🌷🌸18) HATTALA AL-HAIDER 🌸🌷

780 35 1
                                    

18• PERASAAN HATTALA

Satu bulan telah berlalu begitu cepat, sangat tak terasa. Hubungan Kazen dan Defa semakin membaik. Kini, Kazen telah tinggal bersama dengan Defa. Mereka tinggal di rumah minimalis yang begitu sederhana. Mereka barut membelinya sekitar 2 minggu yang lalu, dengan menyicil.

Motor Defa telah ia kembalikan kepada orang yang sempat menjadi lawan mainnya dalam balap liar kala itu. Namun, orang itu menolak. Karena memang sedari awal pertaruhan mereka adalah motor, dan orang itu kalah, berarti motor itu sudah menjadi hak Defa sepenuhnya. Namun, Defa tetap kekeh ingin mengembalikan motor itu. Alhasil orang itu menerimanya.

Dan kini, hidup Defa jauh lebih tenang. Ia mulai memperbaiki diri. Penampilannya ia ubah. Sholatnya ia jaga. Begitu pun dengan Kazen. Kazen senantiasa membantu Kakaknya memperbaiki diri.

Setelah satu bulan lalu, Kazen memutuskan untuk tinggal bersama dengan Kakaknya, dan tentunya dihalang keras oleh Mamanya. Namun yang namanya Kazen tetap keras kepala. Alhasil sang Mama mengalah dan meminta maaf kepada Defa. Defa yang benar-benar sudah terlanjur begitu sakit hati dengan sang Mama, sulit untuk melupakan semuanya. Rasanya, benar-benar sulit memaafkan kesalahan wanita itu.

Dan sampai sekarang, dia masih belum bisa memaafkan Mamanya, seseorang yang telah melahirkannya dan Kazen ke dunia, sekaligus sakit hati terbesarnya, karena sudah mengkhianati Ayahnya. Nyatanya, Defa begitu benci melihat Mamanya dan laki-laki yang merupakan selingkuhan Mamanya itu.

Dia tau tidak seharusnya dia tidak memaafkan Mamanya. Tapi sakit hatinya terlalu besar, dia belum siap memaafkan kesalahan Mamanya.

"Sulit buat maafin Mama, Zen," lirih Defa yang tengah duduk di kursi ruang tamu mereka.

"Aku ngerti perasaan Kakak. Perlahan saja, nanti pasti Kakak bisa." Kazen mengelus pelan pundak Kakaknya itu.

Dia mengerti bagaimana posisi Defa.

**

Di sisi lain Hattala baru saja mendapatkan jawaban atas kegelisahannya kala itu. Dia sedang jatuh cinta.

Jatuh cinta dengan perempuan itu.

Perempuan yang selalu membuatnya gelisah.

Namun, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menyatakan perasaannya. Lagipula dia tidak ingin berpacaran. Dia lebih memilih langsung melamar daripada harus berpacaran terlebih dahulu.

Ada saatnya, di mana Hattala akan mendatangi gadis itu dan melamarnya. Tapi bukan sekarang. Dia masih sekolah, belum memiliki pekerjaan. Jadi selesai dia sekolah, hidupnya terjamin. Baru dia akan mendatangi gadis yang mampu membuatnya gelisah itu.

Dia berharap, gadis itu masih belum menikah dengan orang lain. Tapi jika memang gadis itu telah menikah dengan orang lain nantinya, maka dia akan mengikhlaskan gadis itu. Walau pastinya akan sulit.

"Untuk saat ini, saya belum siap mendatanginya. Saya masih belum memiliki apa-apa untuk menghidupinya."

**

Vaderas Gang.

"Lo lagi suka seseorang?" celetuk Ganesa dengan sebuah pertanyaan.

Bukan tanpa alasan dia menanyakan hal itu pada Hattala. Pasalnya dia perhatikan, seminggu ini Hattala terasa jauh lebih aneh. Kadang dia tersenyum, kadang juga tetap datar seperti sebelumnya.

Hattala yang mendengar pertanyaan dari Ganesa menaikkan sebelah alisnya.

"Gue perhatiin lo agak aneh akhir-akhir ini. Kayak cowok lagi suka sama seseorang," lanjut Ganesa yang membuat Hattala terdiam.

"Bener kan, lo lagi suka seseorang?" tanya Ganesa lagi.

"Hmm," dehem Hattala.

"Siapa?" tanya Ganesa.

"Perempuan yang sering bantuin Umma di toko," jawabnya yang membuat Ganesa menganggukkan kepalanya.

"Lo udah nyantain sama dia?"

Hattala menggeleng. "Belum siap."

Ganesa mengerutkan keningnya. "Kenapa?"

"Gue nggak mau pacaran. Dan untuk ngelamar, gue masih masih nggak punya apa-apa."

Ganesa ber-oh ria. Dia paham maksud dari Hattala. Wajar jika Hattala belum siap menyatakan perasaannya pada gadis itu. Selain karena masih sekolah, Hattala juga merasa masih belum memiliki apa-apa untuk melamar gadis itu.

"Gue setuju sama pemikiran lo. Kita masih sekolah dan belum punya pekerjaan. Tapi Hat, gimana kalau orang yang Lo sukai ternyata nantinya udah nikah?"

Hattala terdiam sesaat sebelum menjawab. "Itu sudah jadi resiko. Jodoh itu ada di tangan Allah. Jika nantinya dia udah nikah, artinya dia bukan lauhul Mahfudz gue. Gue serahin semuanya sama Allah. Allah tau yang terbaik bagi Hambanya."

"Lo bener. Jodoh ada di tangan Tuhan. Seandainya Adik lo jodoh gue, lo gimana?"

Hattala menatap Ganesa dengan tatapan seolah menanyakan, apa maksud ucapan Ganesa.

"Gue suka sama Disha, Hat. Itu udah dari setahun lalu," ucap Ganesa yang begitu mengejutkan bagi Hattala.

Hattala sama sekali tidak memberikan respon. Sebelum dia menepuk bahu Ganesa. "Kalau emang Adik gue jodoh lo, kalian akan dipersatukan. Tapi gue rasa sulit bagi lo sama dia bersatu. Agama kita beda. Tapi gue nggak larang lo suka sama Adik gue. Di samping itu, Gue ingin lo tetap mendam perasaan lo terhadap Disha. Putuskan dengan baik keputusan yang akan Lo ambil. Jangan Lo masuk agama Islam hanya karena suka Adik gue. Karena Adik gue belum tentu jodoh Lo. Jangan salah pilih langkah. Gue tau Lo bisa putusin dengan bener."

Ganesa tersenyum mendengar respon Hattala. Tak menyangka respon Hattala seperti itu. Dia kira, Hattala akan marah padanya karena dia berani menyukai Adik laki-laki itu. Yang notabennya mereka beda agama.

"Makasih. Gue akan pikirin masalah itu."

Ganesa memeluk Hattala seperti pelukan persahabatan pada umumnya.

"Ingat, Ganesa. Lo jangan berani nyantain perasaan Lo sama Adik gue, sebelum lo udah ngambil keputusan yang menurut Lo emang benar-benar keputusan yang baik."

"Gue akan ingat."

"Seandainya Adik gue bukan jodoh lo, lo harus siap terima."

Bersambung...

HATTALA AL-HAIDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang