🌱🌺43. HATTALA AL-HAIDER 🌺🌱

459 31 4
                                    

43. Kakak kenapa?

Setelah kepanikan menyerang Kazen tadi pagi, kini dia sudah bisa bernapas lega karena Kakaknya telah sadar dari pingsan.

Dia menatap mata Kakaknya yang begitu sembab. Kenapa Kakaknya menangis.

Kini Defa telah sadar dan hanya duduk di ranjangnya sambil sesekali menyantap makanan yang disuapkan oleh Kazen.

"Kakak kenapa?" tanya Kazen yang begitu khawatir dengan kondisi Kakaknya.

"Nggak papa. Tadi reflek aja nangis sampe pingsan," jawab Defa sambil menatap Kazen tersenyum.

Kazen yang mendengar jawaban Kakaknya langsung menggeleng. "Kakak bohong. Kakak kenapa?"

"Nggak papa, Zen," jawab Defa.

Kazen hanya mampu menghela nafas pelan. Kakaknya benar-benar sulit bercerita tentang masalahnya kepada dirinya.

"Yaudah, sekarang Kakak sholat dulu, adzan udah selesai sekitar 15 menit yang lalu," ucap Kazen.

Defa mengangguk. "Kamu sudah sholat?

Kazen mengangguk. "Sudah tadi."

"Yaudah, Kakak sholat dulu, sana keluar."

Kazen mengangguk dan segera keluar dari kamar Kakaknya.

Sedangkan Defa langsung menuju kamar mandi, membersihkan dirinya sebentar dan langsung berwudhu.

Dia sholat dengan khusyuk. Dalam sholatnya dia berdo'a untuk kebaikannya.

"Ya Allah, jika ini memang yang terbaik untuk hamba, tolong berilah hamba ke-ikhlasan yang benar-benar tulus. Tolong bantu hamba untuk melupakan dia. Aamiin ya rabbal alamin."

Dia berdoa semata-mata untuk perasannya terhadap Hata agar dihilangkan. Dia tidak boleh mencintai seseorang yang sudah akan menjadi suami orang lain.

*

Selesai sholat, Defa turun ke lantai bawah. Dia duduk di samping Kazen yang tengah menonton televisi. Dia menonton dengan begitu khidmat.

"Kak," panggil Kazen.

"Hmm?" Defa hanya berdehem pelan.

"Hata pulang Kak."

Deg..

Rasanya air mata Defa ingin kembali luruh. Tapi dia harus menahannya. Dia tidak boleh menangis di hadapan Kazen. Tidak boleh.

"Kakak mau lupain Hata, Zen," ucap Defa yang membuat Kazen begitu terkejut.

"Kenapa?"

"Nggak papa. Kakak hanya takut semuanya sia-sia," jawab Defa.

"Padahal udah sia-sia," batinnya.

Kazen menatap sang Kakak yang tengah fokus menonton televisi. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Kakaknya itu.

"Kenapa? Baru kemarin Kakak bilang nggak mau lupain Hata, kenapa sekarang kayak ngotot banget mau lupain Hata."

Defa hanya diam tak menjawab.

Kazen menarik tangan Kakaknya. "Ada apa? Cerita sama Zen, Kak."

Tiba-tiba saja tangisan Defa pecah. Kazen begitu terkejut melihat Kakaknya yang tiba-tiba menangis.

"Kenapa? Bilang sama Zen, Kak. Jangan gini."

"Hata akan menikah, Zen," lirih Defa dengan air mata yang masih luruh.

Sakit hatinya mendengar jika sang pujaan hati akan segera menikah. Dadanya begitu sesak. Sekuat apa pun dia berusaha untuk tidak menangis, ujung-ujungnya air matanya tetap luruh. Dia benar-benar terpuruk. Walau ini merupakan salahnya sendiri. Tidak ada yang menyuruhnya menunggu, tapi dia tetap ingin menunggu.

Kazen begitu terkejut mendengar penuturan Defa. "Dari mana Kakak tau?"

"Disha," jawabnya dengan lirih

Segera Kazen mengeratkan pelukannya terhadap tubuh Kakaknya yang rapuh itu. "Kan, Zen udah bilang jangan nunggu Hata. Ini yang Zen nggak mau. Zen nggak mau Kakak nangis-nangis gini karena cinta."

Defa semakin terisak. "Kakak emang salah, Zen. Kakak tau resikonya. Tapi kenapa sesakit ini?"

Kazen mendongakkan kepalanya ke atas menahan air matanya yang akan luruh. Sungguh dia tak tega melihat air mata Kakaknya yang terus-terusan luruh.

"Kak, dengerin Zen."

Defa mendongak menatap Kazen dengan air mata yang masih luruh. Segera Kazen menghapus air mata Kakaknya dengan pelan dan lembut. "Lupakan Hata. Kakak perbaiki diri menjadi lebih baik. Zen yakin, di balik rasa sakit yang Kakak rasakan kali ini pasti ada kebahagiaan yang akan menanti. Kalau memang Hata tidak bisa bersatu dengan Kakak, itu artinya ada yang jauh lebih baik dari Hata yang sudah Allah siapkan untuk Kakak. Mungkin ini salah satu cara agar Kakak semakin dekat dengan Allah. Perbaiki diri jauh lebih baik. Kakak bisa. Zen selalu dukung Kakak. Baik di depan, belakang, samping, insyaallah Zen akan selalu ada untuk Kakak."

"Gitu ya?"

Kazen mengangguk dengan mantap. "Kakak perbaiki diri. Jaga sholatnya. Daie yang awalnya hanya sholat lima waktu, sekarang laksanakan sholat sunnah-sunnah lainnya. Ingat Kak, rencana yang telah Allah siapkan pasti yang terbaik untuk hambanya."

Defa mengangguk. "Makasih. Kamu selalu ada di saat Kakak seperti ini."

"Kita saudara Kak. Zen akan selalu ada di saat Kakak butuh, sama seperti Kakak yang selalu ada di saat Kazen butuh."

Defa memeluk Kazen dengan erat. "Kamu persis seperti Ayah. Jika saja Ayah masih hidup, pasti setiap harinya dia akan terus mengucapkan kata bangga untuk kamu, Zen."

Kazen tersenyum. "Ayah udah nggak ada, Kak. Jangan diandai-andaikan lagi. Nggak baik."

Kazen berperan sebagai adik yang baik untuk Defa. Selalu ada di saat Defa butuh. Ini yang dinamakan Kakak-Adik. Selalu ada. Bukan selalu bertengkar.

Bersambung..

Follow dng;)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Follow dng;)

HATTALA AL-HAIDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang