61 Ujian

250 24 13
                                    

POV: SAKA


"Mas, boleh nggak untuk besok aja kamu gak usah datengin aku ke kampus?"

Mendengar pertanyaan Kanaya, aku jadi berpikir, kenapa ya dia selalu saja melarangku datang. Padahal semua ini aku lakukan agar dia semakin yakin dengan keseriusanku.

"Nggak. Aku tetep mau jemput kamu."

Kanaya tampak menghela nafas entah kenapa. Padahal besok itu adalah pertama event-nya berlangsung. Harusnya Kanaya senang dong kalau aku datang menyemangati dia bertugas.

"Mas kayaknya aku udah yakin sama keputusanku."

"Iya? Tentang apa?"

"Tentang pernikahan kita."

Ini dia yang kutunggu-tunggu. Aku yakin Kanaya pasti akan luluh pada akhirnya. Pasti selama ini aku berhasil memberikan perhatian maksimalku. Otomatis senyumku mengembang menanti keputusannya.

"Mas, kita belum nikah aja aku udah ngerasa gak bisa ngapa-ngapain."

Loh?

Padahal selama ini Kanaya aktif sekali dengan kegiatannya sebagai mahasiswa. Gak pernah bolos kelas, ikut praktikum, ikut ospek jurusan, ikut kepanitiaan, sampai ikut UKM Astronomi. Semua kegiatan itu menuntut Kanaya untuk pulang larut. Semua itu dia bilang gak bisa ngapa-ngapain?

"Kamu gak ngasih aku nafas, Mas. Kamu ngikutin aku kemanapun. Kamu bahkan udah diinget sama temen-temenku."

"Bagus, dong. Emang itu tujuan Mas. Biar mereka semua tau kalau kamu udah ada yang punya."

Kanaya meraup muka lalu memandangku lekat.

"Itu jeleknya kamu, Mas. Kamu gak sadar kalau tingkah kamu itu malah bikin aku kurang bebas berteman."

Kuraih tangannya yang sejak tadi tergeletak di sebelah piring yang sudah kosong. Sayangnya Kanaya langsung menariknya.

"Keputusanku udah bulat. Kayaknya emang kita harus nunggu sampai aku wisuda."

"Sayang..."

"Aku gak bilang kita harus pisah kok, Mas. Aku cuma minta kamu sabar."

Kanaya menunjukkan cincin yang sudah lama melingkari jari manisnya. Aku mendadak takut Kanaya nekat melepas cincin itu.

"Cukup cincin ini aja yang jadi tanda, kamu gak perlu memperjelasnya ke teman-temanku."

Syukurlah Kanaya tidak melepasnya.

"Sayang, maaf ya. Aku janji akan perbaiki semuanya."

"Harusnya emang gitu, Mas. Tapi keputusanku udah bulat."

"Nay, dipikirin lagi ya."

"Aku cuma mikir. Kalau Mas Saka gak bisa ngasih aku kesempatan buat kuliah dengan normal, mungkin emang cincin ini gak perlu aku pakai."

Rasanya kayak... ah, sakit lah pokoknya.

Tujuanku selama ini cuma mau menunjukkan perhatianku, tapi Kanaya malah menganggapnya berbeda. Bukannya tambah yakin untuk menikah, Kanaya malah mengancam mau lepas cincin.

"Tapi Mas masih punya kesempatan kan, Nay?"

"Ya itu. Tergantung gimana kedepannya. Kalau kamu tetep kayak gini, berarti emang aku gak cocok buat kamu, Mas. Kamu lebih baik cari wanita yang sudah lebih siap untuk menikah. Karena jujur, aku kayaknya belum siap."

"Mas cuma mau kamu, sayang."

"Dan aku cuma mau kamu sabar, Mas."

Setidaknya Kanaya masih memberiku sedikit kesempatan.

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang