41. Evil

17.3K 1.4K 288
                                        

"Bola mataku?" Cassian bertanya sekali lagi untuk memastikan kalau telinganya tidak salah dengar.

"Ya," gadis itu membenarkan bersama anggukan penuh. "Kalau tidak bisa tidak apa-apa."

Tak ada tanggapan lagi setelahnya, cukup lama hening menyelimuti keduanya sampai Runeta menghela nafas dan bilang. "Aku harus pergi sekarang."

"Tunggu!" Seru Cassian mencegah.

"Tunggu dulu," katanya dengan nada agak panik dan ekspresi tidak rileks di wajah. "Beri aku sedikit waktu."

Mendengar ucapan itu, Runeta kembali berdiri di tempat sebelumnya dan menunggu sesuai dengan yang Cassian minta agar diberi sedikit waktu. Entah untuk berpikir atau untuk apa, Runeta kurang tahu. Saat ini yang ada dalam pikirannya ialah keinginan untuk melihat langkah apa yang selanjutnya akan diambil oleh Cassian antara English or Spanish, eh--maksudnya Ya atau Tidak.

Setelah merasa waktu yang diberikannya cukup lama, Runeta kembali berujar. "Sudah? Jika belum aku akan pergi."

"Tidak, tunggu. Maksudku sudah. Aku sudah memikirkannya dan mengambil keputusan." Sahut Cassian pelan.

"Lantas apa keputusan yang kau ambil?"

"Aku akan memberikannya." Ucap Cassian menjawab pertanyaan Runeta dan membuat gadis itu sendiri merasa agak speechless mendengarnya.

"Kapan?" Berusaha untuk menahan diri agar tak bertanya mengapa Cassian sampai melakukan itu, Runeta memilih bersikap dingin.

"Sekarang juga." Cassian menjawab pertanyaan gadis itu sambil mengeluarkan pisau kecil yang selalu dibawanya dalam saku. "Kau akan melihatnya, bahwa aku bersungguh-sungguh."

"Belum sampai kau benar-benar memberikannya." Sahut Runeta sembari menggenggam erat tangannya dibalik punggung.

Cassian mengangguk pelan, ia mengerti presentase kepercayaan Runeta terhadapnya sekarang nol maka dari itu Cassian berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkannya meski sendirinya pun tahu tidak akan segampang itu.

"Aku minta maaf, Ru." Ujar Cassian sesaat sebelum menekankan bagian tajam dari pisaunya ke mata kanan lalu menusuknya dengan gerakan mencongkel.

Melihat adegan brutal sedang terjadi di depan mata, anehnya Runeta sama sekali tidak merasa ngilu. Malahan dia ingin menyaksikannya sampai selesai dan sadar kalau sifat itu bukanlah sifat murninya. Sifat itu muncul tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan melihat bagaimana Cassian mencongkel bola mata kanannya keluar dengan susah payah sampai kedua tangan dan pakaiannya berlumuran darah... Runeta merasa agak lega karena pria itu tidak curiga padanya bahkan melakukan apa yang ia minta begitu saja.

Seolah tanpa merasakan sakit dari bagian mata kanannya yang bolong, Cassian mengulurkan telapak tangan berisikan bola mata ke arah Runeta sambil tersenyum seolah merasa bangga atas dirinya sendiri usai berhasil memenuhi tuntutan gadis itu agar dimaafkan.

"Apakah sekarang kau memaafkanku, Ru?"

"Apa-apaan ini!?" Seru Eugene menyasar pertanyaan pada Cassian sebab ia merasa perbincangan Runeta dengan pria itu terlalu lama dan ketika dihampiri, situasinya sangat tidak tertebak sama sekali.

Eugene melihat kengerian Cassian yang berlumuran darah disebagian wajah tersenyum sambil mengulurkan sebuah bola mata ke arah Runeta.

"Kau gila!?" Tuding Eugene lalu dengan cepat merangkul Runeta dan membawa gadis itu menjauh dari Cassian.

"Apa yang terjadi?" Sambil ditanyainya gadis itu ketika mereka menjauh meninggalkan Cassian seorang diri di tepi danau. "Itu sungguh... bola mata?"

"Dia mendesakku memaafkannya jadi, kuminta padanya... untuk berikan bola mata yang sebelah kanan. Aku tidak tahu dia akan melakukan itu sungguhan." Runeta menjawab lalu tanpa disadari sudut bibirnya terangkat membentuk lengkukkan senyum kecil.

The Tyrant Betrayed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang