16 : Ruang Rahasia

48 12 4
                                    

Serangan mendadak yang dia dapat dari Joohee, benar-benar membuatnya terkejut. Meski begitu, tubuhnya yang sudah sangat terbiasa, bisa dengan cepat menanggapi dan melawan setiap pukulan yang dia dapatkan. Namun, karena kondisi tubuhnya yang kurang baik, dia berakhir memuntahkan darah setelah terkena tenaga dalam yang Joohee keluarkan.

Joohee menatap tangannya heran sebab tingkatan tenaga dalam yang dia keluarkan, lebih besar dibanding yang biasanya dia keluarkan. Padahal, belakangan dirinya tak bisa berlatih karena berada di istana. Jangankan berlatih. Meditasi saja dia tak bisa karena sedang berpura-pura menjadi Jina yang hanya seorang putri keluarga bangsawan.

"Kau baik-baik saja?" Joohee segera menghampiri saat menyadari pria itu masih berlutut dengan darah yang masih mengotori dagunya.

"Sudah kubilang, bunuh aku setelah misiku selesai. Kau sangat tidak sabaran," ujar Jungkook sambil memegangi dadanya. Dia mencoba untuk mengatur napasnya agar energi dalam tubuhnya bisa kembali membaik. Dia tak menyangka ilmu bela diri Joohee bisa meningkat secara tiba-tiba seperti ini.

Rasa penyesalan terlihat jelas dari raut wajah gadis yang kini memapah Jungkook untuk duduk. Sebenarnya dia hanya berniat menjahili. Namun, kekuatan besar yang di luar kendalinya itu malah mengejutkan.

"Tanganmu tidak terluka 'kan?" Jungkook melihat kedua telapak tangan gadis itu kemudian mengembuskan napas lega saat tak mendapati setitik pun luka dari gadis itu.

"Aku akan panggilkan tabib."

Jungkook segera meraih tangan gadis itu agar tak pergi ke mana pun. "Tidak perlu. Itu hanya akan membuat satu istana heboh."

"Tapi ...."

"Nyawamu bisa dalam bahaya juga. Temani aku memulihkan tubuhku di sini." Jungkook segera duduk bersila kemudian memejamkan matanya. Tangannya kemudian mulai membuat lingkaran kecil dan jarinya mulai membentuk beberapa formasi hingga aliran energi kini terbentuk di tangannya. Sesekali Jungkook menahan ringisan saat mencoba mengobati sendiri lukanya.

Sembari menunggu, Joohee memilih untuk melihat-lihat apa saja yang ada di tempat rahasia Jungkook. Dia mulai tertarik dengan berbagai senjata yang ada di sana. Dari mulai pedang, belati, panah, hingga cambuk. Semua senjata yang ada di sana, benar-benar berbeda dari senjata biasa yang dia lihat. Ada semacam energi sihir di dalamnya.

"Menarik." Joohee menoleh ke belakang, memastikan pria itu masih fokus pada pemulihannya sebelum kemudian membuka pintu lemari itu dengan hati-hati. Dia bukannya ingin mencuri. Dia hanya ingin meminjamnya sebentar. Lagi pula, secara hukum dirinya adalah istri putra mahkota karena sudah melakukan ritual pernikahan meski memang tak lengkap.

Mendengar Joohee mencoba membuka lemarinya, tentu membuat Jungkook memutuskan untuk menghentikan pemulihan yang dia lakukan. Memang lukanya belum sembuh total. Namun, dia tak mungkin membiarkan Joohee menyentuh benda-benda magis miliknya. Apalagi tanpa kemampuan sihir dasar. Bisa-bisa Joohee terluka.

"Jangan sentuh apa pun." Jungkook kembali menutup lemari itu.

"Bukankah kau sendiri yang setuju untuk membentuk aliansi?"

"Bukan berarti kau boleh menyentuh benda apa pun yang ada di sini sesuka hati. Lebih baik kita bicarakan soal rencana yang kupunya," ujar Jungkook kemudian melangkah menuju tempat duduknya kembali, diikuti Joohee yang kini memasang wajah cemberut karena Jungkook sama sekali tak meminjamkan senjata magis itu.

"Jadi apa rencanamu?"

Jungkook meminta Joohee untuk lebih mendekat ke arahnya. Tentu, Joohee dengan segera menurutinya karena berpikir Jungkook akan mengatakannya dengan suara yang pelan. Namun, bukannya rencana yang dia dengar, Joohee malah mendapat sebuah senyuman dari pria itu. "Rahasia."

Joohee tertawa paksa mendengar lelucon yang dilemparkan pria itu. Sungguh, jika dirinya tak ingat Jungkook sedang terluka, dia akan langsung mengajak pria itu bertarung lagi. Dia masih punya rasa kemanusiaan dengan tak melakukan apa pun pada pria yang kini makin menyebalkan.

"Aku akan memulihkan tubuhku di kamarku. Aku akan menjelaskannya setelah aku benar-benar pulih."

"Apa dia sungguh-sungguh terluka?" gumam Joohee dalam hatinya. Dia melipat kedua tangannya, melangkah mengekori Jungkook untuk keluar dari ruang bawah tanah itu. "Kau benar-benar tak terduga. Kau ...."

Jungkook menghentikan langkah, mengulurkan sebelah tangannya serta meminta Joohee untuk tak bicara lagi. Dia kemudian meminta Joohee ikut dengannya, bersembunyi di balik rak saat menyadari ada orang yang mengintai mereka.

"Apa ...."

Jungkook menutup mulut Joohee kemudian menggeleng pelan agar Joohee tak mengatakan apa-apa lagi. Dia kemudian berbisik, "Ada orang lain di sini. Kau diam di sini. Biar aku yang memeriksanya."

"Kau belum pulih."

"Aku akan baik-baik saja." Jungkook melangkah perlahan sembari mengeluarkan belati yang tak pernah absen ada di pakaiannya. Meski pencahayaan di perpustakaannya tak begitu cerah karena keterbatasan lilin yang dipasang, matanya tetap waspada dengan telinga yang juga fokus mendengarkan setiap suara yang dia tangkap.

Jungkook menarik salah satu sudut bibirnya sebelum kemudian membungkuk kala pedang itu mengayun ke arahnya. Dengan lincah, dirinya menghindar dari serangan bertubi-tubi yang diberikan lawannya meski dirinya hanya bermodalkan belati yang ukurannya jauh lebih kecil dari pedang yang dimiliki musuhnya.

"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Jungkook saat berhasil membuat pedang lawannya jatuh dan belati yang ada di tangannya, kini sudah berada di leher lawan.

"Yang Mulia?"

Jungkook mengerutkan dahi saat mendengar suara seseorang yang tak asing untuknya. "Kyung? Apa yang kau lakukan?"

"Kupikir ada penyusup di sini. Maaf."

"Tidak apa-apa." Jungkook mengambilkan pedang yang barusan dia jatuhkan.

"Sepertinya yang terjadi kemarin memang hanya sebuah kebetulan. Atau ... Memang belum terjadi?" gumam Joohee dalam hatinya. Dia benar-benar bingung dengan teka-teki mimpinya. Sungguh, rasanya dia tak mau percaya. Namun, kejadian kemarin benar-benar membuatnya ingin percaya pada mimpinya.

"Kau ingin tidur di sini?" Pertanyaan tersebut tentu segera membuat lamunan Joohee terhenti. Gadis itu kemudian keluar dari persembunyiannya, membuat Kyung memberi salam.

"Bagaimana jika kejadiannya terjadi malam ini?" gumam Joohee dalam hatinya. Dia mencoba memutar otak agar punya alasan bisa bersama suaminya malam ini. Sebagai orang yang paling dekat dengan Jungkook, tentu Kyung bisa melakukannya kapan saja.

"Malam ini kau pulang lebih awal saja. Aku akan tidur di istana putri mahkota."

Joohee membulatkan mata mendengar keputusan dadakan itu. "Tapi kenapa?"

"Tidak boleh? Bukankah malam ini termasuk tanggal baik?" Jungkook tersenyum kemudian mendekatkan wajahnya. "Bukankah kita berdua harus melahirkan putra mahkota yang selanjutnya?"

Joohee tersenyum dengan terpaksa sebelum kemudian menghadiahkan sebuah tendangan pada tulang kering pria itu hingga Jungkook meringis dan melompat-lompat karena tendangan Joohee yang cukup kuat.

"Lancang!" Kyung berniat mengeluarkan pedangnya. Namun, dengan segera Jungkook mencegahnya dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Dia kemudian mengejar Joohee yang melangkah dengan begitu cepat.

"Jangan harap."

"Aku hanya tidak mungkin melakukan meditasi di kamarku," ujar Jungkook setengah berbisik. "Baiklah maafkan aku. Soal yang tadi, aku hanya bercanda."

"Aku sedang malas berdebat. Kau bisa tidur di mana pun. Aku tidak peduli." Joohee melanjutkan langkahnya. Diam-diam dirinya tersenyum sebab tak perlu berusaha untuk mencari alasan agar mereka berdua bersama malam ini. Mau mimpinya menjadi nyata atau tidak, setidaknya tetap siaga itu perlu.

*****

23 Jul 2024

Shadow Of Bitae✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang