Di Malfoy Manor
Draco menatap Lucius yang sedang menidurkan kepalanya di pangkuan Narcissa. Mata Lucius tertutup, seolah mencari kedamaian dalam momen singkat itu. Draco tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kedua tanda kegelapan yang terlihat jelas di kedua tangan ayahnya.
"Bagaimana dia melakukannya?" tanya Draco dengan suara bergetar.
Narcissa menatap anaknya, tangannya dengan lembut membelai pipi Draco. "Dia mencoba, sayang. Ayahmu mencoba segalanya yang ia bisa."
"Sejak kapan?" tanya Draco, suaranya bergetar dengan emosi.
"Sejak ia pulang," jawab Narcissa dengan lembut.
Draco berdiri dan berjalan ke arah tangga, tak lama kemudian ia kembali turun dengan sebuah syal hijau di tangannya.
"Draco sayang kau akan kemana?" Narcissa masih membelai rambut Lucius di pangkuannya.
Draco melirik tanpa menghentikan langkah, "Sesuatu yang penting mum, aku juga harus melakukannya sebelum besok."
"Biarkan saja, dia..." Namun nada suara Lucius yang barusan terdengar tenang tiba-tiba berubah drastis saat ia membuka matanya sambil melihat punggung Draco menjauh. "Hei! Hei bodoh kembali ke sini!"
Mendengar itu Narcissa menutup mulut Lucius dengan tangannya, "Jangan bicara begitu tentang putra ku,"
"Yeah, dia memang putra mu. Kau lihat dia tadi? Aku menyuruhnya menutup leher tapi bukan dengan syal," Lucius berdiri sambil menunjuk pintu yang sudah kosong. "Orang bodoh mana yang memakai syal di musim panas?!"
"Dia memang putra ku, tapi mirip dengan mu."
***
Draco Malfoy bergerak dengan hati-hati melalui lorong-lorong gelap rumah Grey, mengikuti jejak yang telah dia pelajari dari informasi yang didapatnya. Malam itu, satu hal yang ia sesali adalah syal di lehernya mulai membuatnya terasa gerah meski ini masih dini hari tapi hal itu tak menghalanginya untuk memanfaatkan keterampilannya dalam menyelinap untuk menghindari pengawasan yang ketat.
Rumah Grey terletak di daerah terpencil, jauh dari perhatian umum. Di dalamnya, suasana tampak suram dan penuh ancaman. Draco tahu bahwa dia harus bergerak cepat jika ingin berhasil. Setelah melalui beberapa ruangan, dia tiba di depan sebuah pintu besi berat yang mengarah ke ruang bawah tanah. Di balik pintu itu, Thaddeus dikurung.
Draco memeriksa pintu dengan cepat, memastikan tidak ada penghalang sihir yang menghalangi. Dengan gerakan hati-hati, dia membuka pintu. "Alohomora,". Ruangan di dalamnya gelap dan pengap, dengan hanya sedikit cahaya dari sebuah lampu redup yang menggantung di langit-langit.
"Ah! Kau benar-benar datang rupanya, Malfoy," Thaddeus merentangkan tangannya.
"Diamlah! Kau harus keluar dari sini,” kata Draco dengan nada yang tenang dan meyakinkan. “Kau harus tahu tentang rencana Axel.”
Thaddeus menatap Draco dengan penuh keraguan. “Yeah rencananya, bisa jelaskan maksudmu?”
“Axel berencana untuk menyingkirkanmu,” jawab Draco dengan serius. “Dia merasa bahwa keberadaanmu di sini menjadi ancaman bagi posisinya. Aku tahu betapa kejamnya Axel dalam urusannya. Dia ingin memastikan tidak ada pesaing di jalannya.”
Thaddeus terlihat semakin gelisah. “Lalu kenapa kau membantu ku? Ini bukan sifat seorang Malfoy.”
Draco menghela napas, berpura-pura merenung. “Aku tak pernah ingin membantumu karena kau tak setara dengan ku, tapi aku juga tak suka kalau perempuan itu terus mengancam ibuku dengan dementornya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE : DRAMIONE
FanfictionNb : Setiap cerita punya alur masing-masing yaa. Termasuk cerita ini ada progres dan beberapa masalah yang aru tambahkan dan gak ujug-ujung ke Dramione nya yaaa :) Bukan hanya kisah romansa juga masalah baru yang terbit. Pasca perang, Draco Malfoy...