29

39K 3.6K 91
                                    

Theo terlihat lebih pendiam dari sebelumnya. Dia memang tidak pernah banyak mengobrol, namun keterdiamannya saat ini bukanlah tanpa alasan.

Setelah terbangun dari tidurnya pagi menjelang siang tadi, dia sudah tidak menemukan siapapun di rumah toko itu. Baterai ponselnya pun habis dan tidak bisa menghubungi siapapun. Karena itu, ia memanfaatkan keadaan dengan berkeliling melihat-lihat. Tidak ada yang berubah dari selera dan kebiasaan wanita itu. Menyukai warna-warna dasar seperti putih, hitam, abu dan masih hobby mengoleksi stationery lucu. Namun, hanya satu yang tidak ia temukan lagi, yaitu lukisan. Banyak yang di pajang, namun lukisan-lukisan itu tidak terlihat seperti hasil karyanya, alias pameran. Apa Clo tidak melukis lagi? Batinnya.

Karena tidak menemukan apapun yang membuat rasa penasarannya terjawab, Theo memutuskan untuk pulang. Namun di pintu keluar, dia bertemu dengan Rendy yang sudah menunggunya sedari pagi di depan sana sembari merokok.

Apa yang membawa Rendy hingga menyusulnya kemari adalah alasan yang membuatnya terdiam saat ini, percakapan yang beberapa saat lalu mereka bahas membuatnya ingin menghancurkan setiap apapun yang berdiri di hadapannya, bahkan dirinya sendiri.

"Dari sekian banyak mata-mata, saksi hidup pun saksi mati yang aku bayar dan ancam untuk mencari tau misteri ini sedari tengah malam, akhirnya aku menemukan kesimpulannya pagi ini." Rendy menghisap sisa terakhir batang rokok yang ia punya dan membuangnya ke dalam secangkir kopi yang ia beli selagi menunggu Theo pagi tadi.

"Lanjutkan." Sebenarnya, Theo tidak siap. Dia sudah tau, firasatnya mungkin benar. Hanya saja, ketika mendengar validasi dari orang lain tentang apa yang sedang ia pikirkan adalah benar membuatnya takut. Takut akan kenyataan dimana dia harus mulai memikirkan langkah selanjutnya. Langkah yang mungkin akan semakin menghancurkan sekelilingnya. Yang mana artinya itu adalah anak dan kekasihnya.

"Aku sangat terkejut saat membaca isi pesanmu dan merasa mungkin kau hanya sedang delusi seperti biasanya, tapi saat kau mengirimkanku bukti foto tentang keberadaannya membuatku takut hingga merinding. Aku yang awalnya sudah mengantuk langsung tidak bisa tidur sama sekali saking penasarannya." Rendy membuang nafas sejenak. "Baiklah, aku tidak akan berlama-lama. Dengarkan aku baik-baik. Nona Clo, hilang ingatan." Theo meremat kuat sisi meja tempatnya duduk mendengar apa yang Rendy katakan. Firasat yang ia takutkan itu akhirnya terucap.

"Nona Clo sempat koma." Theo membola.

"Maksudmu!?"

"Dengarkan aku dulu!"

"Nona Clo selama 2 tahun koma akibat kekurangan darah juga keterguncangan mental hingga membuatnya kesulitan semasa persalinan. Bahkan dia hampir kehilangan nyawanya sendiri, tapi dia tetap ingin anaknya lahir dengan selamat.

Saksi pertama, adalah seorang dokter kandungan yang membantu persalinan nona Clo mengatakan, tepat setelah anak itu lahir, tuan Benedic dan nyonya Barbara datang dengan raut wajah yang terlihat khawatir dan langsung meng-klaim anak itu adalah cucu mereka. Awalnya sang dokter tidak percaya, tapi tuan Benedic ingin membuktikannya dengan cara tes DNA. Setelah hasilnya keluar, dokter pun mempercayai anak yang sebatang kara itu untuk dirawat olehnya.

Tapi yang membuat dokter itu merasa aneh adalah, tuan Benedic menyuapnya untuk membungkam mulutnya sendiri tentang kejadian ini dan memintanya untuk mencabut segala alat bantu hidup yang menempel di tubuh nona Clo. Dia ingin menolak, namun sebuah ancaman mendarat bebas pada pendengarannya. Aku pun juga harus mengancamnya dengan pistol hingga akhirnya dia membuka mulut.

Jangan salahkan aku, ayahmu dan orang itu mengancamnya dengan sangat kejam hingga membuatnya menutup rapat mulutnya selama ini. Padahal katanya saat itu keadaan nona Clo sudah mulai stabil.

Karena ancaman itu, dia pun menyanggupinya dan tuan Benedic serta nyonya Barbara yang sedang menggendong anak itu pun melangkah pergi dengan senyuman karena telah memiliki seorang cucu.

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang