11 | Tea Cup

20.5K 1.7K 89
                                    

P.s : kembali setelah meriang~





"Jadi, bagaimana rasanya menjadi bagian dari anggota keluarga bangsawan dua tahun terakhir?" Pertanyaan itu Angelina lemparkan pada Runeta yang baru saja meneguk teh dari dalam cangkirnya

Sebelum menjawab, Runeta meletakkan dulu cangkir tehnya di atas piring tatakan. "Rasanya sangat luar biasa karena jauh lebih baik daripada berada di jalanan."

Angelina mengangguk-angguk. "Kupikir kau akan membenciku seumur hidup karena kejadian dua tahun lalu."

Sedikit berjengit namun masih mempertahankan senyuman di wajahnya, Runeta menanggapi. "Ku pikir itu adalah resiko yang harus kuambil agar tetap hidup enak disini."

"Aku suka jawabanmu." Angelina tersenyum puas. "Selalu tahu diri."

"Ibu yang ajarkan kepadaku untuk selalu hormat kepadamu." Sahut Runeta lagi, berusaha menutupi rasa jengkelnya dengan senyuman manis.

"Memang harus. Jadi, apa kegiatanmu selama dua tahun terakhir? Aku hampir lupa ada dirimu juga di istana ini." Tanya Angelina.

"Tidak begitu intens. Setiap hari Miranda mengajarkan etiket bangsawan padaku dan setiap hari aku mengagumimu. Kuharap aku bisa menjadi seperti dirimu yang sangat anggun dan menawan, ibu." Runeta tahu Angelina haus pujian, semakin dipuji perempuan itu akan semakin terbang melayang keluar angkasa.

"Haha..." Tawa kecil mengudara dari sela bibirnya. "Jika itu didengar orang lain maka mereka akan menganggap kau terobsesi padaku."

"Memangnya siapa yang tidak akan terobsesi pada wanita secantik dan sesempurna anda? Hehe..."

"Ah, sudahlah..." Pipi Angelina tersipu, muncul guratan kemarahan yang tidak bisa wanita itu sembunyikan. "Putraku Leon bahkan tidak pernah seberlebihan ini dalam memujiku, itu cukup."

"Aku tidak memuji secara berlebihan, Ibu. Aku memuji sesuai kenyataan." Lagi dan lagi sahutan Runeta sukses membuat Angelina salah tingkah dan tertawa-tawa kecil.

Sampai akhirnya pertemuan itu berakhir, Angelina harus pergi ke event para bangsawan. Entah apa yang akan wanita itu lakukan, Runeta bilang semoga sukses dan sehat selalu kemudian semua itu berakhir.

Ia kembali sendiri dan tenang.

"Aku selalu tahu cara membuat orang lain merasa senang, tapi tidak tahu cara melakukannya pada diriku sendiri." Setelah mengucapkan kalimat itu, Runeta berjalan keluar dari paviliun yang letaknya terpisah dari bangunan istana dan berniat kembali ke kamarnya saja namun begitu melangkah keluar ia malah didatangi oleh seseorang.

"Ibu mengatakan apa saja?"

"Kau perlu tahu?"

"Itu kasar sekali." Kekeh Leon. "Aku menemui Sua semalam, kau mau tahu apa yang terjadi diantara kami?"

Terlihat sepasang mata lelaki itu berbinar, ingin sekali menceritakan kegiatannya bersama gadis bernama Sua semalam namun Runeta yang merasa tak tertarik menolak dengan satu kata.

"Tidak." Dan berjalan melewati lelaki itu.

"Tidak?" Satu alis Leon terangkat heran, ia berjalan cepat mengimbangi langkah Runeta dan bicara. "Kau harus tahu. Semalam itu benar-benar mendebarkan."

"Lalu?" Runeta menanggapi acuh.

"Kau mau tahu?" Leon menanyai lagi.

"Tidak."

"Jawab saja 'ya' apa susahnya?" Protes Leon.

"Susah."

"Begini..." Mengambil dua langkah di depan Runeta dan memblokir jalan gadis itu dengan berdiri di hadapannya dan meski sudah ditolak untuk bercerita, Leon tetap keras kepala mengatakan. "Kami berciuman."

The Tyrant Betrayed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang