18 Perang Es Krim

533 22 10
                                    

Raka sejak tadi tak berhenti tertawa. Sepertinya kesenangan melihat adegan-adegan konyol di kartun Doraemon yang sedang tayang di TV. Kanaya yang sejak tadi menyuapi bocah itu dengan es krim malah harus mengusap bibir mungil Raka yang belepotan cairan cokelat.

Mereka duduk beralaskan karpet berbulu yang membentang dari bawah sofa sampai menyentuh kaki rak televisi. Kanaya bersender ke kaki sofa, sementara Raka berada tepat di samping kanannya. Sementara aku merebahkan diri di sofa. Aku tidak berbicara sedikit pun sejak pulang CFD tadi. Pikirku ya sebagai pelajaran buat Kanaya. Masih nyilu lenganku rasanya. Sudah dua kali aku merasakan cubitan mautnya.

Tapi apa memang salahku juga? Setan apa juga yang merasuki tubuhku tadi. Bisa-bisanya minta cium sebagai syarat untuk melepaskan tangannya. Tapi, serius, tadi aku mengucapkan itu hanya main-main. Aku tidak berharap juga mendapatkan ciumannya. Serius! Aku malah sedikit khawatir saat cewek itu menyuruhku tutup mata. Yang benar saja dia mau menciumku? Di tengah kerumunan orang seramai itu? Dan tentu Kanaya tidak semudah itu digoda ternyata.

Setelah aku tutup mata apa yang terjadi? Aku malah merasakan cubitan full power di lengan kiriku. Panas menusuk, seperti kapan hari. Untung saja aku tidak sampai menjatuhkan Raka yang sedang kugendong. 

Sejak itu juga aku diam. Aku hanya memberikan kode agar Kanaya gantian menggendong Raka saat akan masuk mobil. Karena tidak mungkin juga aku menyetir sambil memangku Raka yang sedang aktif-aktifnya.

Begitu sampai di rumah aku hanya menghidupkan televisi di ruang tengah, mengambil 3 cup es krim dari kulkas lalu meletakkannya di sebelah Kanaya. Setelah itu aku benar-benar diam.

TAPI AKU MALAH BOSAN!

Kenapa tidak ada yang minta maaf?

Padahal itu tujuanku mendiami Kanaya. Agar bocah itu sadar kalau aku marah, lalu memohon maaf lagi. Lalu aku akan memberikannya syarat lain agar aku mau memaafkannya. Seperti waktu itu ;).

Mungkin terhitung sudah satu jam aku melakukan ini tapi tidak ada hasil sama sekali. Aku juga sudah melakukan beberapa hal untuk menarik perhatian. Seperti pura-pura membanting ponselku ku sofa sambil sedikit mengumpat. Tapi bocah itu tetap saja menonton TV, memakan es krim, lalu tertawa terbahak-bahak bersama Raka. Dasar! 

Kulirik sudah es krim yang kubawa tadi sudah tersisa 1 cup, 2 lainnya sudah dihabiskan.

Kanaya ternyata melirik titik yang sama, Ia lalu melirik ke arahku, spontan aku membuang muka lalu memunggungi mereka berdua. Aku masih marah pokoknya.

Masih di posisi yang sama, aku lalu meraba-raba area di depan sofa untuk mengambil 1 cup es krim yang tersisa. Ketemu! Kubawa es krim itu kehadapan lalu mulai menyendoknya.

"Masih marah, Mas?" Tanya Kanaya di belakangku, nadanya seakan tanpa beban.

Aku tak menjawab.

"Ya udah kalau masih marah, Raka aku bawa pulang. Bahaya nitipin anak sama orang yang lagi emosi."

AARRGHHHHH!

Jangan jawab Saka! Jangan direspon! Itu hanya gertakan tak ada artinya.

"Aku pulang, ya!"

Aku malah spontan berbalik badan. Disana lah aku menemukan Raka tepat berada di depan wajahku. Sekitar mulut bocah itu sudah berlumuran cokelat lagi. Tanpa aba-aba, bocah itu malah menciumi pipiku bertubi-tubi. Membuat wajahku sepertinya sekarang juga penuh dengan cairan cokelat. Lengket sekali rasanya.

Kanaya malah tertawa puas di belakang Raka. Entah bagaimana caranya mengajak Raka bersekongkol seperti tadi.

Ku oleskan es krimku sendiri ke telapak tanganku lalu menatap Kanaya. Mangsaku!

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang