21 : Giok Kehidupan

49 10 0
                                    

Joohee mengedarkan pandangan. Hal yang ditangkap netranya benar-benar tak asing, membuat Joohee memilih untuk melangkah masuk ke kediaman tersebut. Senyumnya kemudian merekah kala mendapati hal-hal yang ditangkap netranya adalah hal yang paling dia rindukan. Yap! Keluarganya.

Joohee mencubit tangannya, mencoba memastikan semua ini bukanlah mimpinya. Hingga kemudian senyum itu makin lebar saat dirinya bisa merasakan dengan jelas cubitan di tangannya.

"Ibu, ayah." Joohee segera berlari, memeluk orang tuanya yang masih berbalut pakaian khas jenderal. Dia benar-benar menatap mereka dengan dalam hingga sang ayah gemas ingin menggodanya.

"Joohee, ayah rasa kau pasti menangis sekarang," terka sang ayah meski matanya tertutup kain putih. Tuan Ae memang tak bisa melihat setelah sebuah insiden yang bahkan tak bisa dijelaskan penyebabnya. Tiba-tiba darah terus mengalir dari matanya hingga penglihatannya perlahan menghilang. Meski begitu, tuan Ae sangat sering turun ke medan perang dan melumpuhkan lawannya meski tanpa penglihatannya.

"Aku ... Aku tidak menangis." Joohee tersenyum sambil menyeka air matanya, membuat sang ibu tersenyum serta mencubit pipinya.

"Sudah sudah. Bukankah kita ingin merayakan ulang tahun Joohee?"

"Ulang tahun?" Joohee mencoba menghitung kemudian membuat sang ayah menyentuh pucuk kepalanya.

"Kau lupa soal hari ulang tahunmu?"

"Terlalu banyak yang terjadi sampai aku melupakannya. Kalau begitu, ayo. Kita rayakan." Joohee menggenggam tangan ibu serta ayahnya kemudian melangkah dengan senang menuju paviliun dekat kamarnya. Di sana sudah tersaji beragam makanan yang sangat disukai Joohee termasuk kue kacang. Satu hal yang lebih membuat Joohee bahagia adalah sang kakak juga ada di sana.

"Kau pasti memimpikan hal buruk lagi?" tanya Heejun saat sang adik tiba-tiba memeluknya sambil menangis. "Biasanya kau tidak akan memelukku dengan mudah."

"Apa aku tidak boleh memelukku bahkan di hari ulang tahunku?"

"Joohee, simpan air matamu itu. Kau pasti akan membutuhkannya nanti. Hari ini adalah hari yang bahagia, jadi berhentilah menangis," ujar sang ibu sambil menyeka air mata Joohee. Joohee juga sebenarnya tak ingin terus larut dalam bayangan mengerikan yang dia lihat malam itu saat sang ayah, ibu, juga kakaknya tewas. Namun, dia akan melupakannya dan menganggapnya sebagai mimpi buruk karena saat ini semuanya sudah kembali seperti seharusnya.

"Ah ya, mana hadiahku?"

Heejun tersenyum kemudian memberikan sebuah kotak pada sang adik. "Jangan lupa pakai tusuk rambut itu saat kau menikah."

Joohee berdecih kemudian kembali menutup kotak tersebut. "Siapa yang akan menikah? Aku ingin terus bersama kalian."

Joohee menoleh ke arah sang ayah yang kini menyesap secangkir teh. "Ayah, jadi apa hadiahku kali ini?"

Tuan Ae tersenyum kemudian meletakkan cangkirnya. Dia lantas menyatukan kedua tangannya dan menjauhkannya perlahan hingga sebuah bola dengan cahaya emas di tangannya muncul. "Giok kehidupan."

"Giok kehidupan?"

"Ayah percaya kau bisa menjaganya seperti kami bertiga. Kelak ... Giok ini juga yang akan menjagamu. Asalkan gioknya tidak rusak, kau akan selalu aman," jelas tuan Ae sambil meletakkan giok itu di atas tangan Joohee. Selanjutnya, dia menuntun Joohee untuk meletakkan tangannya ke dada dan membuat giok itu masuk ke tubuhnya.

Joohee terdiam, kemudian memegangi dadanya saat napasnya terasa makin sesak. Bahkan, dia sampai memukul-mukul dadanya dengan kepalan tangan agar bisa kembali bernapas. Namun, hasilnya tetap sama. Napasnya masih tak teratur dan malah semakin sesak.

Shadow Of Bitae✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang