3 : Pasar

85 18 0
                                    

"Apa?!" Joohee segera menutup mulutnya setelah mendengar penjelasan dari Jina. Masalahnya, gadis itu tiba-tiba membawa seorang pria dan mengatakan akan menikahinya. Padahal, sebentar lagi adalah hari pernikahannya dengan putra mahkota. "Agassi, apa yang kau lakukan?"

"Kau mau menggantikanku 'kan?"

Joohee memukul pelan dahinya. Bagaimana bisa Jina dengan enteng memintanya untuk menggantikan dirinya? Ini bukan hal sesepele menggantikan Jina di tempat belajar. Ini pernikahan dan calon mempelai prianya adalah putra mahkota. "Tidak bisa."

"Wae ...?" Jina mulai merajuk kemudian melirik pria yang kini berseragam khas militer kerajaan di sampingnya. "Kau akan membiarkanku menikah dengan pria yang payah?"

"Jina, ini bukan hal yang bisa kau anggap main-main. Bagaimana jika kita berdua dihukum mati karena mempermainkan keluarga kerajaan?" Joohee mengatakannya dengan sangat hati-hati. Bahkan, dia menutup jendela kamar Jina agar tak ada yang tahu soal Jina yang membawa pria itu ke sana. "Demi keselamatan kau, aku, juga keluargamu. Kumohon kau harus menuruti apa yang diminta tuan Ko."

Jina berdecak dan melepas genggaman tangan Joohee. "Tidak mau. Aku tidak ingin menikah dengan pria yang payah. Ayah juga tidak ingin mendengarkan penolakanku dan malah semakin mempercepat pernikahannya."

Joohee terdiam untuk memikirkan jalan keluar apa yang bisa dia tawarkan. Jalan keluar yang tentu bisa membuat Jina senang serta tak membuat keluarga Ko dalam masalah. Dia heran mengapa Jina sangat menolak putra mahkota di saat hampir seluruh gadis negeri ini ingin menjadi calon ratu Bitae di kemudian hari. Memang ada yang salah dengan pikiran nonanya.

"Jina-ya ... Kau sudah tidur?"

Mereka bertiga segera membulatkan mata bersama kala mendengar suara nyonya Ko. Dengan segera Joohee meminta pria itu bersembunyi di balik sekat lipat yang ada di kamar Jina. Sementara Jina diminta untuk berbaring di alas tidurnya. Setelah memastikan segalanya aman, Joohee segera melangkah menuju pintu dan membukanya perlahan.

"Jina sudah tidur?"

Joohee tersenyum kemudian mengangguk. "Dia baru saja tidur. Apa aku harus membangunkannya?"

"Tidak tidak tidak. Tidak perlu," jawab wanita dengan balutan hanbok berwarna kuning itu. Dia kemudian tersenyum, menatap kamar putrinya yang sudah gelap. Padahal dia ingin berbincang dengan putrinya setidaknya sebelum Jina melangkah keluar dari rumah dan tinggal di istana.

Sebenarnya bukan hal mudah bagi nyonya Ko setuju dengan lamaran yang dibawa suaminya untuk puteri mereka. Baginya, istana bukan tempat yang aman. Akan selalu ada ancaman di dalamnya. Dia tak mau jika puterinya harus menghadapi banyak kesulitan. Apalagi, baru-baru ini putra mahkota tiada. Dia takut ada seseorang yang mengincar puterinya juga.

"Ada yang mengganggu pikiran nyonya?"

"A-ah ... Aku hanya sedikit terbawa perasaan. Kau mau menemaniku minum teh?" tanya nyonya Ko setelah menyeka air matanya. Dia kemudian melangkah, diikuti Joohee di sampingnya. "Joohee-ya, setelah Jina menikah aku akan mencarikan calon suami untukmu."

Nyonya Ko tersenyum saat Joohee menghentikan langkah dan menatapnya terkejut. "Kenapa? Kau juga putriku."

"T-tidak perlu."

"Aku akan lebih tenang jika ada seseorang yang bisa melindungimu. Aku akan bicara pada suamiku untuk mengurus soal mengangkat dirimu sebagai puteri keluarga Ko," jelas nyonya Ko sambil mengusap pucuk kepala Joohee. Baginya, Joohee memang sudah seperti puterinya sendiri. Apalagi dia juga merawat Joohee dari usianya 6 tahun. Dia sudah mencoba membujuk suaminya untuk mengangkat Joohee menjadi puteri mereka. Namun, Joohee malah berakhir menjadi pelayan dari puteri mereka. Dia harap kali ini dia bisa berhasil membujuk suaminya.

Shadow Of Bitae✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang