23. No one's own

14.6K 1.4K 431
                                    






Pernahkah sedikitnya sekali dalam seumur hidup kau merasa ingin mati saja tapi tak kunjung mati?

Lalu pernahkah kau melihat seseorang dengan harapan hidup tinggi malah menjadi salah satu dari orang yang mati?

Itulah yang Runeta rasakan saat ini. Secuill pun tak ada keinginan hidup dalam dirinya. Sudah dua hari dia menatap jasad Rhesh yang berada tepat di depan matanya, tertancap di ranting pohon yang berada diatasnya.

Untuk menggerakkan satu ujung jarinya saja, Runeta harus merasakan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Karena itu, Runeta tidak mencoba untuk melakukan apa-apa.

Dia juga tidak mencoba turun walau jarak dari batu tebing tempatnya berada dengan dasar tebing tidak terlalu jauh.

"Lucu sekali." Gumamnya tersenyum dengan bibir pecah-pecah dipenuhi bercak darah kering. "Saat aku ingin hidup, kau membunuhku dan membawaku ke tempat ini lalu saat aku ingin mati dengan tidak melakukan apa-apa, kau membuatku bertahan. Apa ini sebuah kesempatan yang seimbang?" Tanyanya pada langit diatas sana, mungkin seseorang bisa mendengar atau setidaknya seseorang harus tahu seberapa muaknya ia dengan semua ini.

Langit mulai redup menandakan petang segera datang bersama dengan burung-burung pemakai bangkai yang terbang disekitar jasad Rhesh lalu turun mendarat dipunggung pria itu. Mulai mematuk-matuk daging dari jasadnya.

Runeta memejamkan mata saat hujan mulai turun. Rintiknya bertubi menghujam seluruh tubuh, menambah sensasi perih pada luka terbuka yang dimilikinya hampir dari atas kepala sampai bawah kaki.

"Ayah! Ayah! Apa itu!?" Seorang anak laki-laki berseru dari bawah sana, Runeta bisa mendengarnya jelas dan buru-buru menutup mata seolah dirinya sudah mati.

"Shou, ayo." Pria parubaya yang berada tak jauh dari anak laki-laki itu menyahut tanpa menoleh ke arah yang ditunjuk. "Hujan semakin deras, kita harus pulang."

Shou menoleh pada sang ayah lalu menarik pergelangan tangannya dan memaksa ayahnya itu melihat ke arah yang ia tunjuk. "Ayah, ada seseorang diatas batu itu!"

Pria itu menghela nafas lalu mendongak ke arah yang ditunjuk putranya, menyipitkan matanya yang sudah cukup rabun lalu menganga saat mendapati ucapan putranya ternyata benar. Ada dua orang!

"Shou, panggil kakakmu cepat!"

Shou mengangguk. "Baik, ayah!" Lalu dia berlari menuju sang kakak yang masih berada di dalam hutan tak jauh dari tempat mereka mengumpulkan kayu bakar tadi.

Sementara pria itu, ayah dari Shou, berusaha untuk menggapai batu tempat dimana ia melihat seorang tertancap dahan pohon dan seorang lagi terbaring di bawahnya.

Dengan hati-hati dia memanjat dan memijat batu-batu timbul guna mencapai batu besar tersebut lalu dengan hati-hati membawa dirinya ke atas kemudian mengusir burung-burung bangkai yang masih mematuki jasad Rhesh.

"Syuhhh! Syuhh!" Serunya. "Pergi sana burung jelek!"

"Ayah!"

Pria itu menoleh ke bawah, mendapati putra keduanya datang membawa si sulung lalu dengan cepat melambaikan tangannya mengode agar putranya itu menyusul ke atas untuk membantunya menurunkan jasad pria yang tersangkut lebih dahulu sementara ia beralih memeriksa seorang gadis yang terbaring.

"Dia masih hidup." Gumam pria itu saat menekankan dua jarinya pada pergelangan tangan Runeta, memeriksa denyut nadinya.

Saat pria itu akan mengangkatnya, Runeta membuka mata dan menepis tangannya sembari menggelengkan kepala lalu menghindar dari tatapan penuh tanya yang disorotkan padanya.

The Tyrant Betrayed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang