🌾🏵️34. HATTALA AL-HAIDER 🏵️🌾

620 33 1
                                    

34. Hata sadar

Seminggu kembali berlalu, Hata belum sadar juga. Semua orang kembali khawatir dengan Hata. Bahkan hari ini semua orang tengah berkumpul di ruangan milik Hata. Berharap hari ini Hata bisa bangun.

Adita menggenggam tangan Hata sedari tadi. Renal sendiri berdiri di samping sang istri. Untuk Disha dan Aili—mereka duduk di sofa bersama dengan Defa yang menenangkan mereka.

Jaiden dan Kazen yang juga ada di sana terus menggumamkan kata do'a seraya duduk di karpet yang tersedia di sana. Mereka benar-benar agar Hata lekas sadar. Juga lekas sembuh, supaya mereka bisa kembali berinteraksi.

Hingga tiba-tiba teriakan dari Adita membuat mereka semua terlonjak kaget.

"Abi, Hata!" teriaknya tanpa sengaja karena merasa senang luar biasa.

Pasalnya Hata tengah mengedip-ngedipkan matanya. Kazen dan Jaiden yang melihat itu langsung berlari ke luar untuk memanggil dokter yang biasa menangani Hata.

"Panggil Dokter!" teriak Jaiden dengan kalang kabut, dan tanpa sengaja ikut menarik tangan Kazen keluar.

Disha dan Aili juga sudah berdiri di samping brankar Hata. Untuk Defa, dia tetap duduk di tempatnya.

Tak butuh waktu lama, Hata membuka mata sepenuhnya. Pertama yang dia rasakan adalah rasa pusing dan sakit di seluruh tubuh. Tangannya juga sulit digerakkan akibat patah. Belum bisa sembuh jika Hata masih belum sadar. Punggung Hata rasanya begitu sakit akibat keretakan tulangnya. Bagian punggung Hata sudah hampir sembuh, begitu pun dengan kakinya. Hanya tangan sendiri yang masih begitu parah.

Pertama kali yang Hata lihat saat membuka mata adalah wajah bahagia Ummanya. Wanita yang sangat berharga dalam hidupnya. Sosok perempuan yang telah membuatnya lahir ke dunia.

"U-umma," panggilnya dengan terbata-bata.

Adita mengangguk, tersenyum. "Iya, ini Umma," jawabnya.

Setelahnya Hata menatap wajah keluarganya satu persatu, dari Renal, Aili dan Disha. Hingga matanya tak sengaja menatap seseorang yang duduk di sofa sambil menunduk.

Disha yang melihat arah pandang Hata langsung berucap, "Itu Kak Defa," ucapnya yang membuat Hata seketika mengucapkan istighfar. Untungnya wajah perempuan itu tidak terlihat. Baru juga terbangun dari koma nya, Hata telah melakukan kesalahan dengan melihat yang bukan mahramnya. Walau hanya kepala dan tubuh yang dibalut dengan pakaian dan jilbab.

Di samping itu, dalam hatinya, Hata bersyukur dan mengucapkan banyak hamdalah karena masih diberi kesempatan oleh Allah. Dia masih bisa berkumpul dengan keluarganya. Masih bisa bertemu dengan sahabatnya.

Tak lama dari itu, Hata melihat dua sahabatnya yang masuk ke ruangannya dengan tatapan berkaca-kaca. Dengan dokter di belakang mereka berdua.

Adita, Renal, Aili dan Disha langsung beringsut mundur agar Dokter bisa memeriksa Hata dengan mudah.

Setelah selesai diperiksa, dokter tersenyum. "Kuasa Allah sangat besar. Saya awalnya sempat berpikir jika saja Hata tidak bisa sadar lagi. Tapi melihat ini, saya merasa ini kejadian yang luar biasa. Kamu masih selamat. Walau punggung kamu masih belum sembuh sepenuhnya. Tapi untuk kaki, keretakannya sudah sembuh. Untuk tangan sendiri, masih belum tapi secepatnya akan sembuh," ucap Dokter itu.

"Terima kasih dokter," ucap Adita.

Dokter tersebut mengangguk. "Kalau begitu saya permisi," ucapnya kalau langsung keluar.

Jaiden dan Kazen menatap Hata dengan berkaca-kaca, Adita yang melihat itu memberi ruang untuk Jaiden dan Kazen berbicara dengan Hata.

"Hat," panggil Jaiden.

Hata menatap Jaiden dengan wajah pucatnya. "Hmm?" dehemnya.

Seketika air mata Jaiden luruh. "Makasih lo udah bertahan, Hat," ucap Jaiden.

Hata tertawa pelan walau sulit karena semua tubuhnya masih sakit. "Cengeng," ejeknya yang mendapat pelototan dari Kazen.

"Kita semua hancur tau Hat saat dapet kabar lo jatuh dari pesawat. Bahkan Naren sama Ganesa sempat hampir berhenti kuliah," jelas Kazen yang juga matanya berkaca-kaca.

Tiba-tiba mereka terkejut mendengar teriakan yang berasal dari handphone Adita. Ternyata itu Naren dan Ganesa.

"Sa, kita harus pulang!" teriak Naren dari seberang sana.

Hata yang masih sulit bicara hanya mampu menatap tajam Naren yang ada di layar ponsel itu.

"Lo nggak liat tatapan tajam Hata?! Itu artinya kita nggak boleh pulang," ucap Ganesa yang membuat Naren terdiam.

"Hata udah sadar, Ren," timbal Jaiden yang langsung mengambil handphone di tangan Adita, tentunya atas persetujuan Adita.

Naren di seberang sana mengangguk. Dia sangat senang sekali melihat Hata. Entah bagaimana cara mengungkapkannya yang pasti dia benar-benar senang.

Sekitar lima menit sudah berlalu. Naren dan Ganesa, juga Jaiden dan Kazen terus berceloteh bersama dengan Hata. Hata hanya mampu menanggapi dengan menggeleng, mengangguk, tertawa kecil, dan tersenyum. Masih sulit baginya untuk berbicara.

"Udah dulu lah Ren, Hata harus istirahat lagi," ucap Jaiden yang langsung diangguki oleh Naren dari seberang sana. Setelahnya mereka langsung memutuskan sambungan telepon.

"Kita semua senang banget lo udah sadar, Hat," ucap Jaiden yang diangguki oleh Kazen.

Setelahnya Kazen menunduk dan berbisik di telinga Hata. "Kak Defa juga bahagia waktu lo sadar. Hat, Kakak gue udah tau soal perasaan lo, dan gue rasa dia juga suka sama lo," ucap Kazen dengan tersenyum memandang raut wajah terkejut Hata.

Setelahnya Kazen langsung berdiri ke posisi semula dan berpamitan ke keluarga Hata. "Tan, Om, Kazen pamit dulu, mau nganterin Kakak kerja," ucap Kazen.

Adita mengangguk. "Hati-hati di jalan."

Setelahnya Defa berdiri dan langsung mengucapkan salam dengan Kazen. "Assalamu'alaikum," ucap mereka berdua dan langsung berlalu keluar.

"Jai juga deh, Tan, Om. Hat, gue pamit pulang, nanti malam ke sini lagi, assalamu'alaikum," ucapnya. Pasalnya Jaiden ingin memberi waktu Hata dengan keluarganya dulu.

"Wa'alaikumussalam," jawab mereka dengan Hata yang menjawab dalam hati.

**

Setelah Jaiden, Defa dan Kazen pergi, Aili langsung menghampiri Hata dengan tatapan berkaca-kaca.

"Maaf, Kakak sempat kecewa sama kamu waktu itu. Kakak kira kamu nggak pulang, ternyata...

Ucapan Aili terhenti karena air mata yang sudah luruh.

"Disha juga, Bang," ucak Disha yang ikut menangis.

Hata tersenyum kecil. Dia berusaha mengangkat tangannya untuk mengusap air mata Kakak dan Adiknya.

Lalu ia menggeleng pelan. Mengisyaratkan jika Disha dan Aili tidak perlu meminta maaf. Dia pikir, wajar jika Aili dan Disha merasa kecewa dengannya karena dia sama sekali tidak mengabari Aili maupun Disha jika ia pulang. Dan siapa sangka, kejadian tragis itu akan terjadi. Alhamdulillah, dia masih diselamatkan dari kematian.

Bukannya berhenti, tangisan Aili juga Disha semakin kencang. Adita yang melihat itu ikut menangis. Renal sendiri tersenyum melihat interaksi ketiga anaknya.

Bersambung...

HATTALA AL-HAIDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang