Draco berdiri di depan cermin besar di kamarnya di Malfoy Manor, merapikan rambut peraknya yang berantakan. Wajahnya tampan, tubuhnya atletis, dan setiap gerakan mencerminkan karisma yang memukau. Mata kelabunya menatap bayangan dirinya dengan intens, seolah mencari jawaban dari pertanyaan yang terus bergemuruh di dalam kepalanya. Dengan tenang, ia mengancingkan kemeja hitamnya yang rapi.
'Apalagi ini? Kau akan menceritakan kisah heroik mu lagi?' suara itu tiba tiba-tiba muncul di kepalanya.
Draco menutup matanya sejenak, tangannya menyentuh permukaan dingin cermin. "Maafkan aku, dumb bunny, tapi aku lelah dengan semua ini." bisiknya pada bayangannya sendiri.
Ia menghela napas panjang dan mulai menuruni tangga besar manor yang megah. Setiap langkah terasa berat, seolah membawa beban yang tak terlihat. Di ruang tamu, Narcissa Malfoy duduk di sofa dengan tatapan kosong, tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Kau marah padaku, Mum?" tanya Draco sambil berjongkok di hadapan ibunya.
"Sejak kapan aku bisa marah padamu? Aku hanya tidak suka dengan keputusanmu," jawab Narcissa, suaranya dingin dan tegas.
Draco mengayunkan tongkatnya dan dalam satu gerakan, dinding transparan muncul di antara mereka. "Aku hanya tak ingin kau terluka, Mum."
"Itu juga yang aku dan Lucius pikirkan dulu. Dan bahkan kau membenci akibatnya sekarang," suqrq Narcissa penuh kepahitan.
"Mum, lihat aku," kata Draco, memohon. Namun, Narcissa tetap tak bereaksi, untuk pertama kalinya dalam hidupnya ia tak menggubris permintaan putra tercintanya. Draco berdiri, memudarkan mantranya dan berbalik. Frustrasi terpancar dari wajahnya, dengan satu tangan di pinggang dan tangan lainnya mengacak-acak rambutnya.
Ia melangkah menuju jendela depan manor. Suara bising di luar menarik perhatiannya, dan ia melihat bayangan beberapa orang yang dikenalnya. "Mum?"
Narcissa terlihat segera merapikan rambutnya sementara Draco berlari menuju tangga ke arah atap. Di sana, ia menemukan dua Pelahap Maut, John Grey dan Dolohov, sedang menatap beberapa orang di luar.
"Ini kesempatan bagus," Dolohov mengambil tongkat sihirnya. "Bunuh saja mereka sekarang."
"Jangan konyol," kata Draco tegas. "Kalian mau kita ketahuan? Mau membuat Orde dan Laskar bereaksi? Jika orang-orang ini hilang, yang ada kita akan memicu perang besar."
"Kau benar. Kalian bercanda, kalian sebodoh itu? " sosok berjubah itu berdiri dari kasurnya. "Tapi Draco, kau yakin kata-kata mu itu tidak untuk melindungi mereka?"
Draco merasakan sentuhan di pundaknya, tapi matanya tertuju ke arah luar jendela. Saat mereka semua mulai keluar dari perlindungan di Manor, matanya berharap satu-satunya gadis di bawah sana bisa melihatnya.
"Untuk apa?" kata Draco akhirnya, setelah harapannya pupus dan melihat Hermione langsung keluar dari batas perlindungan Manor.
"Mereka teman-teman mu kan?" senyumnya, "termasuk si mudblood, aku sering melihat mu bersamanya akhir-akhir ini. Mungkin dia kemari karena mencemaskan mu, sayang."
Draco masih terlihat dingin tak ada perubahan dalam tatapan matanya, "Aku hanya perlu validasi mereka, kalau aku bukan penjahat perang. Sehingga bisa leluasa di Hogwarts,"
Sosok berjubah di tengah ruangan itu tertawa. Jubahnya terlihat seperti asap hitam yang terbang saat ia berjalan dengan kecepatan tinggi, ia melemparkan jubah panjangnya sembarang. Rambut hitam keritingnya berayun dengan wajah pucat juga hidung dan alis yang menukik menggambar kan ketahanan wajahnya. Ia mendekati Narcissa yang masih berada di dekat pintu, lalu menekan tongkatnya ke tenggorokan wanita itu. "Jadi, apa rencanamu untuk melawan ku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE : DRAMIONE
FanfictionNb : Setiap cerita punya alur masing-masing yaa. Termasuk cerita ini ada progres dan beberapa masalah yang aru tambahkan dan gak ujug-ujung ke Dramione nya yaaa :) Bukan hanya kisah romansa juga masalah baru yang terbit. Pasca perang, Draco Malfoy...