37. SILENT TREATMENT

2.4K 200 8
                                    

2 Hari kemudian

Seorang lelaki cantik tengah duduk diruang tamu menatap ranting pepohonan serta rerumputan yang berubah menjadi hamparan permadani putih dibalut salju diterangi redupnya lampu jalanan. Kedua ujung bibirnya tertarik tipis tatkala mengingat ia berdansa dibawah butiran kristal putih dengan sang pujaan hati.

Terhitung sudah 2 hari mereka tidak bertemu dan artinya 2 hari pula ia menyandang rindu seorang diri, menikmati malam sunyi dengan hawa dingin yang menggigit tulang.

Tok tok tok

Maniknya beralih pada pintu saat terdengar ketukan dari luar dan ia beranjak untuk membukanya. Seketika senyumnya merekah tatkala melihat pujaan hatinya yang berada dibalik pintu.

Tangannya terulur berniat menghilangan butiran kristal yang ada di surai suaminya dengan senyuman indah yang masih betah berlama-lama diwajahnya.

“kau sudah pul___” ucapnya terhenti saat Axel menjauhkan kepalanya lalu menerobos masuk tanpa senyuman, tanpa kata, tanpa sikap manis seperti yang biasa ia tunjukkan.
“Axel.” panggil Chai mengejar Axel yang berjalan pelan memasuki rumah.

“kau sangat lelah?” Axel diam.
“kau mau mandi?” Axel masih diam.
“Axel kau mendengarku?”
Hening. Axel tetap melangkah seolah tak mendengar pertanyaan dari Chai.

“Axel apa aku melakukan kesalahan? Kenapa kau terus diam?" tanya Chai dan Axel menghentikan langkahnya didepan pintu studio.

Axel merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kertas, melebarkannya lalu mengarahkannya dihadapan Chai tanpa berbalik tubuh.

Mata Chai melebar lengkap dengan detak jantungnya yang berhenti sepersekian detik. Ia rampas kertas ditangan Axel, memegangnya dengan tangan gemetar lalu beralih menatap punggung suaminya.

“Ax… Axel.. Aku bisa jelaskan, ak… aku tidak bermak___” ucapnya terhenti saat Axel membuka pintu studio dan segera menutupnya.

“Axel… tolong buka pintunya." ucap Chai saat berusaha membuka pintu namun di kunci dari dalam.

“Axel tolong buka pintunya dan dengarkan aku." ucap Chai dengan perasaan takut.
“Axel tolong jangan marah.” lanjutnya mulai lirih.
“Axel tolong… aku hanya punya kau disini.” 

Chai mengerjap cepat saat matanya mulai terasa panas, dadanya benar-benar sesak mendapat sikap dingin Axel. 

“Axel..” panggilnya lagi namun Axel tak kunjung membuka pintu.

Chai menunduk dengan airmatanya yang mulai menggenang dan terjun bebas diatas lantai. Baru beberapa saat ia dapat merasakan kebahagiaan dicintai lelaki sebaik Axel namun ketakutannya untuk jujur justru menyakiti pujaannya.

“Axel… kau tidak mau membuka pintu untukku?” lirihnya mengusap airmata dengan punggung tangannya, dadanya semakin sesak mendapat pengabaian dari Axel.

Chai menghela nafas berat, membawa langkah lunglainya menuju kamar lalu duduk diatas rajang dengan kedua lutut ditekuk, menatap jendela yang terbuka membuat wajahnya terasa membeku sebab angin malam yang masuk.

Ia dekap kedua kakinya, meletakkan kepala diatas lutut, memejam menikmati kesepiannya seperti saat di pavilliun. Tarikan nafasnya begitu berat menyiratkan teramat sesak dadanya sebab jatuh ke dasar setelah terbang. 

Tidak ada lagi setetes airmatanya yang jatuh, seolah danau kepedihan telah mengering karena kebodohan yang selalu ia ulang. Dalam sunyi kepalanya bising, merutuki tindakannya yang tidak pernah berjalan dengan benar dan ketika ada seseorang yang bersedia menerima segala kekurangannya, dia justru membuatnya kecewa.

~

Sudah 4 jam lelaki cantik itu duduk dengan posisi yang sama dan tak sedikitpun berniat berpindah posisi ataupun mengistirahatkan tubuh. Ia tersentak saat mendengar suara pintu kamarnya dibuka.

Chai duduk tegap menatap kearah pintu dan melihat Axel berjalan mendekati ranjang dengan segelas susu ditangannya.

Pria tampan itu mengulurkan segelas susu  ke hadapan Chai tanpa sepatah katapun dan Chai menengadah menatap Axel lalu menunduk saat melihat mimik muka Axel yang nampak menakutkan.

"terimakasih Axel. Kau belum tidur?" tanya Chai mengambil alih susu ditangan Axel lalu meminumnya sedangkan Axel kembali melangkah untuk menutup jendela tanpa berniat menjawab.

Hening. Tak ada yang membuka obrolan lebih dulu, Chai meneguk susunya perlahan sembari mencuri pandang kearah Axel sedangkan Axel melangkah keluar kamar.

“Axel.” lirih Chai setelah susunya tandas dan Axel berhenti diambang pintu.
“aku tidak bisa tidur.” lanjutnya menunduk dengan perasaan takut.

Chai terperanjat saat Axel merampas gelas kosong di genggamannya meletakkannya diatas nakas. Pria itu duduk bersandar dikepala ranjang lalu menepuk sisi kosong disebelahnya, masih dengan keterdiamannya.

Chai tersenyum tipis dan segera merebahkan diri begitu rapat dipaha Axel dan pria tampan itu mengusap punggung Chai.

"Axel... Aku tau aku salah, tapi tolong dengarkan eemm___" ucapan Chai berhenti saat mulutnya di tutup telapak tangan Axel.

Pria itu sedikit merendahkan tubuh menarik Chai untuk masuk dalam dekapannya lalu tangannyaberpindah mengusap pipi Chai yang terasa sangat dingin.

"Axel kau____" Chai bungkam saat Axel melirik tajam padanya.

Lelaki cantik itu mengusak sela lengan Axel lalu memejam dan Axel tetap diam menatap lelaki cantik yang membuat pikirannya berkecamuk liar lalu memejam tanpa berniat tidur.

~

Sudah 45 menit Axel mengusap punggung Chai dan Axel menggeser tubuhnya turun dari ranjang saat mendengar nafas halus Chai. Ia tatap lelaki cantik yang nampak tenang itu lalu melangkah keluar kamar untuk kembali ke studio lukisnya.

Matanya mengedar dan berhenti pada laci meja didekat jendela. Ia bawa langkahnya mendekati meja lalu membuka laci, meraih beberapa bungkus rokok yang lama tidak ia sentuh.

Axel raih mantel tebal yang tersampir dikursi dan segera mengenakannya lalu melangkah keluar rumah dengan mengapit kanvas kosong diantara lengan serta lentera digenggaman sebagai penerangannya. Jejak sepatu nampak jelas diatas tumpukan salju, menerobos hawa dingin menuju belantara.








~¤¤~
TERIMAKASIH😍

JANGAN LUPA VOTE & KOMEN💛

SEE YOU NEXT CHAPTER🐣

DESTINY || JOONGDUNK🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang