29 : Umpan

62 8 11
                                    

Raja Sa mengerutkan dahi saat sang putra meletakkan pelat milik prajurit kerajaan dengan noda darah di sana dibanding meletakkan bidak caturnya. Dia kemudian meraihnya, menatap Jungkook dengan beragam pertanyaan mengenai alasan utama putranya tiba-tiba menunjukkan pelat tersebut.

"Aku tidak akan membeberkannya. Apa ayah ingin membunuhku diam-diam?"

Mendengar pertanyaan tersebut tentu membuat raja Sa terkejut. Bagaimana tidak? Dibanding pangeran lainnya, justru dirinya lebih sayang pada Jungkook. Untuk apa dia membunuh putranya sendiri? Apalagi secara diam-diam.

"Mana mungkin."

"Penyerang yang mencoba membunuhku memiliki pelat itu. Aku tidak akan mempermasalahkannya jika saat itu tak ada orang lain bersamaku." Jungkook kini meletakkan bidaknya dan membuat formasi sang ayah sedikit rusak. Dia kemudian menatap sang ayah dengan cukup berani. "Tapi ... Saat itu ada Jina bersamaku. Jadi, aku perlu mengatakan jika ingin membunuhku, mudah saja. Tidak perlu libatkan orang lain."

"Ada yang mencoba melakukan siasat adu domba," gumam raja Sa dalam hatinya. Dia masih menatap pelat itu, mencoba menebak siapa yang sampai dengan berani mengerahkan prajuritnya bahkan untuk membunuh sang putra?

"Apa ini jawabannya?" Jungkook terkekeh miris. Bahkan sang ayah tak bisa melindunginya sama sekali. Ternyata benar di dunia ini yang sangat menyayanginya hanya mendiang kakaknya.

Jungkook beranjak dari tempat duduknya. Permainan caturnya sudah tak lagi menyenangkan. Dari cara sang ayah diam, intuisinya mengatakan memang benar sang ayah yang mengerahkan para prajurit. Sekarang dia jadi berpikir perlu bukti kuat untuk mengungkap kejahatan para pejabat istana. Mempercayakannya pada sang ayah dengan memberikan bukti kecil yang dia punya, mungkin malah akan membuat kasus itu tak terselesaikan.

"Apa sudah selesai?" tanya Kasim Oh saat tuannya sudah melangkah keluar. Padahal biasanya, permainan catur itu akan berlangsung lama karena keduanya sama-sama hebat.

"Kali ini aku mengalahkannya dengan mudah," bohong Jungkook diakhiri senyum. "Eh? Kenapa kau malah tertawa?"

"Maaf, tapi ... Kau saja belum bisa mengalahkanku," ujar Kyung yang kemudian membuat Jungkook membulatkan mata dan buru-buru menutup mulut pria yang kini tertawa. Bak sepasang anak kecil, kini keduanya malah berlarian dan saling kejar karena Jungkook yang tak terima dengan pengakuan jujur dari sang pengawal pribadi.

Jungkook menghentikan larinya saat tiba-tiba merasa telunjuknya sakit. Dahinya kemudian berkerut kala mendapati satu titik luka yang mengeluarkan darah dari telunjuknya seperti baru tertusuk jarum.

"Ada apa?" tanya Kyung saat Jungkook nampak memeriksa bagian lengan bajunya.

"Aneh," gumam Jungkook saat tak mendapati satu pun jarum di pakaiannya. Bagaimana bisa luka itu tiba-tiba muncul?

Di saat yang bersamaan, Joohee yang sedang menyulam, kini menghisap jari telunjuknya yang tak sengaja tertusuk jarum. Dia terlalu memikirkan soal mimpinya yang bahkan sudah berlalu beberapa hari tak kunjung terwujud. Bukannya dia berharap. Namun, sampai kapan mimpi itu akan terus ada di pikirannya? Tidak bisa dibiarkan.

"Nona, hati-hati. Apa ada yang mengganggu pikiran nona?" tanya Sori dengan nada penuh khawatir.

"Banyak. Tapi ... Kau tenang saja. Ini justru hal yang bisa sedikit meringankan pikiranku." Joohee kembali melanjutkan sulamannya. Sebenarnya, dia belum terpikirkan soal motif apa yang akan dia buat. Namun, dia memutuskan untuk membuatnya lebih dulu. Soal motif ... Itu urusan belakangan. Dia hanya ingin mencoba mengalihkan pikirannya agar tak terus memikirkan soal mimpinya yang dirasa keterlaluan.

Joohee menghentikan kegiatannya kemudian mencoba untuk memikirkannya lagi. Dia merasa itu bukanlah mimpinya. Namun, dia juga terlalu ragu untuk menganggapnya sebagai hal yang nyata. "Sori, saat aku mabuk ... Apa putra mahkota ada di sini?"

Sori yang sebelumnya sangat bersemangat dengan sulamannya, segera menghilangkan senyum. Haruskah dia mengatakannya pada Joohee? Rasanya tidak. Namun, dia juga tak suka berbohong.

"Atau jangan-jangan ...." Joohee menutup mulutnya tak percaya kemudian menoleh dan menatap Sori yang duduk di sampingnya. "Jangan-jangan Hyun yang ada di sini. Lalu ...."

"Tidak. Pangeran Hyun tidak mengantarmu," sela Sori yang kemudian membuat Joohee mengerutkan dahi.

"Baiklah. Aku akan menganggapnya sebagai mimpi." Joohee kembali melanjutkan sulamannya. Namun, beberapa detik kemudian, dia segera menghela napas dan meletakkan sulamannya. "Tapi aku ingin menganggapnya sungguhan. Sori, malam itu putra mahkota sungguh tidak ke kamarku?"

Sori segera menggeleng kala Joohee menatapnya penuh selidik. "Sungguh, dia tidak ke sini."

"Kau bisa bersumpah soal itu?"

Sori mengembuskan napas. Sungguh, dia dalam dilema saat ini. Dia tak mungkin membocorkan informasi itu begitu saja. Namun, dia juga tak bisa bersumpah soal kebohongan. "Apa ... Malam itu terjadi sesuatu?"

"Tidak. Tidak ada yang terjadi. Aku ... Aku ... Aku hanya takut dia menggeledah kamarku," elak Joohee kemudian kembali melanjutkan sulamannya. Tentu, reaksi gugup dari Joohee sudah memberikan jawaban yang cukup jelas memang sesuatu terjadi malam itu.

***

Joohee memutar lengannya juga menggerakkan lehernya yang terasa kaku setelah membaca buku-buku itu. Terlalu banyak hal yang harus dia pelajari, membuatnya berpikir lebih baik untuk tak menjadi gadis bangsawan. Setiap hari ada saja yang harus dia pelajari. Bahkan sampai hal terkecil pun, harus dia pelajari.

Mata gadis itu segera membulat saat mendapati pria yang ada dalam mimpinya, kini akan berpapasan dengannya. Dengan segera, Joohee menarik tangan Sori untuk bersembunyi di balik semak-semak untuk meminimalisir mimpinya terwujud. Akan lebih baik jika dirinya menghindar untuk beberapa waktu.

"Ada apa?" tanya Sori yang kemudian membuat Joohee segera meminta sang pelayan menutup mulutnya atau mereka akan ketahuan.

"Aku sedang menghindar."

"Menghindar?"

Joohee terdiam sejenak, memejamkan mata sembari merutuki dirinya dalam hati sebelum tersenyum dan menghadapi pria itu seolah tak terjadi apa pun. Bisa saja itu hanya sebatas mimpinya 'kan?

"Aku ... Aku ... Aku ...." Joohee mengedarkan pandangan sebelum tatapannya tertuju pada sebuah ranting dan menunjukkannya pada Jungkook sambil tersenyum. "Guru memberiku tugas."

Jungkook mengerutkan dahi. Dia kemudian mengambil beberapa daun yang menyangkut di rambut Joohee. "Ah ... Begitu?"

"Aku permisi dulu." Joohee menarik tangan Sori, buru-buru meninggalkan tempat itu dan cukup membuat Jungkook bingung. Padahal sebelumnya gadis itu terang-terangan cari perhatian terhadapnya. Lalu kenapa setelah kejadian malam itu malah menghindarinya?

"Apa dia lupa?" gumam Jungkook kemudian membalikkan tubuh untuk melihat Joohee menjauh.

"Apa ada yang mengganggu pikiran Yang Mulia?"

"Tidak ada." Jungkook melanjutkan langkahnya. Dia kembali melanjutkan langkah menuju perpustakaan. Diam-diam dia tersenyum, merasa bahwa Joohee mungkin ingat apa yang terjadi semalam. Dilihat dari cara Joohee yang menghindarinya, dia bisa yakin 100% Joohee memang mengingatnya.

Joohee menoleh ke belakang, mengembuskan napas lega kala tak mendapati Jungkook di belakangnya. "Dia tidak mengikuti kita 'kan?"

"Sepertinya tidak. Kenapa kau menghindar, nona?"

"Kurasa ... Akan lebih baik kau tidak tahu alasannya. Yang jelas, aku perlu menghindarinya untuk sementara waktu." Joohee bergidik, berharap hal yang diingat otaknya memang hanya sebatas mimpi atau sebuah hal yang mungkin akan terjadi. 

*****

5 Aug 2024

Shadow Of Bitae✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang