🌾🏵️31. HATTALA AL-HAIDER 🏵️🌾

519 27 0
                                    

31. KOMA

Keluarga Hata yang lainnya sudah sampai di rumah sakit sekitar 15 menit yang lalu. Renal, Kazen, Ahlan, Naren, Jaiden, Ganesa dan Gani langsung di suruh pulang oleh Adita. Pasalnya tubuh mereka sudah begitu kotor dan tentunya mereka juga harus istirahat dan mandi.

Walau Naren dan Jaiden menolak keras untuk pulang, namun karena bujukan serta paksaan dari Adita akhirnya mereka pulang.

Di rumah sakit hanya ada Aili, Disha, Adita, Defa dan Aisyah—Ibu Ahlan.

Renal tadi juga sudah menghubungi pihak kampus dari Hattala untuk memberi izin kiranya sampai Hata benar-benar pulih. Pihak kampus mengizinkan karena memang mereka sudah tau perilah musibah jatuhnya pesawat itu.

20 menit telah berlalu kembali, tapi tidak ada tanda-tanda dokter akan keluar. Adita terus bergerak gelisah begitu pun dengan yang lainnya.

Bahkan Defa ikut menjadi gelisah. Hingga sekitar 10 menit kembali berlalu. Dokter yang menangani Hata keluar.

"Bagaimana kondisi putra saya, Dok?" tanya Adita dengan begitu gelisah.

"Keadaannya jauh dari kata baik-baik saja. Tangan bagian kanannya patah, terjadi retakan tulang di punggung belakangnya, juga keretakan tulang di kaki kanannya. Kami sudah melakukan tindakan lanjut, insyaallah semuanya bisa kembali pulih, walau membutuhkan waktu yang lama. Dan saat ini kondisi pasien masih dalam keadaan koma. Kami usahakan yang terbaik, Bu. Ibu dan yang lainnya berdo'a saja." Dokter itu menjelaskan kondisi saat ini yang dialami oleh Hata.

Mendengar hal itu sontak membuat tubuh Adita menjadi lemas. Disha dan Aili juga begitu.

"Terima kasih, Dok. Tolong diusahakan yang terbaik untuk pasien. Dia berharga bagi kami," timbal Defa yang melihat tidak ada pergerakan dari Adita maupun Disha dan Aili.

Dokter itu mengangguk. "Saya akan usahakan. Kalian terus berdo'a saja."

Setelahnya Dokter itu kembali masuk ke dalam ruangan.

Defa mendekati Adita, Disha, dan Aili yang sudah terduduk lemas dengan Aisyah yang berusaha menguatkan.

"Umma," panggilnya menatap Adita.

Adita mendongrak menatap Defa. Sorot mata Adita memancarkan kesedihan yang mendalam.

Defa tersenyum. "Semuanya akan baik-baik saja. Allah ada untuk membantu kita. Kita harus berdo'a. Umma jangan nangis lagi, nanti sakit. Disha dan Kak Aili juga, berhenti menangis dan perbanyak berdo'a. Serahkan semuanya kepada Allah. Karena Allah maha menyembuhkan."

Aisyah mengangguk membenarkan. "Yakin jika Hata bisa sembuh."

Adita akhirnya mengangguk dan memeluk tubuh Defa. "Terima kasih sudah ada untuk menenangkan kami."

Defa tersenyum dan mengangguk, ikut memeluk tubuh Adita. "Umma jangan nangis lagi."

Sedangkan Aili sudah berhambur ke pelukan Aisyah. Untuk Disha, Disha tetap terdiam di tempatnya. Melihat hal itu, Defa langsung menarik Disha masuk ke dalam pelukannya setelah melepas pelukannya dan Adita.

"Bangun dari kesedihanmu Disha. Disha yang Kakak kenal tidak seperti ini. Disha yang Kakak kenal adalah Disha yang menyebalkan, selalu menjodoh-jodohkan Kakak dengan Abangmu. Kamu boleh berlaku seperti itu kembali, Kakak tidak akan marah, asal berhenti menangis. Kamu bisa sakit," ucap Defa yang membuat Disha semakin terisak.

"Janji ya, nggak marah lagi," ucapnya dengan isakan yang semakin kuat.

Defa tertawa pelan. "Janji."

**

Malam sudah semakin larut. Keluarga Hata disuruh pulang oleh Defa. Renal dinyatakan sakit, alhasil Adita harus pulang. Jadi yang menjaga di rumah sakit, Defa dan Kazen. Setelah pertimbangan, akhirnya Defa memutuskan untuk menemani Kazen menjaga Hata. Disha dan Aili tadi memaksa untuk tinggal di sini, tapi Defa menolak keras. Disha dan Aili bisa sakit. Dua hari selalu menangis.

Kazen dan Defa memutuskan untuk menunggu di luar, karena masih belum diizinkan untuk masuk ke dalam.

Defa tidak keberatan menunggu di sini, apalagi ada Adiknya juga.

"Menurut Kakak, Hata bakal sembuh nggak?" tanya Kazen seraya menyenderkan tubuhnya di bahu Defa.

Kazen benar-benar terlihat menyedihkan.

"Sembuh," ucap Defa dengan yakin.

Kazen menatap Kakaknya. "Kakak kayak yakin banget. Kenapa bisa seyakin itu, padahal Zen sendiri rasanya mau nangis liat kondisi Hata."

Defa tersenyum mengelus rambut Adiknya. "Entah. Tapi Kakak yakin teman kamu bisa sembuh. Allah ada untuk membantunya, Kazen. Percaya saja, jika Allah akan menyembuhkan temanmu itu."

Kazen mengangguk. "Perihal yang Kazen ucapin waktu itu emang bener, Kak."

"Yang mana?" Defa mengeryit bingung.

"Yang Kazen bilang kalau Hata jatuh hati dengan Kakak."

Defa terkekeh pelan. "Nggak lucu tau Zen. Kamu kayak Disha jadinya."

Kazen menoleh ke arah Kakaknya. "Emang Disha gimana?" tanyanya.

"Disha juga sering jodoh-jodohin Kakak sama teman kamu itu. Mana bilang teman kamu suka Kakak lagi. Tapi waktu itu Kakak marah sama dia. Bercandanya itu nggak lucu. Lagipula Kakak nggak suka diajak bercanda kayak gitu."

"Tapi ya, Kak. Kazen serius. Hata emang jatuh hati sama Kakak."

Defa menunggu Kazen melanjutkan ucapannya.

"Waktu Kazen sama yang lainnya nganterin Hata ke bandara, Hata bisikin sesuatu sama Kazen, dia bilang dia jatuh hati sama Kakak. Dia akan datang melamar Kakak kalau dia sudah jadi Dokter yang hebat. Kazen awalnya nggak percaya sama ucapan Hata, tapi Ganesa bilang Hata emang jatuh hati sama Kakak."

Defa terdiam. Bingung harus menanggapi seperti apa. Dia bingung. Tak pernah menyangka dengan hal ini. "Alasannya?" tanyanya dengan bingung. Seingatnya mereka tidak pernah berinteraksi kecuali waktu dia hampir membuat Hata celaka saat itu.

"Kakak nggak kenal dia, Zen. Kakak cuman tau namanya aja, wajahnya aja Kakak nggak tau. Yang Kakak tau dia Kakaknya Disha, dan namanya Hata, udah gitu aja. Nggak pernah ada interaksi apa pun. Terakhir waktu Kakak nabrak dia aja, itu pun dia cuman minta tolong buat jemput Ummanya," jelas Defa.

Kazen menggedikkan bahu. "Zen juga nggak tau. Ganesa bilang Hata juga nggak tau wajah Kakak. Hata cuman tau nama sama suara Kakak. Kazen pun bingung, dari mananya Hata bisa suka sama Kakak."

Defa jadi bingung sendiri. "Entah. Yaudahlah lah Zen, itu urusan Hata. Kalau emang mau lamar Kakak, Kakak setuju aja."

Kazen menatap Defa dengan tatapan menggoda. "Kakak juga suka ya sama Hata."

"Nggak!" jawab Defa dengan mentah-mentah.

"Ciee.. Kakak juga suka sama Hata."

"Kazen.. jangan bercanda," geram Defa.

Bersambung...

HATTALA AL-HAIDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang