Seorang putra bangsawan di kucilkan di sebuah paviliun area belakang mansion sejak dia berusia 12 tahun karna insiden yang tak di sangka. Sang ayah memberi kabar tuan muda akan di jodohkan dengan putri seorang bangsawan yang lebih tinggi derajatnya...
Suara tapak kuda berhenti didepan sebuah kedai dan Axel tersenyum lebar lalu segera turun dari delman.
“terimakasih paman.” kata Axel menyerahkan beberapa lembar uang.
“ini terlalu banyak nak..”
“tidak apa-apa paman… anggap saja hadiah karena sudah memberitahu kedai ini.”
“syukurlah… terimakasih nak… akhirnya aku bisa membeli daging untuk anakku. Aku pergi dulu… semoga suamimu sehat dan persalinannya lancar.”
“terimakasih paman…” pak kusir itu mengangguk dan berlalu pergi sedangkan Axel masuk ke kedai.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“selamat sore bibi.” sapa Axel pada pemilik kedai.
“selamat sore… selamat datang di kedaiku.” Axel nampak tersenyum ramah.
“apa paha kalkunnya masih ada?”
“maafkan aku… sepertinya kau salah hari nak… aku hanya menyediakan ayam kalkun di hari sabtu dan minggu sedangkan ini masih hari rabu.”
“apa tidak ada sama sekali? tolong bibi, suamiku yang tengah mengandung sangat menginginkan paha kalkun.”
“maaf nak… aku tidak bisa.”
“tolong bibi… aku tidak tau harus mencari kemana, aku tidak tau daerah sekitar sini.”
“memangnya kau berasal dari mana?”
“dari Murren bi…”
“kau rela pergi jauh karena suamimu menginginkan itu?” Axel mengangguk. “tapi maaf nak… aku tidak menjualnya di hari ini.”
“baiklah kalau begitu bi… aku akan mencari ditempat lain.” jawab Axel tersenyum kecut lalu melangkah keluar kedai.
“hei nak…” panggil wanita pemilik kedai dan Axel berbalik tubuh.
Wanita itu berjongkok lalu kembali menampakkan diri dan meletakkan loyang berisi paha kalkun.
“sebenarnya aku menyimpan marinasi kalkun ini untuk suamiku yang akan pergi bekerja tapi saat aku melihatmu begitu susah payah, aku jadi ingat dengan kehamilan pertamaku. Suamiku juga sepertimu” wanita itu terkekeh. “aku akan memanggangnya sebentar, jadi tunggulah.”
“bibi… aku sangat berterimakasih padamu.” ucap Axel menghampiri meja dan wanita itu tersenyum.
“aku tau bagaimana seseorang yang tengah mengandung menginginkan sesuatu dan sikapmu juga persis dengan suamiku saat aku mengandung dulu.”
“apa anakmu sudah besar sekarang?”
“sudah… dia bekerja sebagai staff bank sekarang.”
“kau pasti sangat bangga padanya.” ujar Axel dengan sorot sendu mengingat kedua orangtuanya.