20 | Cantlet

13K 1.3K 171
                                    

"Hei, pegang kepalanya dengan benar!"

"Kau saja yang terlalu penakut dalam memegang kapak!"

"Aku biasanya memegang pedang!"

"Alasan!"

Dua saudara kembali, Damon dan Bal, nampak ribut. Mereka terlibat pertengkaran saat akan memotong kepala seseorang. Perdebatan itu mulanya diawali oleh Damon yang meminta agar penutup kepala mereka dilepas. Toh, mereka dalam kondisi pingsan jadi tak akan memekakkan telinga dengan jeritan sementara Bal kurang setuju namun sayangnya dia agak takut terhadap kembarannya Damon yang lebih brutal sehingga mau tak mau Bal patuh dan memegang kapak.

"Apa lagi yang kau tunggu?" Damon menoleh pada Bal saat kembarannya itu tak kunjung mengayunkan kapak untuk menghancurkan kepada seorang wanita yang terkapar.

Alasan terbesar Bal tak ingin penutup kepala mereka dibuka, ialah meski dalam kelompok mereka dikenal sebagai si kembar pembunuh brutal namun tetap saja terkadang Bal masih memiliki hati nurani yang bergejolak seakan tidak setuju dengan tindakan kejamnya.

"Kalau begitu kau saja yang lakukan, ambil ini." Bal berucap seraya melempar kapak ke arah Damon dan langsung ditangkap olehnya.

Saat Damon bersiap mengapak wajah wanita tersebut, Rhesh muncul dan menegur. "Kalian lama sekali?"

"Paman..." Damon menoleh ke arah Rhesh. "Aku dan Bal berdebat mengenai cara membunuh wanita ini."

"Jangan langsung membunuhnya begitu saja." Ujar Rhesh seraya melinting rokok. "Iris dia menggunakan pisau, iris setiap permukaan kulitnya sampai dia terbangun dan menjerit. Yang lain akan segera bergabung bersama kita setelah membawa wanita selir itu beserta teman-temannya."

"Kami membawa beberapa wanita seksi dan berisi!" Baru diucap oleh Rhesh beberapa detik lalu, Ruben datang bersama beberapa orang lainnya dan masing-masing dari mereka menggotong seorang perempuan termasuk Galatea yang berada dalam gendongan Ruben dalam kondisi tak sadar.

Sesekali bibir mereka mengecap seolah sedang memakan sesuatu lalu tersenyum dan kembali bersikap seolah-olah sedang tidur pulas.

"Mereka benar-benar harus langsung kita bunuh?" Javas bertanya pada Rhesh dengan sorot mata bermaksud lain.

"Kita bisa menambahkan yang lebih baik nanti." Sahut Rhesh tak setuju atas maksud terselubung Javas.

"Baiklah, kita habisi mereka." Putus Javas mengangguk lalu menurunkan Angelina dari gendongannya dengan cara melempar perempuan itu ke lantai hingga terdengar bunyi 'duk!' dari kepalanya yang mendarat duluan.

"Ambil pisau kalian, anak-anak!" Seru Javas meminta Ruben dan yang lain meletakkan pedang mereka lalu meraih pisau yang dibagikan oleh Rhesh.

"Kita kuliti mereka semua sampai mereka tersadar dan memekik kesakitan. Mulai dari kaki." Ujar Rhesh mengambil pisau, sendirinya segera mendekati Angelina dan memegang kaki kanan gadis itu lalu menyayat bagian kulit telapak kakinya.

"Kemana yang lain?" Menyadari hanya ada anggota-anggota inti di ruangan ini, Javas bertanya. "Mereka menjarah?"

"Begitulah. Aku membiarkannya. Mereka bisa mengambil apa saja yang berharga. Kita masih memiliki banyak disini bahkan harta di ruang penyimpanan juga milik kita." Sahut Rhesh menjelaskan sementara Javas yang mendengarnya hanya menganggukkan kepala.

Jadi di ruang aula terdapat Rhesh, Javas, si kembar Damon dan Bal, Ruben, dan empat lainnya yang tidak pernah memberitahu indentitas asli mereka dan Rhesh pun tidak pernah keberatan akan hal itu selagi mereka memiliki tujuan yang sama.

Merasakan sakit yang menjalar di bagian kakinya, dahi Angelina berkerut. Kepalanya terasa sangat pusing, penglihatannya kabur, dan telinganya seperti mendengar suara-suara banyak orang mengobrol tetapi sangat lambat dan menggema.

The Tyrant Betrayed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang