50. Satu bulan setelahnya
Satu bulan sudah berlalu, Hata dan Defa telah pindah ke rumah yang telah disiapkan oleh Hata. Dua minggu ini pula Hata telah kembali bekerja di rumah sakit ternama yang ada di kota ini.
Untuk Defa sendiri, terkadang ia berkunjung ke boutique, tapi kegiatannya tidak sepadat sebelum ia menikah.
Satu bulan ini pernikahan mereka berjalan dengan harmonis, walau terkadang ada sedikit selisih paham. Namun Hata mampu mengatasinya dengan sikap kedewasaannya. Defa sendiri juga tengah berusaha untuk menjadi sebaik mungkin.
Seperti kini, dia tengah menyiapkan makanan untuk Hata yang akan pulang sebentar lagi. Biasanya Hata akan pulang pukul setengah delapan malam. Dan sekarang jam telah menunjukkan pukul tujuh malam.
Setelah selesai, Defa keluar dari rumah menuju tempat pos satpam sambil membawa berbagai makanan. Itu khusus untuk satpam yang ada di sana. Di rumah ini hanya ada satpam saja.
"Assalamu'alaikum, Pak."
"Wa'alaikumussalam, neng," jawab Pak Satpam dengan ramah.
Dia ramah karena majikannya juga begitu ramah. Baik Hata si dokter pintar itu, maupun Defa si gadis bercadar pintar mendesain itu.
"Ini makanan untuk Bapak," ucap Defa sambil meletakkan makanan yang dibawanya ke meja yang ada di sana.
"Terima kasih neng," seru Pak Satpam dengan bahagia.
Defa tersenyum di balik cadarnya. "Saya masuk dulu Pak, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
**
Jam telah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi Hata sama sekali belum pulang, Defa jadi khawatir dengannya. Tadi pagi ia mengatakan pulang pukul setengah delapan. Tapi sekarang sudah jam sembilan sama sekali belum pulang. Ke mana suaminya itu.
Dia sudah berusaha menghubungi hp Hata, tapi tidak aktif. Dengan model nekat, ia pergi ke luar rumah menggunakan motornya yang sempat ia bawa dari rumahnya. Pak satpam sudah Tidka mengizinkan Defa untuk keluarga malam-malam. Tapi Defa tetap saja kerasa kepala. Alhasil sekarang dia sudah di dalam perjalanan menuju rumah sakit tempat Hata bekerja.
Sampai di sana, Defa segera berlari dan menemukan seorang suster yang tengah berjalan. Segera dia menanyakan keberadaan Hata di mana.
"Assalamu'alaikum. Kenal dengan Dokter Hattala, sus?" tanya Defa dengan nafas yang masih ngos-ngosan.
Terlihat suster itu mengangguk.
"Suster tau di mana sekarang Dokter Hattala?"
"Oh itu, mbak. Tadi Dokter Hata mendapat pasien laki-laki yang harus segera ditangani. Jadi sekarang dia masih di ruang operasi," jelas suster itu yang membuat Defa menghela nafas lega.
"Boleh tau di mana ruangan dia sedang melakukan operasi?"
Suster itu mengangguk dan langsung membawa Defa ke salah satu ruangan yang di sana sudah ada orang yang mungkin saja adalah keluarga pasien.
"Ini ruangannya, saya permisi, mbak."
"Terima kasih ya, Sus."
Setelah itu Defa duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Sesaat dia melihat orang-orang yang sepertinya keluarga pasien itu tengah bergerak gelisah dengan air mata yang turun.
Defa jadi ikut merasakan kesedihan mereka.
Dia juga melihat seorang gadis kecil yang ada di sana tengah menangis, tak jauh dari tempatnya duduk. Segera dia menghampiri anak itu dan bertanya, "Siapa yang ada di dalam?" tanyanya.
Gadis kecil itu mendongak menatap Defa. "Ayah aku, Bibi. Ayah sedang di operasi."
Defa mengangguk. "Jangan nangis, tapi berdo'a kepada Allah, supaya Ayah kamu bisa sembuh."
Terlihat gadis kecil itu menatap Defa. "Jadi harus do'a, bibi?"
Defa mengangguk. "Iya. Kita harus berdo'a kepada Allah supaya Allah membantu kita."
"Yaudah aku do'a dulu, bibi."
Defa tersenyum, sesaat setelahnya ia menoleh ke arah wanita yang ada di samping gadis kecil itu. "Mbak yang kuat, jangan nangis, do'a aja," ucap Defa.
Perempuan itu menatap Defa dengan sendu, "Kamu siapa?"
"Saya istrinya Dokter Hattala," jawab Defa yang membuat perempuan itu sedikit terkejut.
Setelah itu, sekitar dua puluh menit selanjutnya pintu ruangan terbuka menampilkan seorang mantri (Ners/ Perawat laki-laki) dan juga Hata.
"Operasi berjalan lancar, kondisinya juga stabil, insyaallah besok pasien akan sadar," ucap Hata yang membuat keluarga lelaki itu bernafas lega.
Setelahnya pandangan Hata terpaku pada sosok istrinya yang ada di sana. Segera ia menghampiri istrinya dan langsung memeluk tubuh istrinya.
"Kenapa ke sini? Sama siapa?"
"Aku khawatir sama kamu. Katanya pulang jam setengah delapan, tapi udah jam sembilan kamu masih belum pulang, ditelepon nggak aktif juga."
Hata menggeleng pelan. "Kamu ini," ujarnya dengan mencubit gemas hidung Defa. "Sama siapa ke sini?" lanjutnya dengan sebuah pertanyaan.
"Motor," jawab Defa yang membuat Hata melotot ke arahnya.
"Jangan lagi kayak gini."
Defa mengangguk.
Setelah itu keluarga pasien mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Hattala karena telah menyelamatkan keluarga mereka. Tapi Hata menjawab, "Berterimakasih kepada Allah. Saya hanya sebagai perantara saja. Allah yang menentukannya."
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
HATTALA AL-HAIDER
Literatura KobiecaNote : NO PLAGIAT!! ⚠️Budayakan follow sebelum baca! ⚠️Budayakan votment setelah baca! 🔏Update = Sesuai mood author;) ☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️ Laki-laki yang memiliki ketampanan yang nyaris dikatakan sempurna. Namun tidak sempurna, kar...