28. Potty

13.3K 1.6K 437
                                    

"Dia tidak masuk?" Tanya Win berbisik pada Kai saat melihat putranya itu mengambil tempat duduk di sebelahnya seorang diri tanpa Runeta.

"Dia ingin tetap diluar." Sahut Kai menjawab dengan bisikan serupa, sejenak menatap pada sang ayah sebelum akhirnya meluruskan kepalanya ke depan ketika pendeta memulai doa.

Sekitar satu jam Runeta menunggu tak jauh dari lokasi gereja, ia duduk dibalik pohon apel yang menghadap ke hamparan luas padang rumput hijau berhiaskan beberapa jenis bunga liar yang tak Runeta tahu apa itu.

Didengarnya langkah orang-orang membubarkan diri setelah selesai berdoa. Beberapa dari orang-orang itu mengobrol tentang pekerjaannya, beberapa lagi tentang tujuan hidupnya secara jangka panjang, dan beberapa lainnya tertawa karena jokes-jokes receh.

Runeta terus mendengarkan mereka dari jauh tanpa menoleh sampai Kai menghampirinya dan duduk di sebelahnya, sedikit berjarak.

"Ayah sedang meminta pengakuan dosa pada Pendeta." Ujarnya memecah hening.

"Apa setelah mengaku dosa... Tuhan langsung memaafkan dosa yang telah dilakukan oleh manusia meski dosa itu sangat berat?"

"Aku tidak tahu." Kai menjawab realistis. "Yang kutahu pengakuan dosa membuat seseorang merasa lebih lega setelah melakukannya. Tapi, ada juga yang percaya setelah mengaku dosa diri mereka kembali bersih seperti bayi baru lahir."

"Apa kau ingin dengar sebuah dongeng?" Runeta bertanya sambil menoleh ke arah Kai berbarengan dengan tatapan pemuda itu yang juga jatuh padanya.

"Tentu. Aku cukup bosan, kurasa ide bagus untuk mendengar dongeng."

Jawaban polos itu membuat Runeta tersenyum tipis. Gestur kepalanya kembali lurus, membawa sepasang matanya melihat ke hamparan hijau asri di depan sana.

"Kisah ini tentang seorang pangeran yang jatuh hati pada seorang putri cantik." Tutur Runeta mulai bercerita membuat alis Kai tertaut karena merasa dongeng semacam itu terlalu sering didengar.

"Ini dongeng yang berbeda jika kau mendengarkannya sampai akhir. Jangan langsung menilai saat aku belum menceritakan apa-apa." Ucap Runeta memperingatkan.

"Baik, aku mendengarkan." Angguk Kai mempersilakan.

"Pangeran menikahi putri yang dicintainya dan berharap akan hidup bahagia setelahnya, namun tidak. Saat putri itu mengandung anak pertama, teman sang pangeran mengolok-olok putri tersebut dan membuat pangeran marah lalu memukulnya." Sedikit menjeda, Runeta menghela nafas pelan.

"Lalu?" Kai bertanya dengan satu alis terangkat. "Pangeran memberi temannya itu pelajaran sampai babak belur kan?"

"Pangeran memukulnya sekali, tetapi temannya itu memukul pangeran seumur hidup."

"Mereka bertarung seumur hidup sampai salah satunya mati?" Tebak Kai.

Runeta menoleh padanya, tak langsung menjawab melainkan menatap mata Kai terlebih dahulu dalam waktu yang cukup lama.

"Taman sang pangeran marah setelah dapat pukulan dan mengajak teman-teman untuk menculik putri lalu memperkosanya sampai keguguran."

Ekspresi Kai berubah tak nyaman dalam sekejap. "Itu sebuah dongeng? Itu tak terdengar seperti dongeng, itu terdengar seperti mimpi buruk."

"Aku belum selesai." Lirikan Runeta memperhatikan setiap perubahan ekspresi di wajah Kai. Melihat apakah pemuda itu penasaran atau biasa saja, dan Kai berada dalam kategori penasaran.

"Putri mengalami trauma, pangeran tetap setia dan membantunya pulih selama berbulan-bulan tetapi temannya yang masih dendam karena sebuah pukulan kembali mendatangi putri saat dia sendirian dan..."

The Tyrant Betrayed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang