12 | However

20K 1.9K 178
                                    

"Aku tak sengaja merobek perutku saat berdiri di dekat balkon, itu robek terkena semacam kawat."


Runeta mengingat penjelasan yang ia berikan pada Cassian semalam meski pemuda itu tidak bertanya sama sekali lalu pergi di pagi-pagi buta, sepertinya kembali ke perbatasan sebab kehadirannya ke Istana tidak diketahui oleh siapapun selain Runeta dan Cassian itu sendiri.

"Aku tak mempermasalahkan orang itu yang sama sekali tidak bereaksi sedikit pun." Ucap Runeta pada dirinya sendiri mengingat ia tidak boleh asal bicara sebab tak tahu siapa-siapa saja yang berpihak padanya atau malahan tak ada seorang pun.

Namun pagi ini tiba-tiba Leon mendatanginya dengan wajah masam tak seperti biasanya. Biasanya pemuda itu memasang wajah dengan ekspresi menjengkelkan sampai membuat Runeta ingin melayangkan tinju ke sana.

Merasa terganggu, Runeta menembak Leon dengan pertanyaan. "Kenapa?"

"Apa?" Sahutan ketus diberikan Leon sebagai tanggapan. "Ibu tak memberitahumu?"

"Ibumu?"

"Ibu siapa lagi?"

Dahi Runeta berkerut. "Dia bilang apa memangnya?"

"Ratu Christa meninggal."

"Apa!?" Kedua mata Runeta membulat seketika, wajahnya berubah dari jengkel menjadi kaget. "Kapan itu terjadi?"

"Semalam." Jawab Leon dengan nada ketus. "Kupikir ibu sudah memberitahumu. Jam sepuluh nanti pemakaman Ratu Christa dilakukan, bersiaplah."

"Tetapi, kenapa?"

"Tabib bilang jantungnya berhenti mendadak."

Dikatakan dalam buku memang benar Ratu Christa meninggal karena penyakit jantungnya. Penghentian detak jantung secara mendadak, beliau meninggal karena itu. Hanya saja Runeta tidak tahu timeline tepatnya sehingga wajar apabila ia terkejut seperti sekarang.

"Aku akan bersiap." Runeta mengangguk setelah itu, ia bersiap untuk berbalik guna melangkah cepat menuju kamarnya akan tetapi Leon menahan lengannya.

Lelaki itu berkata. "Dan sembunyikan bekas-bekas kemerahan itu dengan benar, aku tahu Cassian datang."

Lalu dilepaskannya lengan Runeta sesaat sebelum berlalu meninggalkan gadis itu sendiri di lorong tanpa mengatakan apapun lagi dan terlihat Runeta segera mencari cermin disekitarnya untuk melihat seberapa banyak bercak yang tertinggal di lehernya.

Menyadari ada lebih dari tiga bekas kemerahan, Runeta segera menutupinya dengan telapak tangan dan berjalan cepat menuju ke kamar sembari meringis sesekali karena merasa agak ngilu pada area khusus diantara kedua kaki. Mungkin efek karena sudah lama sekali tidak melakukannya, ia masih belum benar-benar terbiasa.

Sesampainya di kamar, Runeta segera bersiap mengganti pakaiannya dengan gaun berwarna hitam dibantu oleh Yuan. Tak lupa Runeta juga melapisi lehernya dengan bedak yang cukup tebal sehingga bekas kemerahan semalam tersamarkan secara sempurna.

"Saya turut berduka atas kematian Ratu Christa." Ucap Yuan memecah keheningan. "Semoga beliau sudah tidak merasakan sakit lagi sekarang. Meski tidak pernah melayaninya secara langsung, saya mendengar kalau beliau sangat murah hati."

"Orang baik terkadang memiliki umur pendek." Sahut Runeta mengingat dirinya sendiri pun cukup baik terhadap orang lain di kehidupan sebelum ini. "Tuhan lebih menyayangi mereka."

"Tapi, memang benar sih." Yuan mengangguk-angguk. "Selir Raja masih hidup tanpa pernah mengalami sakit berat padahal usianya lebih tua dari mendiang Ratu."

"Pftt... kau bisa kena masalah jika ada orang lain yang dengar." Kekeh Runeta geli.

"Hehe..." Membalas dengan kekehan serupa, Yuan lalu tersenyum puas menatap pantulan dirinya dan Runeta di cermin yang berada tepat di depannya. "Rambut anda sudah selesai di kepang."

The Tyrant Betrayed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang