Home

289 28 15
                                    

"Kirimkan patronus," kata Terry dengan tegas, matanya tetap tertuju pada Narcissa yang melenggang anggun menaiki tangga dengan langkah cepat dan penuh determinasi. "Dia menggila," lanjutnya.

Ernie menatap Terry tajam, tetapi nada bicaranya terdengar tenang, "Tidak sekarang. Kita gunakan itu kalau keadaan lebih kacau."

"Dia mengancam kita!" Terry tidak bisa menahan frustrasinya.

"Ayolah," balas Ernie dengan suara yang lebih rendah, "Kita punya situasi yang lebih darurat. Dia masih di depan mata kita, aku yakin kita bisa mengatasinya."

Rumah Besar Keluarga Lestrange

Rumah besar keluarga Lestrange berdiri megah namun suram di tengah hutan yang gelap, dikelilingi oleh bayang-bayang pepohonan yang meranggas. Bangunan itu tampak menyeramkan dan usang, tapi aura kemewahan yang angkuh tak menghilang. Setiap jendela terlihat seperti mata yang mengintai, memeriksa setiap gerakan mereka yang berani mendekat. Kingsley mengangkat tongkatnya dan dengan satu gerakan cepat, "Alohomora," pintu besar rumah itu terbuka memperlihatkan lorong berdebu yang panjang dan dingin.

Di tengah ruangan itu, sebuah sofa hitam yang usang terlihat seperti sebuah peninggalan dari zaman yang lebih kelam. Dinding-dindingnya yang penuh dengan lukisan besar tertutup kain putih tapi samar-samar gerak mereka menembus keluar.

Alicia memandang sebuah foto besar di tengah ruangan foto ini tak di tutupi seperti yang lainnya, seorang wanita berambut hitam keriting dengan baju seenaknya dan seorang pria berjas yang tampak senyum sendiri di figura itu.

“Rodolphus Lestrange,” gumam Mr. Weasley, pandangannya menyapu lukisan itu. “Aaah, apa dia tahu kalau istrinya punya anak dengan Voldemort? Lestrange yang malang.”

“Apa dia masih hidup?” tanya Alicia, suaranya bergetar.

“Siapa? Lestrange?” Mr. Weasley menoleh dan menangkap anggukan Alicia. “Yeah, dia di Azkaban. Kenapa dia nggak dibebaskan ya seperti Lucius, Yaxley, dan Pelahap Maut lainnya?”

“Dia suami ibunya tapi bukan ayahnya, kan?” jawab Alicia pelan, matanya masih terpaku pada lukisan itu. “Jadi kenapa orang itu harus peduli?”

Mr. Weasley tertawa kecil, penuh ironi. “Ah, kau benar juga.”

Kingsley, yang sejak tadi diam mengamati ruangan itu dengan tajam sebelum akhirnya mengangkat tongkatnya. "Homemum Revelio," bisiknya dan segera saja mantra itu menyebar ke seluruh ruangan seperti asap. Ketika tak ada apapun yang terjadi, Kingsley menarik napas lega. “Tak ada orang lain di sini selain kita. Sekarang mulai mencari, jangan buang waktu dan mengorbankan mereka yang sedang bertarung di medan perang.”

Kingsley memimpin jalan ke atas tangga, sementara Mr. Weasley mengikuti di belakangnya. “Tetap berhati-hati di bawah sana Spinet,” seru Mr. Weasley sebelum ia menghilang di balik tikungan tangga.

Mereka berpencar masuk ke setiap ruangan di lantai dua, sampai akhirnya bertemu kembali di ruangan terakhir yang tampak seperti kamar utama. Ruangan itu lebih besar, dengan nuansa gelap yang menyelimutinya. Perabotan di sana penuh debu, namun tetap memancarkan aura mewah yang menakutkan. Mr. Weasley menatap sekeliling ruangan dengan pandangan penuh rasa penasaran, mengamati detail setiap sudut.

"Sepertinya ini kamar utama," gumamnya, sambil meneliti lukisan besar di dinding yang menggambarkan sosok pria berwajah dingin dan angkuh.

"Ya, ruangan ini...," Kingsley memotong kata-katanya, membuka lemari kayu tua yang berderitnamun tak ada apapun di sana selain sarang laba-laba. Keduanya mendekati ranjang besar yang tampak seperti belum disentuh selama bertahun-tahun, mereka saling bertukar pandang. Sampai akhirnya berlutut di lantai marmer yang dingin dan penuh debu, memandang ke bawah ranjang dengan penuh harap dan ketegangan.

MINE : DRAMIONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang