Permainan Berbahaya

149 23 11
                                    

Draco tiba terlambat di pertemuan para Death Eater. Langkahnya mantap, meskipun hatinya berdebar kencang. Dia tahu bahwa kehadirannya di sini adalah bagian dari rencana yang rumit dan berbahaya. Saat memasuki ruangan, dia merasakan semua mata tertuju padanya, termasuk tatapan tajam dari Lady yang duduk dengan anggun di tengah ruangan, dikelilingi oleh para pengikutnya.

"Draco," panggil Lady dengan nada dingin dan arogan. "Kau terlambat."

Draco mengangguk sedikit, berusaha menunjukkan sikap tenang. "Maaf, Lady. Ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan terlebih dahulu."

Lady menyipitkan mata, bibirnya menyunggingkan senyum kejam. "Kelihatannya kau perlu diajari arti penting waktu. Crucio!"

Mantra itu menghantam Draco dengan keras, membuat tubuhnya bergetar hebat. Tanda Kegelapan di lehernya terasa seperti terbakar, memanas dengan intensitas yang menyakitkan. Dia merasakan setiap serat tubuhnya berteriak dalam penderitaan.

"Draco," ujar Lady dengan suara penuh kekejaman. "Ingatlah, ketaatan adalah segalanya di sini. Pengkhianatan atau kelalaian sekecil apa pun akan dibayar mahal."

Draco terhuyung, berusaha menahan rasa sakit yang luar biasa. Dia tahu bahwa dia tidak bisa menunjukkan kelemahan. Dengan susah payah, dia berdiri tegak kembali, meski tubuhnya masih bergetar.

"Baiklah, duduklah. Kita akan memulai pertemuan ini," perintah Lady dengan nada dingin.

Draco duduk diantara Lucius dan Pansy yang baru bergabung. Draco mencoba mengendalikan detak jantungnya yang berdebar, dia tahu bahwa dia harus berhati-hati dalam setiap langkah yang dia ambil.

Draco mengangkat tangan, menarik perhatian semua orang di ruangan itu.

"Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan," kata Draco dengan suara tegas. "Aku punya strategi untuk memasuki area Hogwarts."

"Katakan,"Lady melipat kakinya di atas kursi sembari memainkan tongkatnya di antara rambut keriting itu.

"Tapi aku tak ingin musuh mengetahui strategi ini. Maka dari itu kau harus mengusir mata-mata itu dari sini, My Lady." Mata semua orang tertuju padanya, termasuk Axel dan Thaddeus. Lady mengangguk, memberi isyarat agar Draco melanjutkan.

"Selama penyelidikanku, aku menemukan bahwa Thaddeus telah bersekongkol dengan Auror untuk menjatuhkan Lady," lanjut Draco, suaranya penuh dengan keyakinan. "Dia berencana untuk mengambil alih kepemimpinan kita dan menggunakan kita untuk kepentingan pribadinya."

Axel menyipitkan mata, kemudian tersenyum sinis, terlihat senang dengan tuduhan itu. "Oh, ini menarik. Apa kau punya bukti, Draco?"

Draco menatap Axel dengan tajam. "Tentu saja. Aku menemukan surat dari Thaddeus yang menjelaskan rencana mereka."

Thaddeus berdiri, marah. "Itu omong kosong! Kau tidak punya bukti apa-apa, Draco!"

Draco mengeluarkan selembar kertas dari saku jubahnya. "Ini adalah surat yang kutemukan di antara barang-barang Thaddeus. Di sini tertulis rencana mereka untuk menyerang Lady dan mengambil alih kekuasaan."

Axel melihat surat itu dengan penuh ketertarikan, lalu beralih menatap Thaddeus dengan senyum lebar. "Apa ini benar, Thaddeus? Waaah ku menggunakan dua topeng ternyata."

Thaddeus gemetar marah, tetapi dia berusaha menenangkan diri. "Itu hanya tipuan, Axel. Draco berusaha memfitnahku!"

Ruangan terasa mencekam saat dua kubu mulai terbentuk. Para Death Eater saling melirik dengan penuh curiga, sementara ketegangan di antara Axel dan Thaddeus semakin meningkat.

Axel melangkah maju, suaranya penuh ejekan. "Thaddeus, jika kau tidak bersalah, kenapa kau begitu defensif? Santai saja, buddy."

Draco tersenyum tipis, merasakan rencananya mulai berhasil. "Benar, Thaddeus. Mengapa kau terlihat begitu panik? Apakah kau takut kebenaran akan terungkap?"

MINE : DRAMIONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang