🌱🌺49. HATTALA AL-HAIDER 🌺🌱

384 34 5
                                    

49.

Hari sudah semakin larut, jam telah menunjukkan pukul 23.00 atau setara dengan jam 11 malam. Setelah melewati hari yang begitu melelahkan namun juga begitu membahagiakan, semua orang sudah tidur, kecuali dua manusia yang tengah duduk di atas sajadah mereka masing-masing.

Mereka adalah Hata dan Defa. Setelah melaksanakan sholat isya' tadi, mereka sama sekali tidak beranjak dari atas sajadah. Mereka membaca Al-Qur'an, saling bergantian.

Seperti sekarang, Defa tengah setoran hapalan kepada Hata. Tadi Hata memintanya untuk menghapal surah ar-rahman. Dan selama beberapa jam ini, Defa hanya mampu menghapal sampai 8 ayat. Hata sendiri tersenyum. Dia paham jika Defa sulit dalam menghapal sesuatu. Tapi biasanya orang yang sulit menghapal juga akan sulit lupa.

Namun semua tajwid, tanda bacaan, panjang-pendek, semuanya sudah bagus.

"Nggak hapal lagi," ujar Defa seraya mengusap kasar wajahnya. Dia tengah berusaha menghapal ayat ke sembilan dari surah ar-rahman, namun sulit sekali, padahal ayatnya tidak panjang-panjang amat.

Hata tersenyum melihat reaksi istrinya. Dia mengelus kepala istrinya yang terbalut oleh mukena. "Besok lagi, jangan langsung nyerah," ucapnya.

Defa mengangguk dan menutup Al-Qur'an nya. Dia mencium Al-Qur'an nya lalu meletakkannya di tempat yang sudah seharusnya. Setelah itu dia melepaskan mukena nya dan langsung membereskan peralatan sholatnya dengan Hata tadi.

Sementara Hata sendiri juga ikut membantu. Setelah itu dia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Memperhatikan tingkah Defa yang tengah mondar-mandir.

"Dia sangat indah, entah sudah berapa kali hamba mu ini mengatakan hal itu, ya Allah. Ciptaan mu satu ini benar-benar indah," gumam Hata seraya terus memperhatikan Defa.

Memang, Hata dan Defa tidak secanggung sebelumnya. Mereka telah banyak berbicara, jadi perlahan-lahan Defa sudah mulai tidak merasa canggung dengan Hata, begitu pun sebaliknya. Dan juga, Hata tak sedingin itu, dia banyak tersenyum dan terkekeh saat memperhatikan tingkah Defa yang menurutnya.... Unik.

"Emmm, Hata," cicit Defa memanggil Hata dengan pelan. Sejujurnya dia bingung harus memanggil Hata seperti apa? Secara usianya lebih tua dari Hata.

Hata berdehem seraya menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa?"

"Boleh buka hijab?" tanya Defa dengan begitu pelan. Benar-benar pelan. Sampai-sampai Hata sama sekali tidak mendengarnya.

"Sini," ujar Hata menyuruh Defa untuk mendekat ke arahnya yang tengah bersandar.

Dengan pelan Defa berjalan ke arah Hata, dia berdiri di samping Hata seraya memandang wajah Hata dengan cukup gugup.

"Bicara lagi."

Defa berusaha menetralkan detak jantungnya. "Boleh aku buka hijab?" tanyanya sambil bergerak gelisah, memilin jari-jemarinya dengan gugup.

Defa tidak terbiasa tidur menggunakan hijab. Satu-satunya ia tidur menggunakan hijab, saat tidur di ruang tamu bersama Kazen. Selebihnya dia selalu melepaskan hijabnya saat akan tidur.

Melihat Hata yang tidak menunjukkan respon membuat Defa meneguk ludahnya, dia jadi takut.

"Boleh nggak?" tanya Defa lagi.

Sedangkan Hata sendiri tengah berusaha menetralkan detak jantungnya. Mendengar pertanyaan dari Defa membuat detak jantungnya berdetak dengan kencang.

Pada akhirnya ia menatap ke arah Defa dan menarik tangan Defa supaya duduk di atas kasur bersamanya.

"Buka saja," jawabnya.

Defa akhirnya menghela nafas lega. "Yaudah aku lepas dulu," ucapnya dan segera turun dari ranjang, untuk menuju kaca yang ada di sana, segera ia melepaskan cadar dan juga hijabnya  lalu meletakkannya di keranjang cucian yang ada di dalam kamar mandi.

Defa sudah hapal dengan letak-letak yang ada di kamar milik Hata. Karena Hata telah menjelaskan tadi. Laki-laki itu dengan sabar menjelaskan semuanya kepadanya, yang benar-benar lelet dalam mengahapal.

**

Kini dua insan manusia itu tengah berbaring di atas ranjang dengan kondisi jantung yang sama-sama masih berdetak tidak karuan. Defa tidak berani menatap Hata, alhasil dia memejamkan matanya tanpa tidur sama sekali.

Sedangkan Hata tengah memandangi Defa yang tengah tertidur dengan mata yang bergerak-gerak. Dia paham dengan kondisi Defa, sebab ia juga merasakannya. Bedanya walaupun detak jantungnya tidak karuan, dia sama sekali masih ingin memperhatikan tingkah istrinya yang unik itu.

Dengan sedikit gugup, Hata mengangkat tangannya menuju wajah Defa. Dia menarik hidung Defa dengan pelan. "Tidur atau pura-pura?" tanyanya dengan terus menarik hidung Defa dengan gemas.

Defa sendiri sudah kalang kabut saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Hata. Apalagi tarikan Hata pada hidungnya dengan pelan, membuat detak jantungnya terus saja berdetak tak karuan.

"Buka saja matanya jika masih tidak bisa tidur," ujar Hata yang membuat Defa membuka matanya dengan pelan.

Sesaat setelah matanya sudah terbuka sempurna, dia dikejutkan dengan wajah Hata yang berada tak jauh dari wajahnya.

Namun ia tetap berusaha santai.

"Kenapa pura-pura tidur hmm?" tanya Hata sambil mengelus kepala Defa dengan pelan.

"Gugup," cicitnya pelan.

Hata tertawa mendengarnya.

"Kok ketawa sih? Aku gugup gara-gara kamu nih," kesal Defa sambil menatap cemberut wajah Hata.

Lagi-lagi Hata tertawa pelan.

"Nggak lucu tau! Udah ah, kamu nggak asik!" Defa membalikkan badannya untuk miring ke samping, membelakangi Hata.

"Nggak baik membelakangi suami," ucap Hata yang sontak membuat Defa berbalik tubuh menghadap Hata tanpa melihat wajah Hata sama sekali. Kesal sekali dia.

Hata terkekeh pelan, ia langsung menarik tubuh Defa ke dalam pelukannya. "Tidurlah wahai Humaira-ku," ucapnya.

Bersambung...

HATTALA AL-HAIDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang