggang ke arah kamarku sampai akhirnya Mas Awan melemparku dengan tissue yang dia remas sampai menggumpal.

"Apa sih?"

"Kamu beneran gak papa, kan?"

Kuhampiri abangku yang overprotective itu lalu mengecup pipinya. Dia terlalu mengkhawatirkan segala hal. Aku ingin balik menggodanya tapi hatiku terlalu berbunga-bunga untuk berbuat usil seperti itu.

"Gak kesemutan tuh bibir dari tadi senyum terus?"

"Nggak. Mas Awan tuh manyun terus gak kesemutan?"

"Nay kamu gak diajak ke dukun kan?"

"Waan. Jangan mulai!" Tegur Ayah sebelum menyesap teh tawarnya.

Aku menjulurkan lidahku ke arah Mas Awan saat dia ditegur Ayah begitu.

~

"Aku berangkat, ya. Udah ditungguin supirnya di depan." Pamitku pada semua orang yang masih belum menyelesaikan makannya. 

"Gak berangkat sama aku aja, Nay?" Tawar Kak Kian saat aku baru berdiri.

"Sorry, Kak, udah ada janji mau berangkat pagi banget soalnya."

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang