Percikan Di Tengah Kekacauan

221 36 3
                                    

Ruangan perawatan terasa sunyi, hanya suara detak jam yang terdengar jelas di antara tempat tidur. Harry, Ginny, Ron, dan Susan terbaring lemah di tempat tidur mereka, tanda-tanda perjuangan melawan sihir darah masih terlihat jelas di wajah mereka.

Hermione masuk dengan raut wajah yang serius, menatap sahabat-sahabatnya yang terbaring di sana. "Aku baru saja berbicara dengan Profesor McGonagall," katanya, mencoba untuk tetap tenang. "Dia telah memutuskan untuk mencekal Laskar Dumbledore."

Ron duduk dengan susah payah, wajahnya memerah karena marah. "Apa? Tidak bisa! Hermione, kau harus membawa McGonagall ke sini. Kami harus bicara dengannya."

Harry, yang berusaha untuk bangun dari tempat tidurnya, berkata dengan suara yang lemah namun penuh tekad, "Kita harus menyelesaikan ini sekarang. Aku harus bicara dengan McGonagall sendiri."

Hermione segera mencegahnya. "Harry, kau belum pulih. Sihir darah sangat berbahaya. Tidak hanya untuk fisik kalian, tapi juga untuk keberlangsungan Laskar Dumbledore. Efek sampingnya bisa sangat parah: pendarahan internal, kehilangan kendali sihir, bahkan kerusakan permanen pada inti sihir kalian."

Ron menatap Hermione dengan tatapan memohon. "Hermione, tolong. Kami harus melakukan sesuatu. McGonagall tidak bisa melakukan ini pada kita."

Harry menambahkan, "Ya, Hermione. Dia tidak mengerti seberapa pentingnya ini."

Lavender yang berada di samping Ron juga menatapnya. "Profesor Mcgonagall seharusnya lebih mengerti situasi ini dari siapapun."

Hermione merasakan amarah mulai membara di dalam dirinya. "Aku tahu ini penting, tapi keselamatan kalian juga penting!" katanya dengan suara yang lebih tinggi dari yang diinginkannya.

Ginny yang berada di sebelahnya, menambahkan dengan suara lemah, "Hermione, kami tahu kau bisa meyakinkan McGonagall. Kau selalu bisa."

Kata-kata mereka memanas-manasi Hermione, membuat darahnya mendidih. Perasaan marah dan frustrasi bercampur di dalam dirinya, hampir meledak. Namun, dia mengambil napas dalam-dalam dan berusaha menenangkan diri. "Baiklah, aku akan bicara dengan Mcgonagall, LAGI." Hermione menatap langit-langit. "Makam Dumbledore benar-benar di gali."

Harry mengepalkan tangannya. "Itulah kenapa ada goresan di tangan mu? Kau ke sana sendirian?"

"Hanya memasang pelindung, aku tak mau ada yang mengacak-acak nya lagi." Semua nya terdiam menyajikan suasana sepi dengan semilir angin yang menenangkan, sebelum akhirnya Hermione bangkit dari kursinya. "Lav, kau akan tetap disini? Kita harus ke kelas."

Lavender menggeleng keras. "Aku tak mau meninggalkan Won won ku."

Hermione berbalik dan meninggalkan ruang perawatan dengan langkah cepat, pikirannya kacau. Dia tahu ini adalah tugas yang sulit, tapi dia tidak akan menyerah.

Di kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang diajarkan oleh Margery Kempe, seorang penyihir yang terkenal karena kemampuannya yang luar biasa dalam bertahan dari kutukan dan mantra gelap, Hermione duduk dengan kepala penuh pikiran. Dia tidak bisa fokus pada pelajaran, wajah McGonagall dan teman-temannya terus muncul di benaknya. Saat kelas berlangsung, kata-kata Profesor Kempe hampir tidak terdengar olehnya.

"Kau tak apa?" sebuah suara tiba-tiba memecah lamunannya. Hermione terkejut dan melihat Draco Malfoy berdiri di hadapannya, ruang kelas yang tadinya penuh kini telah kosong.

"Ah, bukan masalah besar," jawab Hermione cepat, mencoba menyembunyikan kekacauan dalam pikirannya.

Draco tahu ini lebih dari sekadar masalah kecil bagi Hermione. Dia pernah berada dalam kebingungan serupa. "Dengar, aku melihat sesuatu kemarin. Ayo, kita ke tempat yang lebih sepi, akan ku jelaskan." ajaknya.

Draco membantu membawa buku-buku berat Hermione sementara gadis itu masih kebingungan. Mereka berjalan menuju ruang kelas Ramuan yang cukup jauh dari ruangan manapun. Setibanya di sana, Draco menatap Hermione dengan serius. "Selain tongkat Elder, aku juga melihat kerangka manusia," katanya. "Aku tidak tahu siapa dia, tapi tampaknya dia salah satu orang penting bagi Grey."

Hermione membaringkan kepalanya di meja tanpa menjawab. Melihat itu, Draco memiringkan kepala dan bicara dengan suara yang lebih lembut. Otak Hermione terasa penuh, dia lelah. Baru beberapa bulan lalu mereka menghadapi Voldemort, dan kini Grey memberikan masalah baru.

'Kenapa tongkat Elder bersama mereka? Kenapa Pelahap Maut bersatu dengan mereka? Kenapa McGonagall dan Kementerian tidak memahami Laskar Dumbledore? Kenapa harus sekarang? Kenapa harus aku?'

Pikiran-pikiran itu berputar di kepalanya tanpa henti seperti stereo rusak. Dia menutup matanya dan berbisik, "Aku lelah, Draco."

Draco berhenti, melihat setetes air di ujung mata Hermione yang menidurkan kepalanya di atas meja. Dia mengelus ujung kepala Hermione dan berjongkok di sisinya, tidak tahu apa yang harus dia katakan. Kehangatan dari sentuhan Draco memberikan sedikit ketenangan bagi Hermione yang lelah.

"Hei," katanya lembut, "kita akan melewati ini. Bersama."

Hermione mengangguk pelan, merasakan beban di hatinya sedikit terangkat oleh kehadiran Draco di sisinya.

Saat mereka berbicara, pintu ruangan terbuka dan Pansy Parkinson, Theodore Nott, dan Blaise Zabini masuk. Pemandangan Draco yang begitu dekat dengan Hermione membuat mereka terkejut. Draco melirik mereka dan berkata tegas, "Pergilah."

Pansy masuk beberapa langkah lebih jauh dengan wajah setengah cemburu dan marah. "Oho, dua musuh dalam satu ruangan? Kalau ada yang melihat pasti akan mengira you guys are going to kiss."

Hermione tidak peduli dan tetap dalam posisinya dengan mata terpejam. Draco berdiri dan menatap Pansy, tahu bahwa Pansy yang keras kepala ini tidak akan mudah mundur. "We will," katanya dengan nada tegas.

Pansy menaikkan satu alisnya, terkejut. "What?!"

Draco mengecup telapak tangannya sendiri dan mengelus ujung rambut Hermione dengan lembut. Tidak ada perlawanan dari Hermione, dan ini membuat Pansy langsung membalikkan badan dan pergi dengan marah. Theo dan Blaise saling pandang, bingung.

"Malfoy blood," kata Theo.

"Yeah, the real Draco the puppet," tambah Blaise.

Setelah mereka pergi, Draco menatap Hermione dan berbisik, "Maaf, Hermione." Dia memerhatikan Hermione yang tetap diam tapi tunggu ia tertidur, Draco duduk di depannya dan menghapus bekas air mata di pipinya.

"Segalanya akan baik-baik saja, mulai sekarang." bisik Draco dengan penuh ketulusan, mengakhiri momen itu dengan penuh harapan.

* * *

"Itu tadi sangat buruk ya?" desah Hermione yang berhenti di dekat tangga berjalan.

Draco menggeleng pelan, ekspresinya tetap serius. "Sangat, sangat buruk.

" Kalau begitu segera lupakan," Hemrione menarik napas panjang. "dan terimakasih."

Draco mengangguk, mata peraknya memandang ke arah Hermione serius. "Masuklah, kau sangat lelah."

Hermione berbalik menaiki anak tangga satu persatu, meninggalkan Draco yang masih berdiri di tempatnya di lantai bawah.

"You should saya Hello."

Hermione berhenti dna menoleh ke bawah, bingung. "When?"

Draco menatapnya tajam, "When you see me around."

"Just, good night. Draco."

MINE : DRAMIONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang