"Kalau gitu aku masuk duluan ya, Shean"
"Silahkan, aku juga mau pulang dulu. Makasih ya udah ngizinin buat kesini" Mata Shean menatap Lisa dengan kagum.
"Gak masalah, kamu juga datengnya dengan niat baik.. Makasih juga udah ngembaliin liontin aku"
"Gapapa, ehm keknya aku harus pergi sekarang? Bye lisa"
Perlahan pundak Shean menghilang dari pandangan Lisa. Kini gadis itu memasuki rumahnya dan melihat Amelia yang duduk di sofa ruang tamu dengan wajah yang masih kesal. Lisa menghampiri sahabatnya itu dan duduk disebelahnya.
"Kenapa? Masih kesel gara gara Shean??" Tanya Lisa
"Iyalah, dia duluan. Mana ngatain aku pendek lagi"
"Amelia... Sebenarnya ga ada yang salah disini. Kamu cuma mandang sebelah mata. Lihat, tadi Shean datang kesini dengan baik. Niatnya dateng buat ngembaliin liontin aku yang jatuh pas kebakaran itu. Dan kamu tiba tiba dateng terus ngendus ngedus dia."
"Aku takut dia cuma modus sama kamu, lis. Terus dia cuma mainin perasaan kamu"
"Jangan pernah mandang orang dari sisi buruknya. Pandang dia dari sisi baiknya. Kalaupun dia modus, itu urusan dia. Aku tau, kamu cuma takut kejadian yang sama pada diri kamu terjadi lagi pada diri aku kan?"
Seketika Amelia terdiam. Tangannya bergerak tidak karuan. Matanya menatap sekeliling, detak jantungnya berdegup dengan sangat kencang. Sontak ia memeluk Lisa dengan erat. Lisa yang di peluk oleh Amelia hanya mengelus ngelus kepalanya dan berusaha menenangkannya.
"Mel?? Kamu kenapa??.. Mell... Jawab aku" Lisa benar benar terkejut karena tingkah laku Amelia.
"Mel.. Kamu inget kejadian itu lagi??.."
Flashback
"Mah, Amel main diluar rumah dulu yaa"
"Iya, jangan jauh jauh dari halaman rumah ya nak" Pesan ibu.
"Siap mamaaa" Amelia keluar dari rumah dan bermain main dihalaman. Sedang asik bermain, datanglah seorang lelaki tinggi yang tinggal disebelah rumah Amelia. Bisa dibilang ia adalah tetangga Amelia.
"Halo dek, ternyata kita tetanggaan ya?" Sapa lelaki itu dengan ramah.
"Ehh, iya omm. Om orang baru yaa disini??"
"Betul, om orang baru disini. Nama kamu siapa dek??"
"Nama aku Amelia om, kenapa ya?"
"Gapapa, om cuma pengen tau nama kamu aja. Oh iya, kamu mau permen gak? Tapi ikut om dulu ya kerumah. Dirumah om banyak permen lohh. Ada yang paling besar lagi" Ajak lelaki itu.
"Wahh beneran omm? Amel mau dongg" Seru Amelia dengan kencang.
"Yaudah, ayok ikut om"
Mereka lalu pergi kerumah lelaki tersebut. Sesampainya disana Amelia dikejutkan dengan permen yang sangat banyak.
"Seriusan ini semua buat Amelia, om??"
"Serius dong, sayang. Mau permen yang lebih besar gak?"
"Emang ada om?? Mau lihat dongg"
"Ada dongg, tapi Amelia diam diam aja ya?"
"Okayy omm"
Lelaki itu mulai melakukan aksi bejatnya. Amelia hanya shock dengan apa yang terjadi sekarang. Ia merasakan sakit yang sangat luar biasa.
"Om, sakit.. Om mana permen yang om bilang??" Rintih gadis kecil itu sambil menahan rasa sakit.
"Loh, ini kan om udah kasih permennya sayang. Enakkan??"
"O-om.. S-stop.. S-sakit..A-amelia mau pulang.." Tangis Amelia.
"Jangan dong, permen nya kan belum habis" lelaki brengsek itu terus melanjutkan permainannya sampai Amelia benar benar merasakan sakit lebih dari sakit yang biasa ia terima. Ia tidak bisa berdaya, gadis itu ingin berteriak tetapi mulutnya terasa dikunci. Karena tidak kuat ia pingsan karena perlakuan lelaki bejat itu.
Beberapa jam kemudian, Amelia tersadar dari pingsannya dan ia sudah berada didalam rumahnya. Ia membuka matanya perlahan dan melihat ibunya sedang khawatir karena menunggunya sadar dari pingsannya.
"Mamah.. S-sakit.."
"Nak?? Kamu sudah sadar syukurlah kamu sudah sadar. Apa yang sakit nak??" Ibu Amelia gembira karena anaknya sudah sadar. Sosok itu memeluk Amelia dengan erat.
"B-badan Amel sakit semua, mah.."
"Kata om Gion, kamu jatuh sampai pingsan pas main. Makanya beliau anterin kamu kerumah"
"Om Gion??.." Gadis kecil itu melepaskan pelukan dari ibunya.
"Kenapa nak? Kamu gapapa kan?" Tanya sang ibu dengan khawatir.
"Amel gapapa, mah.. Cuma capek.."
"Kalau gitu kamu istirahat aja ya nak"
Flashback off
"Gue takut, lis. Gue bener-bener takut!" Amelia hanya menangis dipelukan Lisa.
"Mel, tenangin diri kamu dulu. Heyy sadar.. Mel? Lihat aku" Lisa masih berusaha memenangkan Amelia dari trauma masa kecilnya itu. Ia melepaskan pelukan Amelia dan membuat gadis itu menatap dirinya.
"Lihat aku, kamu jangan takut lagi ya?? Aku tau kamu masih trauma. Tapi sadarkan diri kamu, kamu terlalu terbawa arus."
"Lis.. Aku juga gamau kayak gini, kalau pun bisa milih, aku ga mau lis.. Kalau bisa aku lagi pas kejadian itu. Tapi? Tapi aku ga berdaya saat itu.." Tatapan mata Amelia sangat kosong. Ia merasa seperti tidak hidup lagi.
"Amelia.. Kamu pasti trauma banget.. Mel aku yakin, ga semua cowo begitu, okay?? Kamu tenangin diri kamu aja ya?"
"GIMANA AKU BISA YAKIN KALAU GA SEMUA COWO BEGITU, LIS!? GIMANA KALAU SHEAN JUGA BEGITU??? KITA GA TAU PIKIRAN COWO. AKU GAMAU KEJADIAN YANG SAMA TERULANG KE KAMU LAGI, LIS!!" Teriak Amelia sembari menangis. Pikirannya benar benar sudah kacau. Ia tidak bisa mengendalikan emosinya lagi
"Amelia.. Kamu bener bener setrauma ini ya??.." Lisa hampir tak bisa berkata kata lagi. Ia sontak memeluk Amelia yang masih padam karena api amarah.
Lagi dan lagi Amelia hanya terdiam. Pelukan Lisa begitu hangat sampai ia merasa tenang dan nyaman. Ia berusaha membalas pelukan sahabatnya itu secara perlahan karena gadis itu belum sepenuhnya tenang.
"Wajar ga sih kalau gue takut, Lis?? Gue ga mau lu berakhir kayak gue. Lu pantes buat bahagia, Lis."
Hening.. Kedua belah pihak hanya terdiam. Tak lama kemudian, Lisa menjawab pertanyaan sahabatnya.
"Wajar, wajar banget kalau kamu punya rasa takut, Mel. Itu tandanya kamu masih ada rasa manusiawi. Kamu juga pantes buat bahagia, bukan aku doang.. Semua manusia juga berhak merasa bahagia."
"L-lis.. Kenapa harus gue?? Kenapa.." Tangis Amelia didalam pelukan Lisa.
"Tenangin diri kamu, Mel. Aku yakin kamu pasti bisa.. Aku tau kamu anak yang kuat. Tapi rasanya sakit ya kalau tiba tiba keinget kejadian itu lagi?" Sosok seperti ibu Amelia itu mulai mengelus mengelus kepala dengan lembut.
"A-aku bener bener takut.." Air mata Amelia semakin deras. Jantungnya berdengup lebih dari yang biasanya. Pikirannya seolah olah selalu memutar memori itu.
"Hey, tenang.. Tenang Amel sayang.. Jangan takut lagi.. Aku ada disampingmu sekarang" Suara Lisa terdengar sangat lembut di telinga Amelia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sesuci Cintamu
Teen FictionCerita ini mengisahkan tentang sebuah cinta segitiga. Satunya ingin dicintai karena kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya, dan yang lain sudah menyukai sejak pertama kali bertemu. Mereka berdua sahabat dari kecil dan menyukai 1 gadis canti...