17• HUBUNGAN KAZEN DAN DEFA
Tiga hari setelah seluruh anggota Vaderas berziarah ke makam, mereka kembali menjalani aktivitas seperti biasa. Mulai melakukan hal-hal yang baik. Juga kembali fokus dengan sekolah mereka.
Namun, di antara para anggota yang lainnya, Kazen, anggota inti yang paling muda di Vaderas dilanda rasa bersalah terus menerus selama tiga hari ini.
Untuk menghilangkan rasa bersalahnya, Kazen berusaha keras mencari seseorang yang merupakan sumber dari kegelisahannya. Dia, Kakak perempuannya.
Setelah kejadian tahun-tahun lalu, Kazen terpisah dengan Kakak perempuannya. Juga dengan Ayahnya. Kazen bukannya tidak ingin ikut dengan Kakak dan Ayahnya. Tapi dia diancam oleh Ibunya.
Setelah perceraian antara Ayah dan Ibunya itu terjadi, hubungannya bersama sang Kakak dan Ayah hancur lebur. Tidak ada komunikasi sama sekali.
Saat itu, Ibunya ketauan selingkuh oleh Ayahnya. Dan Ayahnya tidak terima dengan itu. Ayahnya sabar menghadapi ibunya. Berulang kali Ayahnya berusaha menghentikan perselingkuhan Ibunya, namun tetap tidak bisa. Hingga Ayahnya memutuskan bercerai dengan Ibunya dan pergi dari rumah.
Saat itu dia Kakak perempuannya ingin ikut dengan sang Ayah. Namun tidak diizinkan oleh Ibunya. Malam itu, Kazen dan Kakaknya nekat kabur untuk ikut bersama Ayah mereka. Tapi saat hampir bisa keluar dari gerbang rumah, Kazen memutuskan untuk kembali masuk ke dalam rumah.
Kakaknya menatap heran Kazen. Kazen masih ingat jelas pertengkarannya dengan sang Kakak saat itu.
"Kazen, kenapa? Ayo!" seru Kakaknya dengan menarik tangan Kazen.
Namun Kazen tetap menolak, dia menghempaskan tangan Kakaknya yang memegangnya.
"Aku nggak mau, Kak," cicit Kazen pelan.
"Kenapa? Kamu mau tinggal di sini sama Mama? Mama itu jahat, Zen. Mama selingkuh dari Ayah. Dan kamu masih mau tinggal sama dia. Ayo Zen, kita nyusul Ayah. Ayah sering sakit Zen, jadi Ayo kita susul Ayah. Kita rawat ayah sama-sama."
Akzen menundukkan kepalanya. Dia menangis dan menggeleng. "Aku mau sama Mama, Kak," cicit Kazen pelan.
Kakak perempuannya menatap Kazen dengan tatapan tidak percaya. "Kamu masih mau sama Mama, setelah ini semua terjadi?! Zen, sadar, Mama itu jahat!"
"Mama nggak jahat!" teriak Kazen tanpa sadar.
Kakak perempuannya terkekeh pelan. "Oke, kalau mau kamu itu, Zen. Silahkan tinggal sama Mama. Tapi kamu tau Zen, aku bakal benci kamu selamanya! Benci banget!" tekan Kakak perempuannya dan langsung berlari keluar dari gerbang sambil membawa tas yang berisi pakaiannya, meninggalkan Zen yang terdiam di tempatnya. Memandang nanar kepergian Kakak perempuannya.
Perasaan bersalah terus menyeruak dalam diri Zen. Bertahun-tahun dia tidak pernah bertemu dengan Kakaknya, tapi kemarin, dia bertemu Kakaknya di rumah Hattala. Defa, dia Kakaknya.
Ada alasan dibalik Kazen yang saat itu memutuskan tinggal bersama Mamanya. Dia di ancam dan dipaksa.
Ibunya mengancam akan membunuh Ayahnya jika dia ikut pergi bersama dengan Defa. Rencana kabur mereka saat itu diketahui oleh Ibunya. Ibunya mengiriminya pesan ancaman. Oleh karena itu, dia tidak jadi ikut kabur dengan Defa, dan memilih tinggal bersama Mamanya dengan penuh keterpaksaan.
Saat Kazen menemui Defa, dia tau di mata Kakaknya itu masih tersirat kekecewaan yang jelas untuknya. Dia tau, itu. Kakaknya pasti kecewa dan benci padanya. Namun apalah daya nya, dia tidak ingin Ayahnya mati dibunuh.
Walau kini sang Ayah telah berpulang ke sisi Allah. Keluarganya memang telah mualaf sebelum perselingkuhan Ibunya dan laki-laki itu terungkap.
Kini, Kazen tengah duduk termenung di salah satu kursi yang menghadap langsung ke danau yang ada di depannya.
Kazen berpikir untuk menjelaskan semuanya kepada Kakak perempuannya. Namun, kakaknya tidak ingin menemuinya.
"Gue harus apa?" lirih Kazen mengacak rambut frustasi.
Cukup lama Kazen merenung, hingga matanya tak sengaja menatap seseorang yang sedang duduk di kursi yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Itu, Kakaknya, Defa.
Tanpa pikir panjang, Kazen langsung berlari menuju tempat Kakaknya berada. Dia langsung memeluk Kakaknya dengan erat.
"Maaf, Kak," lirihnya.
Sedangkan Defa begitu terkejut saat tubuhnya ditubruk oleh pelukan seseorang yang membuatnya kecewa bertahun-tahun lalu. Dia Kazen, adik laki-lakinya. Seseorang yang dulu ia anggap adalah Adik terbaik sepanjang masa.
"Pergi," desis Defa dingin yang langsung melepaskan pelukan Kazen darinya.
Kazen menatap Defa dengan air mata yang telah luruh.
"Maaf, Kak. Zen bisa jelasin semuanya," ucap Kazen yang telah berjongkok dan memegang erat tangan Defa.
"Apa yang mau kamu jelasin? Kakak udah kecewa Zen," lirih Defa dengan mata yang sudah berlinang air mata.
Dia ingat jelas, saat adiknya itu memutuskan untuk tinggal bersama Ibu mereka yang jelas-jelas saat itu benar-benar salah dan begitu jahat.
"Waktu itu aku terpaksa, Kak," ucap Zen yang sudah berkali-kali mencium tangan Defa.
"Kamu tau Zen, saat kamu mutusin buat tinggal sama Mama, aku kecewa banget sama kamu. Saat itu aku pergi sendiri nyari Ayah. Saat aku udah nemuin Ayah, aku langsung memeluknya dengan erat. Kami tinggal berdua di sebuah rumah yang dulu sempat Ayah beli. 1 tahun berikutnya, Ayah kembali sakit-sakitan, terpaksa rumah tempat kami tinggal, aku jual. Tapi setelah rumah itu dijual, Ayah meninggal. Sebelum Ayah meninggal, dia nyariin kamu tau nggak! Ayah itu sayang sama kamu, Zen. Tapi kamu lebih milih sama wanita itu. Wanita yang udah khianati Ayah.
Asal kamu tau, waktu Ayah masih sehat, Ayah rela diam-diam ke sekolah kamu, karena cuman mau liat kamu. Saat Ayah meninggal, rasanya hidup aku hancur. Aku berhenti sekolah. Kelas 1 SMA, aku berhenti sekolah. Aku luntang-lantung cari kerjaan. Sampai akhirnya aku diajak buat balap liar. Aku ikut semuanya, aku tau itu salah, tapi dengan itu aku bisa hidup. Motor yang aku pakai, motor itu hasil dari balapan.
Hingga beberapa bulan lalu, aku memutuskan untuk berhenti dari itu semua, dan memilih bekerja di cafe sambil bantu-bantu toko kue milik Ibunya Disha. Saat itu pula, aku mutusin buat berhijab. Aku berusaha untuk hidup dengan jalan yang benar. Tapi nyatanya, motor hasil balap itu masih sering aku pakai."
Kazen terdiam. "Maaf, Kak," lirihnya.
"Aku..aku terpaksa waktu itu, Kak. Mama ngancam aku. Kalau aku ikut Kakak, Ayah bakal diapa-apain. Aku nggak punya pilihan lain Kak. Aku kalut waktu itu. Aku pengen hidup sama Kakak dan Ayah. Tapi aku takut, Mama bakal celakain Ayah. Aku pikir, dengan tinggal sama Mama, Mama nggak bakal nyakitin Ayah. Maaf, Kak. Aku sayang sama Kakak dan Ayah. Aku selalu nyari Kakak. Tapi saat ketemu, ternyata Ayah udah nggak ada. Maaf, Kak." Kazen sudah menangis tersedu-sedu, tak peduli jika tangisannya di dengar oleh banyak orang. Yang pasti, dia sedang meluapkan rasa penyesalannya dengan sebuah tangisan.
Defa yang mendengar semuanya, terdiam kaku. Jadi, ini alasan Adiknya selama ini? Artinya, dia salah besar membenci Adiknya.
"Kamu... Kamu nggak bohong kan?" tanya Defa sambil mengusap kasar air matanya.
"Buat apa aku bohong," lirih Kazen.
Defa langsung memeluk erat Kazen. "Maaf, maaf karena Kakak udah salah paham sama kamu, Zen. Kakak udah benci kamu."
Kazen membalas pelukan Kakaknya tak kalah erat. "Kakak nggak salah. Aku mau kita hidup bersama? Mau kan, Kak?"
Defa mengangguk. "Iya. Kita hidup bersama."
Bersambung....
Nih, aku up
Maaf ya, aku up nya lama terus. Lagi disibukkan sama persiapan mpls soalnya. Tapi aku akan usahain up setiap minggunya. Minimal seminggu 2 kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
HATTALA AL-HAIDER
Literatura FemininaNote : NO PLAGIAT!! ⚠️Budayakan follow sebelum baca! ⚠️Budayakan votment setelah baca! 🔏Update = Sesuai mood author;) ☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️☄️ Laki-laki yang memiliki ketampanan yang nyaris dikatakan sempurna. Namun tidak sempurna, kar...