Malam Kegelapan

162 26 8
                                    

"Draco, dengarkan aku," kata Lucius dengan suara tegas namun rendah, saat mereka berdiri di depan rumah keluarga Grey. "Ini bukan hanya tentang aku. Ini tentang masa depan kita. Kau harus berhati-hati."

Draco menatap ayahnya dengan mata penuh pertanyaan. "Apa yang kau maksud?"

Lucius menghela napas panjang, melihat ke arah lambang keluarga Grey yang tampak megah dan menakutkan sekaligus. "Keluarga Grey telah lama dikenal bisa mengendalikan Dementor. Kita harus berhati-hati di sini. Jangan mempercayai siapa pun selain dirimu sendiri."

Draco menelan ludahnya, merasakan ketegangan di udara. "Baik, Ayah."

Mereka melangkah masuk ke dalam rumah keluarga Grey, melewati gerbang besar yang dijaga oleh Dementor lemah. Suasana di dalam rumah terasa suram dan menakutkan, seakan-akan kegelapan menyelimuti setiap sudut.

Di dalam, sekitar lima puluh Pelahap Maut telah berkumpul. Wajah-wajah mereka menunjukkan campuran ketegangan, kebencian, dan kesetiaan yang membara. Beberapa wajah familiar, sementara yang lain adalah orang-orang baru, kebanyakan adalah anak-anak dari para Pelahap Maut yang telah tewas atau menghilang.

Draco memperhatikan dengan cermat. Dia mengenali Thaddeus Yaxley yang merupakan anak dari Corban Yaxley, seorang pemuda dengan luka cakaran di lehernya, ia berdiri dengan tatapan dingin yang menembus semua orang di sekitarnya. Usianya sekitar dua atau tiga tahun lebih tua dari Draco, tetapi sorot matanya menunjukkan pengalaman dan kebencian yang mendalam.

"Selamat datang, Lucius. Draco," kata seorang pria berusia setengah baya dengan suara dalam dan dingin. Itu adalah John Grey, tuan rumah pertemuan ini. Ekspresinya menegangkan, dengan tatapan tajam yang seolah menilai setiap gerakan mereka.

"John," balas Lucius dengan anggukan singkat.

Mereka berdua berjalan masuk lebih dalam ke ruangan besar, di mana lebih banyak Pelahap Maut berkumpul. Suasana semakin suram dan menegangkan. Para Pelahap Maut saling memandang dengan curiga, dan di antara mereka ada bisikan-bisikan rahasia yang tidak bisa didengar dengan jelas.

Di sudut ruangan, Draco melihat seorang wanita muda dengan rambut hitam legam yang tampak akrab. Tatapannya penuh dengan kebencian yang membara, seolah-olah dia menyimpan dendam yang mendalam.

"Semuanya sudah siap untuk pertemuan ini," kata John Grey dengan suara yang memecah keheningan. "Kita berkumpul di sini untuk merencanakan langkah selanjutnya. Dunia sihir membutuhkan kita, dan kita tidak akan mengecewakan mereka."

Saat pertemuan dimulai, Draco merasakan jantungnya berdebar kencang. Dia tahu bahwa ini adalah momen penting, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk masa depan keluarganya. Dia harus tetap waspada dan berhati-hati, karena satu langkah salah bisa berarti kehancuran bagi mereka semua.

Di tengah-tengah suasana yang tegang dan suram, Draco menatap ayahnya dengan tekad. Dia berjanji dalam hatinya bahwa dia akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi keluarganya, bahkan jika itu berarti harus mengorbankan dirinya sendiri.

Draco berdiri di antara Pelahap Maut lainnya, matanya mengamati setiap wajah yang penuh dengan kebencian dan kesetiaan. Saat pertemuan berlangsung, seorang wanita dari sudut rungan dengan langkah anggun namun penuh wibawa. Rambut hitamnya panjang dan berombak, dengan wajah yang menonjolkan kekuatan dan kecantikan yang memikat. Kulitnya pucat, dengan sorot mata yang dingin dan menusuk.

Semua mata tertuju padanya saat dia melangkah ke tengah ruangan. Lady itu adalah sosok yang paling ditakuti dan dihormati di antara mereka. Dia mengamati sekeliling ruangan dengan tatapan penuh perhitungan sebelum akhirnya berhenti di hadapan Draco dan Lucius.

"Ah, Lucius." katanya dengan suara yang halus namun penuh kekuatan. "Jadi misi mu?"

Draco menelan ludahnya, merasakan ketegangan yang menyelimuti ruangan. "Misi berhasil, Lady. Aku berhasil menyelamatkan ayahku dari Azkaban."

MINE : DRAMIONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang