37 : Pesan Misterius

43 7 9
                                    

"Siapa sangka dia akan masuk perangkapku dengan mudah." Hwarim tersenyum kemudian meletakkan bidak caturnya. Dia sempat berpikir Jungkook datang untuk benar-benar menolaknya ternyata dia salah. Jungkook datang untuk menerima lamarannya. "Apa sudah ada balasan dari kakak?"

"Masih belum," jawab seorang pria dengan pakaian serba hitam serta kepala plontos yang kini memegang pedang dengan ukuran yang cukup besar. 

"Apa dia masih belum menerima surat dariku?" gumam Hwarim sambil meraih gelas berisi teh hangat itu. Dia pernah berpikir upaya balas dendam terharap Sa Heongjun takkan pernah memberi hasil apa pun. Setelah merenggut hal yang disayangi pria itu, dia masih tak puas sebab hal yang dibayar Sa Heongjun saat ini tak sebanding dengan apa yang dirasakan Baekhwanjong pada saat itu. Bukan hanya merebut salah satu daerah kekuasaan yang dimiliki Baekhwanjong. Sa Heongjun yang saat itu masih berstatus sebagai putra mahkota, juga membantai rakyatnya. Baginya, nyawa harus dibayar dengan nyawa.








Jungkook membakar surat yang baru saja dia terima dari Hoon. Saat ini dia memilih untuk pura-pura tak tahu soal Kyung, membiarkannya tetap memainkan permainannya dengan senang hati dan berpikir dirinya sama sekali tak tertangkap. Dia yakin, Kyung pasti sudah lebih dulu membaca surat yang dikirimkan oleh Hoon itu. Dia hanya perlu mengekori Kyung setelah ini untuk tahu siapa yang bekerja sama dengan pria itu.

"Jina sudah ditemukan. Kurasa ini saatnya." Jungkook sengaja mengatakannya sebagai umpan. Dia juga sudah bekerja sama dengan Joohee yang kini berpura-pura sebagai pelayan di dekat pintu. Jadi, saat Kyung melapor, Joohee bisa segera mengikutinya. Memang terlalu berbahaya. Namun, dia memberikan senjata ajaib miliknya untuk melindungi Joohee.

Kyung menerima surat yang jungkook tulis untuk kemudian dikirimkan pada Hoon. Kali ini dia sengaja menuliskan dengan bahasa yang biasanya dia gunakan untuk Bunga Teratai agar Kyung tak bisa tahu apa rencananya yang selanjutnya.

Joohee yang kini masih berada di dekat pintu, segera membungkuk, menutupi wajahnya kala aroma lavender mulai menyapa indera penciumannya. Selanjutnya, dia beranjak, mengikuti ke mana perginya Kyung sesuai yang direncanakan Jungkook. Tentu sebagai anggota Bunga Teratai, mengikuti seseorang adalah hal yang sudah sering mereka lakukan. Jadi, kecil kemungkinan dirinya akan tertangkap.

"Ini ... Kediaman selir Hwang?" gumam Joohee sambil bersembunyi di balik dinding luar. Dirinya mendongak, menggunakan ilmu terbangnya untuk kemudian masuk lewat samping agar tak berpapasan dengan pelayan mana pun. Selanjutnya, dia memilih tempat yang akan membuatnya bisa mendengar dengan jelas apa yang akan dibicarakan oleh Kyung serta selir Hwang setelah bertemu.

Tanpa menyadari dirinya diikuti, Kyung memberikan salam.

"Kau membawa surat lagi?"

"Ah ... Ini yang akan dia kirim ke anggotanya," jawab Kyung sambil memberikan amplop tersebut, membuat selir Hwang segera membukanya. Namun, dia segera mengerutkan dahi saat mendapati surat itu justru malah terlihat seperti puisi.

"Siasat apa lagi yang dia lakukan?" gumam selir Hwang dalam hatinya. Buru-buru dia melipat kembali kertas tersebut, memasukkannya ke amplop kemudian mengembalikannya pada Kyung.

***

Joohee kini tengah fokus menuliskan ceritanya. Saat perasaannya sedang kesal, ide dalam otaknya memang selalu membludak. Jadi, dia hanya mencoba meluapkan segalanya dengan cara yang lebih bermanfaat. Dia bahkan sama sekali tak menganggap seorang pria yang sejak tadi duduk di hadapannya.

"Joohee, menurutmu ... Apa Jungrim juga punya niat lain?" Jungkook menelan ludahnya saat Joohee memukul meja hingga benda yang ada di atasnya kini mengapung. Tenaga dalam yang Joohee gunakan juga bukan main-main. Entah sejak kapan kekuatan Joohee bisa bertambah seperti ini. Bahkan, Joohee saja cukup terkejut dengan hal yang baru saja dia lakukan. 

"Kau masih ingat bisa meminta saranku? Lalu kenapa tidak melakukannya sebelum menerima lamaran itu?" Dengan kesal Joohee berpindah tempat, menjauhi Jungkook yang datang untuk membujuknya. Dia bahkan mengakhiri aksinya dengan segala gerutuan karena dia malah tahu soal itu lewat Jungrim, bukan lewat Jungkook secara langsung.

"Joohee, aku menerimanya untuk keuntunganku juga."

"Aku tidak peduli soal itu." Joohee menutup wajahnya dengan buku, memilih pura-pura membaca alih-alih mendengarkan bujukan pria itu. Namun, rasa kesalnya segera sirna saat matanya dengan jelas melihat sebuah panah mengarah ke arah mereka berdua. Dengan cepat Joohee menarik tangan pria itu, membiarkan panah dengan gulungan kertas itu menancap di dinding.

Jungkook segera beranjak, mencari tahu siapa yang sudah melakukan hal berbahaya seperti ini. Beruntung Joohee bisa dengan cepat menyadarinya. Jika tidak, nyawa mereka mungkin akan sangat terancam.

"Ada pesan," ujar Joohee kemudian membuat Jungkook menghampirinya.

[Dia dalam perjalanan menuju Yeoju]

Jungkook mengerutkan dahi, mencoba menebak siapa yang dimaksud 'dia' dalam gulungan kertas kecil itu. Hingga kemudian dirinya teringat soal Kyung. Segera dirinya keluar dari kamar itu untuk memastikan keberadaan Kyung. Namun, pria itu justru ada di sana, berdiri sambil memeluk pedang kesayangannya.

"Apa terjadi sesuatu, Yang Mulia?"

"Siapa yang dimaksud dalam pesan itu?" gumam Jungkook dalam hatinya. Dia segera kembali ke kamar Joohee, membuat Joohee ikut bingung menebak siapa yang dimaksud dalam pesan itu.

"Sepertinya aku harus pergi ke Yeoju."

"Yeoju?"

"Saksi kuncinya ada bersama Hoon. Aku tidak boleh membiarkan dia dibunuh dengan mudah," ujar Jungkook yang sambil melangkah untuk bersiap. Namun, langkahnya terhenti saat Joohee meraih tangannya.

"Aku ikut."

"Kau di sini saja. Terlalu berbahaya."

"Bagaimana jika ini sebuah jebakan? Aku akan ikut. Berdua lebih baik dari pada pergi sendiri. Kau pasti berpikir dirimu sangat hebat, ya?" Joohee melipat kedua tangannya, berdecih dengan rasa percaya diri yang ada dalam hatinya. Masalahnya, dia tahu Jungkook akan pergi tanpa Kyung.

"Joohee ...."

"Aku akan tetap ikut. Aku akan segera bersiap." Joohee segera membuka kotak rahasia yang dia miliki kemudian mengenakan pakaian yang biasanya dia gunakan saat operasi bersama Bunga Teratai. Dia takut semua ini hanya sebuah jebakan yang akan berakhir melukai pria itu. Apalagi, caranya mengirimkan pesan cukup berbeda.

"Ayo."  

Jungkook menyentuh kedua bahu gadis itu. "Kumohon, aku tidak ingin kehilangan siapa pun lagi. Kau tunggu aku. Aku janji akan pulang dengan selamat."

"Aku akan ikut."






Jungrim melepas penutup wajahnya juga pakaian penyamarannya. Dia harap pesan itu bisa membantu Jungkook. Apalagi, selama ini Jungkook selalu ingin tahu soal kematian sang kakak yang terasa janggal. Dirinya juga sebenarnya merasakan hal yang sama. Namun, dirinya tak seberani Jungkook yang bertindak sesuai apa yang dia mau. Selain itu, dia takut fakta yang nantinya terungkap malah membuatnya tak bisa bersikap objektif. Lihatlah sekarang. Meski dirinya tahu yang sebenarnya, dia tak berani untuk melapor.

"Aku akan melakukan perjalanan keluar. Kali ini aku akan pergi sendiri."

"Tapi ... Untuk apa?" tanya pengawal pribadi dari pria itu.

"Ibu mengirim seseorang untuk mengubur fakta yang sebenarnya," ujar Jungrim sambil mengemas beberapa hal yang mungkin akan dia butuhkan dalam perjalanan.

"Tapi ...."

Jungrim mengembuskan napas lalu tersenyum. Dia tahu rasa khawatir yang menyelimuti orang yang tumbuh bersamanya itu. Namun, tak bisa melapor membuatnya harus melakukan ini. Menutupi kesalahan sang ibu malah akan membuat dirinya berakhir hidup penuh penyesalan dan rasa bersalah. "Setidaknya aku harus melakukan ini untuk mengurangi beban rasa bersalahku. Kau di sini saja. Jika ada sesuatu yang darurat, kirimkan burung merpati untuk menyampaikan pesan padaku."

"Baik, pangeran."

*****

13 Aug 2024

Shadow Of Bitae✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang