29. Morrow

11.8K 1.4K 517
                                    

"Kai, mau kemana?" Tiora menegur dan menanyakan putranya yang berjalan melengos melewatinya begitu saja di jam sarapan.

Win yang duduk tak jauh dari Tiora juga melempar tatapannya ke punggung Kai dan memasang wajah bingung. "Ada apa Kai? Kau diam sejak semalam juga melewatkan makan malam."

Kai berhenti begitu namanya dipanggil oleh Tiora meski tak langsung menoleh ke belakang. Sepasang tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.

"Mengapa tak ibu saja yang tanyakan langsung pada ayah?"

Mendengar jawaban putranya, Tiora bingung lalu menjatuhkan pandangan pada sang suami. "Kalian bertengkar kemarin? Runeta juga tidak pulang."

"Dia tidak akan ke sini lagi." Jawab Kai tegas.

"Lho?" Tiora semakin dibuat kebingungan. "Dia pergi tanpa pamit? Begitu saja?"

Tanpa menjawab pertanyaan Tiora, Kai berbalik. Ditatapnya Win dengan penuh kekecewaan. "Tanya pada ayah, mengapa dia tega membuat seorang wanita gagal menjadi ibu dan membuat seorang ibu gagal mendampingi anaknya sampai dewasa. Tanyakan padanya, Bu. Tanyakan pada suamimu."

"Aku tidak mengerti ini," Tiora berulang Ki menatap Kai dan Win, mencoba menemukan jawaban dari wajah keduanya. "Apa yang terjadi? Ada apa?" Tanyanya pada sang suami yang hanya diam sebelum akhirnya menghela nafas.

"Katakan saja, Nak, apa maumu sekarang?" Mengabaikan pertanyaan Tiora, Win malah bertanya pada Kai.

Putra sulungnya itu lalu dengan lantang menjawab. "Aku akan pergi. Aku tidak ingin tinggal dalam keluarga ini lagi."

"A-apa??" Tiora terkejut bukan main mendengar pernyataan putranya.

"Maka pergilah." Sahut Win mengizinkan.

"Apa-apaan ini?" Tiora jelas tidak setuju dengan keputusan keduanya, namun saat akan menghampiri Kai berniat meraihnya, Win malah merangkul Tiora erat seakan mencegah wanita itu mencegah keputusan Kai.

"Aku tidak mengerti. Mengapa? Lepaskan aku! Putramu akan pergi dan kau membiarkannya!?"

"Biarkan saja dia." Dengan wajah datar Win menanggapi ucapan Tiora tanpa menatap wanita itu. "Biarkan dia pergi, Tiora."

"Kai! Setidaknya jelaskan padaku apa yang terjadi!" Tuntut Tiora dalam pekikan namun Win sendiri memilih untuk tetap diam dan memandang punggung Kai yang semakin lama semakin menjauh.

"Putraku telah diambil dariku sebagai bentuk penebusan dosaku di masalalu." Win hanya bisa menjawab dengan kalimat tersebut, enggan untuk menjelaskan. "Biarkan dia pergi. Baik kau dan aku, tidak ada yang berhak melarangnya."

Mendengar keputusan final sang suami, Tiora meraung-raung dalam tangisan. Wanita itu berusaha membebaskan diri dari kukungan tangan besar Win namun gagal sebab malahan dirinya dipeluk semakin erat seiring kepergian Kai.

Sementara Kai sama sekali tidak ragu dalam melangkah, begitu meninggalkan rumah kepalanya sedikitpun tak berniat untuk menoleh ke belakang meski telinganya dipenuhi isak tangis sang ibu.

"Ibumu menangis." Runeta yang menunggu tak jauh dari rumah Kai menyambut dengan kalimat itu. "Aku tidak memintamu melakukan hal ini."

"Ini keinginanku, aku adalah putra pertama di keluargaku. Aku sangat berharga. Jika aku pergi, itu akan sangat menyakitkan bagi mereka jadi aku pergi." Jawab Kai dengan tatapan lurus ke depan lalu menoleh ke arah Runeta, sedikit menunduk untuk melihat wajah gadis itu. "Kemana pun kau pergi, aku akan ikut. Aku menyerahkan seluruh jiwa dan ragaku sebagai penebusan dosa ayahku."

"Baiklah," Runeta menggembungkan pipi lalu menghela nafas kasar. "Kau sangat memaksa jadi kuterima."

Kai mengangguk. "Aku juga akan menjagamu sampai sisa nafas terakhirku."

The Tyrant Betrayed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang