30 : Kejadian Yang Sebenarnya

49 9 5
                                    

Yuan melempar 2 bola yang kemudian menimbulkan asap kemudian menggenggam tangan Jina dan berpindah ke tempat lain dengan teknik meringankan tubuh yang dimilikinya. Dia sudah sangat sadar sejak tadi ada yang mengikutinya. Itu sebabnya, dia terus berjalan ke tempat sepi sebelum membuat jebakan.

"Bahkan mereka sampai mengejarku kemari?" gumam Yuan dalam hatinya. Padahal pergi lebih jauh membuatnya berpikir mungkin orang-orang yang ingin membunuhnya takkan datang. Ternyata yang dia pikirkan salah. Sejauh apa pun dirinya pergi, dia akan tetap dikejar sebelum benar-benar dikuburkan.

"Jika kau berpikir untuk meninggalkanku, lebih baik bunuh aku." Seakan tahu apa yang sedang dipikirkan Yuan, Jina memilih untuk bicara blak-blakan. Dirinya bukan tipe gadis yang penuh kode. Jika dirinya menginginkan sesuatu, maka dia akan dengan cepat mengatakannya.

"Tapi ...."

"Itu sebabnya, ajari aku sedikit ilmu bela diri agar aku bisa melindungimu juga," ujar Jina diiringi senyum. "Ayo, karena kita telanjur melarikan diri ke penginapan ini, lebih baik kita menginap untuk semalam."

Yuan mengembuskan napas kemudian mengikuti langkah Jina. Entah apa yang harus dia lakukan untuk membuat orang-orang berhenti mengejarnya. Bukan hal sulit memang bagi dirinya menggunakan bayangan diri. Namun, karena bersama Jina, dia akan lebih kesulitan membuat bayangan Jina karena akan terlalu menguras energi yang dia punya. Bisa-bisa, dia mati sungguhan karena energi tubuhnya habis.

"Hanya giok kehidupan yang bisa membantuku," gumam Yuan dalam hatinya.







Selir Hwang tersenyum menatap sebuah kotak yang diberikan menteri Ko. "Ini ... Giok kehidupan yang sesungguhnya? Bukankah kau sudah memberikannya pada Jungkook sebagai hadiah pernikahan?"

"Aku tidak mungkin sembarangan memberikan benda ajaib itu," jelas menteri Ko diakhiri senyum. Artefak itu memang menjadi incaran banyak orang karena khasiatnya. Namun, setelah keluarga Ae dibantai karena dianggap berkhianat, tak ada lagi yang mengetahui keberadaannya.

Selir Hwang tersenyum, menatap kilau emas yang dia lihat dari bola di dalam kotak tersebut. Meski tak ada yang pernah menggambarkan bentuk giok tersebut, namun dia bisa dengan jelas merasakan kekuatan ajaib benda tersebut.

"Kau hanya perlu merendamnya di air yang akan diminum Jungrim. Dengan begitu kekuatan dalam dirinya akan meningkat puluhan tahun," jelas menteri Ko kemudian meneguk teh hangat yang disajikan untuknya. "Ah ya, aku pamit dulu. Putriku ingin makan malam bersamaku."

Menteri Ko memberikan salam sambil memberi senyum. Namun, senyum tulus yang sebelumnya dia berikan, berubah menjadi senyum licik kala dirinya berjalan di lorong menuju keluar. Dia tak menyangka, orang-orang akan tertipu dengan ucapannya soal giok kehidupan. Bola dalam kotak itu hanyalah bola yang dia isi dengan sedikit ilmu sihir. Jangankan orang lain. Dirinya saja tak pernah melihat secara langsung bagaimana bentuk giok kehidupan yang juga menjadi incarannya.

"Sebenarnya di mana mereka menyembunyikan giok itu? Apa ada pada Joohee? Atau ... Ada di jasad salah satu dari mereka?" gumam menteri Ko dalam hatinya. Dia sudah menggeledah semua catatan keluarga Ae bahkan gudangnya. Namun, dia sama sekali tak menemukannya. "Sia-sia saja aku membantai mereka. Aku tetap tidak dapat apa-apa," batinnya lagi.

***

Inhwa, 10 tahun silam

Suasana hangat terasa di kediaman keluarga Ae. Setelah pulang membawa kemenangan, tentu rumah tersebut ramai. Apalagi, hari ini bertepatan dengan ulang tahun putri kecil mereka.

"Joohee, jangan berlari. Kau bisa jatuh nanti." Seorang pria berusia terpaut 3 tahun dengan Joohee itu hanya bisa menghela napas sebelum kemudian kembali mengejar sang adik. Mereka sempat terpisah karena Heejun ikut bersama orang tuanya untuk berperang sementara dirinya tinggal di sana bersama sang bibi. Itu sebabnya, bermain dengan Heejun membuat Joohee lebih bersemangat.

"Dapat!"

