57 Putus

330 24 10
                                    

POV: KANAYA


"Nay?"

Aku perlahan membuka mata saat sebuah suara lembut terdengar di telingaku. Mataku masih buram saat wajah itu muncul di atasku yang masih berbaring.

"Mbak?"

Mbak Angi tersenyum. Dia sama sekali tidak melepas senyumnya sampai aku mencoba untuk duduk bersandar ke punggung ranjang. Dia seperti menungguku untuk menunjukkan sesuatu.

"Coba tebak!"

Aku mengernyitkan kening, "apa?"

Baru bangun tidur dia sudah menyuruhku menebak sesuatu yang tidak ada clue nya sama sekali. Dipikir aku cenayang kali ya?

Mbak Angi malah menunjukkan punggung tangannya. Tapi bukan itu maksudnya. Pasti yang sebenarnya ingin dia tunjukkan adalah cincin perak yang terpasang di jari manisnya.

"Mbak Angi dilamar?"

Dia mengangguk.

Dadaku mendadak sesak.

Kenapa harus seperti ini?

"Dia semalam kesini. Awalnya sih kita cuma ngobrol biasa aja di depan, sampai tiba-tiba dia ngeluarin kotak merah yang entah disembunyiin dimana tadinya."

"Selamat ya, Mbak!" ucapku datar. Aku sama sekali tidak berselera untuk mengobrol. Dua minggu terakhir Mas Saka menghilang dan tidak menghubungiku, ternyata dia sudah menentukan pilihannya. Ck, emang dasar aku saja yang terlalu berharap.

"Kamu kenapa sih, Nay?"

"Gak papa."

Aku lalu bangkit dari kasur, berjalan malas ke arah pintu. Meninggalkan Mbak Angi yang masih duduk di pinggir tempat tidur sambil pandangannya mengikuti langkahku. Hingga aku mencapai pintu dan mencoba memutar kenopnya. Terkunci? Hal aneh apa lagi ini?

"Kamu ada yang mau diomongin, Nay." Mbak Angi masih di tempat yang sama. Sekarang sedang menatapku menyelidik.

"Gak ada."

"Ada yang perlu kamu omongin. Itu bukan pertanyaan."

Aku menyerah akhirnya. Melangkah kembali ke arah tempat tidur dan duduk di sebelah Mbak Angi.

"Saka kenapa, Nay?"

Deg.

Kenapa harus itu yang malah Mbak Angi tanyakan?

Aku balik menatap mata Mbak Angi, tapi tidak kuat lama-lama. Tatapannya tajam sekali seperti mau menuntutku akan sesuatu.

"Nay, Saka kenapa?"

"JAWAB, NAY!"

Saat kembali aku tiba-tiba membuka mata, tadi itu bukan dunia nyata. Tentu saja. 

Hanya saja karena saking seringnya, sekarang aku mulai terbiasa dengan semua itu. Apalagi akhir-akhir ini aku mulai terlalu fokus dengan dunia nyata yang membuat emosiku naik turun drastis.

Tapi sebenarnya yang tadi agak beda. Tadi itu pertama kalinya aku bermimpi Mbak Angi meninggikan suaranya padaku. Mungkin karena posisinya ini aku tidur di sore hari ya? Katanya kan gak baik tidur sore-sore.

Aku memutuskan mengakhiri sesi rebahanku. Setelah mencuci muka hanya dengan air lalu menguncir rambut, aku memutuskan untuk bergabung ke ruang tengah. Jam segini harusnya Mas Awan sudah pulang. Apalagi Ayah yang biasanya kalau pulang suka seenaknya. Kadang jam tiga sore, sesekali bahkan Ayah sudah di rumah di saat waktu makan siang. Tapi ya gitu, bukannya istirahat, Ayah malah masih sibuk dengan laptop dan tabletnya saat di rumah.

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang