"Ini benar-benar menyeramkan," bisik Justin, suaranya bergetar sedikit.
"Fokus. Kita harus mencari benda itu," kata Neville dengan tegas.
Mereka tiba di Azkaban dengan suasana hati yang tegang. Benteng penjara itu menjulang gelap dan suram, dikelilingi oleh kabut tebal yang hampir menutupi semua pemandangan. Jeritan putus asa para tahanan terdengar samar, membuat bulu kuduk meremang. Para Dementor melayang-layang di atas, menghisap setiap sisa kebahagiaan yang ada di udara. Tempat itu benar-benar penuh dengan keputusasaan dan ketakutan.
Mereka mengenakan seragam penjaga yang diambil dari para penjaga yang mereka lumpuhkan sebelumnya. Neville mengeluarkan ramuan Polijus dari sakunya, lengkap dengan rambut para penjaga yang akan mereka tiru. Satu per satu mereka meminumnya, merasakan perubahan yang aneh saat tubuh mereka berubah bentuk menjadi para penjaga Azkaban.
Harry tetap memakai jubah gaibnya, memastikan dia tidak terlihat. Mereka masuk ke dalam penjara dengan hati-hati, mencoba menghindari terlalu banyak perhatian.
Berjalan melalui koridor penjara yang gelap, cahaya obor yang redup memberikan suasana suram. Mereka menyisir berbagai sudut penjara yang memakan waktu, patronus yang biru keperakkan berjalan anggun di depan mereka untuk menjauhkan para Dementor.
Percy yang membuka matanya melihat samar, "Woody? Dimana ini? Apa yang kau lakukan?"
Pria gemuk dengan kumis tebal di depannya menoleh dan mendorong pelan kepalanya, " ini aku bodoh."
"Ron? Apa-apaan ini? Di mana..."
Sebelum versi menyelesaikan ucapannya seorang pria kurus dengan kacamata menunjuk ke arahnya "Diamlah, kita sedang membobol Azkaban kau tahu persis hukumannya jika ketahuan bukan?" suara Theo terdengar jelas dalam penyamarannya.
"Tapi di mana benda itu sudah hampir satu jam kita mencarinya," seorang pria dengan rambut kribo kini muncul dari sebuah belokan.
" Jangan banyak bicara cepat cari lagi..." Ron memiringkan kepalanya. "Eh kau siapa?"
"Dean,"
Tiba-tiba, mereka mendengar suara ledakan besar dari atas lantai.
"Bom! Bom!" teriak seseorang dari kejauhan. Para penjaga mendadak lari, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Ramuan Polijus yang mereka minum perlahan memudar, menampakkan wujud asli mereka saat mereka sampai di sebuah sel yang hancur.
"Lucius Malfoy!" teriak salah satu penjaga, membuat yang lainnya saling pandang dengan kaget.
Sel di sekitar mereka hancur, batu-batu berserakan di mana-mana. Harry dan yang lainnya berjalan mendekat dengan hati-hati. Di tengah kekacauan itu, mereka melihat Draco Malfoy berdiri dengan tongkat sihir teracung, rambut peraknya bersinar di bawah cahaya obor yang redup. Di tangan kirinya, sebuah benda mirip kunci kehijauan mengkilat.
Draco begitu melihat mereka, matanya sedikit bingung dan bergerak di antara teman-temannya. Harry dan yang lainnya juga tampak sedikit bingung dan kecewa, terbesit pikiran bahwa Draco melakukan sesuatu yang buruk karena ia membebaskan Lucius Malfoy.
"Draco, apa yang kau lakukan?" tanya Harry, suaranya penuh kebingungan dan kemarahan.
Draco menatap mereka dengan tatapan yang sulit dibaca. "Aku tidak punya pilihan lain," katanya dengan suara serak. "Ayahku..."
Ron mendengus, wajahnya merah karena marah. "Ayahmu? Kau benar-benar memihak dia? Kau tahu apa yang dia lakukan!"
Draco tampak terpukul oleh kata-kata Ron, namun tetap teguh. "Aku harus melakukan ini. Kalian tidak mengerti."
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE : DRAMIONE
FanfictionNb : Setiap cerita punya alur masing-masing yaa. Termasuk cerita ini ada progres dan beberapa masalah yang aru tambahkan dan gak ujug-ujung ke Dramione nya yaaa :) Bukan hanya kisah romansa juga masalah baru yang terbit. Pasca perang, Draco Malfoy...