"Curang. Kau menggunakan jurus untuk menangkap anak kecil sepertiku. Kau payah," protes Joohee yang tentu saja mengundang tawa dari Heejun. Sang kakak kemudian mencubit pipi adik kecilnya dan menuntunnya.

"Aku pasti akan mengajarimu nanti. Agar suatu hari, kau juga bisa melindungi Bitae seperti ayah juga ibu."

Sebagai keluarga militer, tentu membuat Joohee sudah terbiasa dengan pedang. Meski pedang yang dia miliki hanya pedang kayu yang ukurannya bahkan cukup kecil, dia sudah menguasai beberapa teknik pedang yang diajarkan oleh sang kakak. Mungkin beberapa tahun lagi gadis kecil itu bisa menguasai ilmu lainnya.

Pria paruh baya dengan kain di matanya, merendahkan tubuh. Dia tersenyum kemudian mengusap pucuk kepala putrinya. "Kakakmu benar. Tapi ... Ayah tidak berharap kau berurusan dengan negara. Cukup menjadi diri sendiri dan lakukan apa yang kau mau. Ayah dan kakakmu yang akan menjagamu."

Suara langkah beberapa orang membuat tuan Ae kembali berdiri. Acara yang seharusnya terasa membahagiakan, kini berubah mencekam kala pasukan berzirah berbaris di sana. Hal yang lebih mengejutkan adalah saat diumumkan bahwa keluarga Ae akan ditangkap atas tuduhan pengkhianatan.

"Pengkhianatan? Kami baru pulang dari peperangan agar daerah Hongseon tidak jatuh ke negara lain. Ini balasan kalian?" tanya tuan Ae dengan rasa marah. Tentu, hal ini membuat nyonya Ae segera membawa Joohee dan Heejun untuk masuk bersamanya.

"Apa ayah akan baik-baik saja?"

Nyonya Ae merendahkan tubuhnya, sejajar dengan Joohee kemudian mengangguk. Dia kemudian mengambil pedang dan meminta Ae bersaudara untuk bersembunyi. "Apa pun yang terjadi jangan keluar dari sini ya."

Nyonya Ae segera menghampiri suaminya yang kini masih berada di halaman depan, mencoba untuk membelanya sebab mereka berdua sama sekali tak berkhianat. Bagaimana bisa mereka dituduh sembarangan setelah memenangkan perang?

"Coba saja tangkap sebelum kalian mati." Kini pertarungan terjadi antara pasukan berzirah dengan pelayan juga anggota keluarga yang ada di kediaman keluarga Ae. Bahkan, suara deting peraduan pedang pun tak lagi terhindarkan.

Mendengar suara ini, tentu membuat Joohee berlari dari tempat persembunyiannya, membawa pedang kayunya hingga membuat Heejun harus ikut membawa belati.

"Ibu! Ibu!"

Suara itu tentu membuat nyonya Ae menoleh, membuat fokusnya segera teralih dan berakhir membiarkan pedang itu menancap di perutnya. Pemandangan ini tentu mengerikan bagi anak sekecil Joohee. Darah, bau amis, serta jenazah yang bergelatakan membuat Joohee tanpa ragu menghampiri sang ibu.

"Ibu ...." Joohee kini mulai menangis, berlari menghampiri sang ibu hingga kemudian pedang itu menancap di punggungnya. Tentu dengan segera Heejun berlari meski lawannya menggunakan pedang sementara dirinya hanya berbekal sebuah belati.

"Joohee?" Nyonya Ae menepuk-nepuk pipi Joohee saat putri kesayangannya itu memejamkan mata dengan darah yang masih menghiasi bibirnya. Tanpa berpikir panjang, dirinya menggunakan giok kehidupan yang selama ini bersamanya agar Joohee bisa kembali hidup. Namun, dia malah panik saat giok itu sama sekali tak keluar meski dirinya sudah memanggil. Seharusnya giok itu kini ada di tangannya.

"Ke mana perginya giok itu?" gumam nyonya Ae sambil kembali berusaha untuk mengeluarkannya. Namun, saat kali kedua dirinya mencoba, sebuah pedang berhasil menembus jantungnya.

***

"Ibu!" Dengan napas tersenggal, Joohee mengedarkan pandangannya. Ingatan yang biasanya masuk ke mimpinya, berbeda dengan yang dia lihat kali ini. Biasanya dia hanya akan melihat bagaimana saat terbangun, seluruh keluarganya sudah tewas mengenaskan. Namun, kali ini dia malah mendapati sebuah cerita yang cukup panjang. Bahkan, seakan dirinya sedang berdiri di sana secara langsung, melihat dirinya yang masih kecil menangis sambil memeluk sang ibu.

"Apa ingatan yang selama ini ada di pikiranku bukan kejadian yang sebenarnya?" gumam Joohee dalam hatinya. Kalaupun iya, mengapa bisa seperti itu?

*****

6 Aug 2024

Shadow Of Bitae✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang