62 Saka dan Awan

269 24 10
                                    

POV: SAKA


Sudah seminggu lebih sejak aku mengantar Kanaya ke kampusnya dan berakhir berkenalan dengan Raffi. Sejak saat itu, entah perasaanku saja atau bagaimana, tapi Kanaya rasanya semakin jauh. Sekarang aksesku untuk bertemu dia bukan hanya terbatas, tapi seperti tidak ada sama sekali. Chatku bukan hanya tidak dibalas, kadang juga hanya dibaca padahal di saat yang sama dia membuat story sedang bersama teman-temannya. Semenyenangkan itu ya dunia perkuliahan? Sampai calon suaminya jadi ditendang dari skala prioritas.

Meskipun pusing, aku tidak terlalu banyak ambil tindakan. Yang penting setiap hari aku mengucapkan selamat pagi meskipun pesan itu jarang ada yang berbalas. Semua ini atas kemauan Kanaya dan aku harus menurutinya. 

"Sak, gue beliin nasi goreng depan nih!"

Aku menoleh dan Awan mendadak sudah masuk ke rumahku entah sejak kapan. Dia memang punya duplikat kunci rumahku sejak kami masih sama-sama kuliah. Jangan ditanya gimana cara dia bisa punya, tentu saja dia diam-diam membawa kunci waktu aku lengah dulu. Gak heran sih kalau itu dilakukan oleh orang dengan tingkah nyeleneh seperti Awan. Jadi ya itu juga sekaligus menjawab bagaimana dulu Awan bisa dengan tiba-tiba masuk ke rumahku untuk menjemput Kanaya.

"Sekalian ambilin piring, Wan!"

Dan Awan beneran nurut, kayaknya lagi bagus mood calon ipar gue satu ini. Dia berjalan ke arah dapur dan kembali setelah beberapa saat sambil membawa dua piring dan dua sendok. Tangannya yang satu lagi sudah membawa susu low fat kemasan 1 liter yang pasti dia ambil sendiri di kulkas, entah siapa yang mengizinkan. Tapi ya lagi-lagi, gak perlu heran kalau ingat di depanku ini adalah seorang makhluk bernama Awan.

"Kanaya di rumah, Wan?" tanyaku di saat kami sedang membuka bungkus nasi goreng yang sudah beralaskan piring.

Awan malah mengedikkan bahu, "tadi sih belum pulang, gak tau sekarang."

"Ini malam minggu, Wan. Lo biarin Kanaya ke kampus malam minggu?"

"Ya udah, sih. Lagian Kanaya gak ke kampus."

"Lah, kemana?"

"Gak tau tadi sore dijemput Raffi katanya mau kemana gitu," jawab Awan tanpa berdosanya, tapi langsung dia tambahkan kemudian, "gak berduaan, lo tenang aja. Katanya sama empat orang lagi."

Kalau ditanya remuk ya remuk sih ini hati. Tapi ya mau gimana lagi, aku rasanya sedang berdiri di antara dua jurang saat ini. Satu sisi, ada permintaan Kanaya untuk membatasi hubungan kami selama dia kuliah. Sedangkan di sisi lain, berkali-kali aku merasa dibuat tidak tenang karena Kanaya malah seperti terlalu dekat dengan si Raffi ini. Jadi ya satu-satunya pilihan adalah berjalan lurus ke depan. Karena tidak mungkin aku mundur dari keinginanku untuk memenangkan Kanaya.

"Wan!"

"Hmm?" Awan yang tengah sibuk menikmati nasi gorengnya hanya berdehem tanpa menengok. 

Aku malah berpikir lagi. Masak iya aku harus curhatnya ke manusia yang tidak punya pengalaman tentang cinta seperti Awan? Tau apa dia soal asmara?

"Si anjing, gue nungguin lo mau ngomong apa!"

"Lo tau gak kalo penjual nasi gorengnya pendukung MU?" tanyaku, tentu asal-asalan saja untuk mengalihkan niat awalku.

"Gak jelas banget lo, Sak! Orang bapaknya tadi pake jersey Liverpool."

Sialan, si bapak malah gak kooperatif.

"Lo mau ngomong apa tadi?"

"Gimana ya, Wan."

"Lo mau nanya pendapat gue tentang hubungan kalian, kan? Udah, lo gak perlu khawatir!" 

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang