34 : Petunjuk

56 8 14
                                    

Jina menghentikan langkah saat Yuan tiba-tiba memuntahkan darah. "Apa kau baik-baik saja?" Dia kemudian memapah Yuan untuk duduk di bawah pohon. Dia mengedarkan pandangan. Sialnya, hanya ada kegelapan yang bisa dia lihat karena mereka masih berada di hutan.

"Sudah kubilang ... Lebih baik ... Kau ... Menyelamatkan diri."

Jina membongkar isi tasnya, mencoba mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk membantu Yuan. Namun, tak ada satu pun hal yang bisa dia gunakan. Dia juga tak punya kemampuan mengobati. Lalu apa yang harus dia lakukan sekarang? "Kau tau sesuatu yang bisa membantumu? Aku akan mencarinya."

Yuan tersenyum kemudian menggeleng. "Meski kau mencarinya ke ujung dunia, penawarnya tidak akan ditemukan."

"Maksudnya?"

Yuan meraih tasnya, mengambil wadah obat kemudian meminum. Hanya tersisa sedikit dan obat itu hanya bisa mengendalikan racunnya untuk sesaat. "Penawarnya hanya dua. Di tangan seseorang yang memberikanku racun juga giok kehidupan."

"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Lebih baik kita mencari tempat bersembunyi yang lebih aman. Mereka sepertinya akan terus mengejar kita."

***

"Apa giok itu benar-benar ada pada Joohee?" Menteri Ko menatap Joohee dalam waktu yang cukup lama, mencoba mencari keberadaan giok tersebut. Namun, dia hanya merasakan tenaga dalam murni yang mengalir dalam tubuh gadis itu.

Joohee tersenyum kemudian memberi salam. Di lingkungan istana tentu saja dirinya harus berperan sebaik mungkin sebagai Jina. Apalagi, sebelum tuan Ko sendiri yang memintanya untuk benar-benar menjadi Jina.

"Ayah?"

Menteri Ko yang sejak tadi melamun memikirkan soal giok kehidupan asli, segera tersadar. Tanpa mengatakan apa-apa, dia melangkah melewati Joohee begitu saja. Bahkan, perlakuannya juga cukup dingin.

"Aku perlu memikirkan cara untuk membuktikannya," batin menteri Ko sambil terus melangkah tanpa menoleh ke belakang, menyisakan Joohee yang masih berdiri di sana dengan hati yang sedih. Bagaimana tidak? Sebelumnya menteri Ko sendiri yang memintanya untuk benar-benar jadi Jina. Namun, dia lupa sampai kapan pun dia bukanlah Jina di mata menteri Ko.

Joohee melirik sebelum kemudian melakukan salto saat seseorang hampir menyerangnya dengan tenaga dalam. Beruntung dia masih bisa bergerak cepat. Jika tidak, dia mungkin akan terluka.

"Kau?"

Jungkook tersenyum kemudian melemparkan sebuah wadah berisi obat yang dia racik. "Berikan pada Sori. Meski tidak akan menghilangkan racun itu sepenuhnya, obat itu bisa sedikit meredakan racun di tubuh Sori."

Bukannya berterima kasih, Joohee memutar malas matanya. "Apa kau tahu nyawaku bisa saja terancam?"

"Aku tidak akan pernah berani menyakitimu. Aku tadi hanya bercanda sekaligus menguji kemampuan bela dirimu. Mau bagaimana pun, kau adalah muridku," ujar pria berbalut pakaian berwarna merah itu. Dia sama sekali tak memakai jubah resmi, membuat Joohee mulai berpikir pria itu baru kembali dari luar istana.

"Aku menemui seseorang untuk menanyakan lebih lanjut soal racun itu. Hasilnya ... Aku mendapatkan resep yang sekarang ada di tanganmu," jelas Jungkook setelah membaca apa yang mungkin ada dalam pikiran Joohee saat ini. "Kau tidak akan mengatakan apa pun?"

"Terima kasih. Aku sedang buru-buru." Joohee meletakkan wadah obat itu ke pakaiannya kemudian melangkah. Namun, dirinya kemudian berbalik. "Apa ... Kau lupa soal yang kau katakan saat mabuk?"

"Aku mengatakan sesuatu?"

Joohee berdecak kemudian mempercepat langkahnya. Padahal, awalnya dia dengan senang hati menghadiri perjamuan bersama wanita di istana karena berpikir mungkin itu bisa membantu Jungkook. Selain karena pria itu sudah menyelamatkannya dan selalu memberikan obat penawar racun untuknya juga Sori, dia melakukannya karena Jungkook menyatakan perasaannya. Ternyata pria itu malah tak mengingatnya. Menyebalkan, bukan?

Shadow Of Bitae✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang