2

58.7K 3.9K 15
                                    

"Baiklah, karena jam sudah hampir menunjukkan waktu pulang, bagaimana kalau kita menghabiskan waktu dengan bermain?"

"YEAY!! AYO MAIN MISS, AYO!" Seruan serempak dari anak-anak kecil yang menggemaskan. Sang guru pun tertawa kecil melihan antusias murid-muridnya.

"Baiklah, Miss sudah menyiapkan sebuah kartu. Kartunya terdapat gambar hewan, tugas setiap kelompok meja yaitu memperagakan hewan apa yang dia dapat dan teman-teman yang lain harus menebak dengan benar. Yang berhasil menebak, Miss akan berikan hadiah!" Anak-anak pun kembali bersorak girang, meminta sang guru untuk segera memulai permainannya.

Sementara di luar gedung sudah banyak orang tua murid yang menunggu waktu pulang untuk menjemput buah hati mereka. Termasuk kedua pemeran pria.

Di sana, Alister berdiri dengan tampannya menunggu sang keponakan keluar dari kelasnya. Hari ini ia memakai setelah yang lebih santai dari biasanya, hanya mengenakan kaos putih di padukan dengan jas hitam dan celana bahan berwarna senada. Dia baru saja kembali dari perjalanan bisnis dan langsung menyempatkan diri menjemput Vhira serta melepas rindu pada sosok cantik yang saat ini terlihat sedang bermain dengan murid-muridnya.

Alister tersenyum penuh arti melihat sosok Maya dari jendela kelas, kelas di mana Vhira berada. Walaupun sosoknya terlihat jauh, namun kecantikan itu tidak terelakan walaupun di halangi oleh sebilah kaca.

Tidak jauh berbeda dengan Alister, sekitar 5 meter dari posisinya berdiri, ada sosok Theo yang juga sedang melakukan hal yang sama. Walaupun hanya dapat melihatnya dari belakang, namun siapa saja pasti akan tau, betapa cantiknya wanita itu.

Beberapa menit kemudian, kelas pun selesai. Maya menutup pertemuan mereka pagi ini dan langsung mengantar anak-anak didiknya ke pada para wali yang menjemput.

Aturan ketat di terapkan pada sekolah daycare ini, dimana guru yang bertanggung jawab penuh akan murid-murid mereka dari datang hingga pulang. Kalaupun ada murid yang terlambat di jemput, maka orang tua wali wajib melaporkan alasan keterlambatan mereka dan guru wali wajib menemani sang murid hingga menerima pemberitahuan baru dari sang wali.

Begitulah mengapa saat ini Maya berdiri di ambang pintu dan memanggil satu per satu muridnya sesuai urutan absen dan memastikan bahwa jemputan mereka telah tiba.

Saat semua murid sudah pulang dengan jemputannya, ada dua anak yang masih setia berdiri di koridor bersama para walinya, berinteraksi dengan Maya.

"Terima kasih sudah mengajar Vhira dengan baik seperti hari-hari sebelumnya." Alister berkata seraya menggendong Vhira dengan satu tangan. Gadis kecil itu memeluk leher sang paman dengan manja, tersenyum manis setiap kali Alister yang menjemputnya.

Maya pun tersenyum ramah dan menunduk sekiranya.

"Sudah tugas saya, tuan." Theo mendegus kecil memdengar basa-basi Alister.

Alister yang menyadari reaksi Theo yang seperti mengoloknya pun melayangkan tatapan sinis.

Maya mulai terbiasa dengan situasi yang tercipta di sekelilingnya karena dua pria itu. Bohong jika dia tidak menyadari bahwa keduanya sedang berusaha mendekatinya dan merebut perhatiannya. Banyak dari para guru dan staff lain mendukungnya dan tidak sedikit juga yang iri akan dirinya.

Hal ini tentu membuatnya kurang nyaman, apalagi jika situasi seperti ini terus terulang di lingkungan kerjanya. Beberapa mata dari para wali murid dan staff sekolah memperhatikan dan berbisik tentang mereka dari jauh. 

Namun dia tidak ingin mengambil pusing apapun pikiran orang tentang dirinya, selama dia tidak melanggar aturan sekolah maka dia akan baik-baik saja.

"Paman, apa kau membawa oleh-oleh untukku?"

"Tentu saja tuan putri, paman membawakanmu banyak oleh-oleh hingga membuat mobil paman penuh."

"Asyik!! Terima kasih paman!!" Serunya seraya mempererat pelukannya pada Alister. Maya yang mendengar itupun ikut tersenyum senang, reaksi anak kecil polos seperti ini membuatnya bahagia dengan profesinya.

"Ayo kita pulang, aku tidak sabar membuka hadiah-hadiahku! Ayo paman, ayo!" Ucapnya lagi. Mengarahkan tubuh kecilnya yang berada di gendongan Alister ke arah berlawanan. Alister pun mulai kewalahan menahan posisinya.

"Baiklah, saya pulang dulu. Besok saya akan datang lagi."

"Hati-hati, tuan. Hati-hati Vhira, sampai jumpa besok pagi ya!"

"Bye-bye Miss, bye-bye Cairo, sampai jumpa besok!" Serunya kembali, melambaikan tangan kecilnya di udara seraya menjauh pergi.

"Saya pamit juga, terima kasih atas kerja keras anda selama ini, sampai jumpa besok." Ucap Theo datar dan formal.

Ini yang menjadi kebingungan Maya, apa benar Theo mengejarnya? Padahal setiap kali bertemu dia sangat kaku dan berbicara seadanya tanpa ekspresi seperti saat ini. Maya juga menyadari interaksi canggung antara Theo dan putranya, setiap kali pria itu menjemput putranya, mereka tidak menunjukkan adanya ikatan kuat selayaknya para orang tua dan anak yang lain. Namun jika di lihat-lihat, putranya itu tidak begitu mirip dengan Theo, mungkin hanya dari segi sifatnya saja yang sama-sama dingin, cuek dan jarang tersenyum.

Walaupun begitu, Cairo selalu menjadi yang di kagum-kagumkan di kelas karena kepintaran serta ketampanannya. Secara sekilas, mereka terlihat mirip, namun jika diperhatikan secara seksama, mereka sungguh jauh berbeda. Mata Theo cenderung sayu dan tegas, sedangkan mata Cairo terlihat belo dan tatapannya tajam. Bentuk wajah serta hidung mereka pun sebenarnya mirip, namun entah mengapa terlihat beda disuatu waktu. Apa wajah Cairo perpaduan antara kedua orang tuanya? Hal itu terbilang jarang.

Menyadari ketampanan Cairo tidak menurun sepenuhnya dari ayahnya, membuatnya semakin penasaran akan sosok ibunya.

"Tentu tuan, hati-hati di jalan. Bye-bye, Cairo. See you tomorrow, okay?" Cairo hanya mengangguk kecil dan melangkah lebih dulu meninggalkan Theo di belakangnya. Theo dan Maya pun berjabat tangan seperti biasa dan langsung menyusul sang buah hati.

~

Azlyn memulai harinya dengan menyantap sarapan sehabis mandi. Dari yang dia ingat, dia memiliki mobil yang terparkir di basement. Melihat logo yang terukir di kunci mobilnya membuat dagunya berkedut. Lumayan, pikirnya.

"Selera kita benar-benar mirip." Monolognya tersenyum puas dan meletakkan kunci itu kembali ke tempat di mana dia mengambilnya. Karena ini kehidupan kedua dan pertama kalinya dia masuk ke dalam novel, dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Dia akan berjalan kaki menuju stasiun bawah tanah, berkeliling seharian melihat bagaimana dunia novel berjalan. Terdengar menyenangkan.

Azlyn kembali memperhatikan penampilannya di cermin yang berada di dekat pintu. Hari ini dia mengenakan pakaian yang simple, kaos hitam dipadukan dengan rok high wrist dan mengenakan sepatu keds. Sangat simple namun modis.

Dia sangat ingin sekali merasakan mengenakan pakaian santai seperti ini, di kehidupannya yang pertama jelas dia tidak boleh terlihat 'sederhana', karena publisis akan menerima tangkapan potret dari paparazzi dan mengeluarkan artikel dengan judul y...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia sangat ingin sekali merasakan mengenakan pakaian santai seperti ini, di kehidupannya yang pertama jelas dia tidak boleh terlihat 'sederhana', karena publisis akan menerima tangkapan potret dari paparazzi dan mengeluarkan artikel dengan judul yang sungguh menyakitkan mata.

"Hidup yang tidak buruk namun tidak baik juga." Azlyn mengibaskan rambut panjangnya dengan satu tangan. Namun kali ini, dia ingin semua berbeda. Dia ingin mencoba hal yang baru, yaitu tetap berlagak seperti seorang yang tidak punya apa-apa walaupun sudah memiliki segalanya. Terdengar cukup seru.

"Satu dua hari ini akan aku habiskan dengan berjalan-jalan untuk membiasakan diri. Setelahnya kita akan bekerja kembali."

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang