LXR 42

503 54 0
                                    

05.30 AM. Moon High School.

Rui memarkirkan motornya begitu ia sampai. Saat ia membuka helmnya sesaat ia merapihkan rambutnya yang berantakan itu. Di rasa selesai baru ia beranjak menuju kelasnya.

Sebelum ia menghentikan langkah nya mengingat jika ia harus ada di ruang OSIS untuk belajar lagi. Masalahnya ia tidak di beri tau jam berapa pastinya ia akan belajar di sana lagi.

"Rui"

Hingga ia di buat menoleh saat mendengar seseorang memanggilnya dari arah belakang. Dan melihat sang ketua OSIS ada di sana.

"???"

"Datang langsung ke ruang OSIS mulai hari ini dan untuk seterusnya. Anggota ku akan mengurus absensi mu" Terang sang Ketua OSIS.

Ketua OSIS dengan name tag Zionix Zyn Malverick itu terlihat mengkode Rui untuk ikut dengannya ke ruang OSIS. Dan tentunya tanpa banyak tanya Rui mengikutinya.

Walau sempat mengherankan bagaimana ia bisa berpapasan dengannya di jam sepagi ini.

Saat di ruang OSIS, Rui segera mendudukkan dirinya dan langsung membuka bukunya. Ada kebiasaan unik untuk Rui yang mana jika anak itu sudah di sekolah, ia lebih sering menghabiskan waktu membaca buku. Jika notifikasi nya senyap terus.

Jika terasa bergetar sesekali, anak itu tentu akan beralih pada benda pipih tersebut.

Zion yang melihat Rui mulai membaca beranjak ke tempat miliknya untuk mengambilkan lembaran kertas latihan yang akan di kerjakan oleh Rui.

Ya... Kira-kira setebal kamus bahasa Indonesia.

Bruk...

"Ini beberapa latihan tentang fisika dan biologi, sisanya hanya tinggal matematika. Untuk hari ini tiga materi dulu yang kau pelajari, sisanya akan di lakukan lain hari" Terang Zion saat Rui meletakkan buku bacaannya dan beralih meraih lembaran kertas yang di letakan di meja.

"Hmm, terimakasih"

Kurva tipis tanpa sadar terukir pada wajah dingin Zion saat itu juga. Hingga tangannya terangkat secara naluri mengusap kepala Rui.

Sesaat Rui terdiam kala itu. Ia terlihat mendongak dan menatap Zion yang tersenyum tipis ke arah nya. Meskipun raut wajahnya terlihat dingin, tapi tatapan itu jelas terlihat jika Zion peduli dengan Rui.

"Jangan terlalu di paksakan"

"Hmm"

Cklk..

Keduanya kompak menoleh ke arah pintu dan melihat seorang, Wakil Ketua OSIS yang terlihat menatap keduanya dengan tatapan gelap. Lebih tepatnya ke arah tangan Zion yang bertengger apik pada kepala Rui. Bahkan Rui sendiri tidak keberatan.

"Siapa?"

Suasana hening itu hancur saat mendengar pertanyaan Rui mengudara. Yang Rui ingat sebelumnya ia belum bertemu siswa tersebut di sana.

Wajar karena saat itu Wakil Ketua OSIS ini sedang berada di tempat nya yang penuh dengan tumpukan kertas.

"Yudistira Mahendra" Ujar sang Wakil Ketua OSIS, Mahen.

Rui mengangguk tanda mengerti.
"Kau?"

Hingga ia menyadari jika pertanyaan tersebut tertuju untuknya.
"Ruinard, panggil saja Rui"

Rui kembali fokus mengerjakan lembar kertas di hadapannya itu. Yang kemudian ia dengan cepat mulai menyelesaikan lembar demi lembar yang ada di meja.

Menghiraukan dua orang pemimpin yang sedang melayangkan tatapan permusuhan di mata mereka.

'Jika dugaan ku benar, paling tidak nanti jam istirahat akan ada beritanya dan jalang sialan itu akan segera mendapatkan kabarnya. Dan untuk malam nanti hadiah dari mereka ya? Entah kenapa rasanya aku sangat berharap itu bisa menghibur ku'

Tes...

Rui seketika terdiam ketika melihat cairan pekat menetes membasahi salah satu lembar kertas di tangannya. Hingga kemudian ia mengusap kasar hidung nya di rasa sesuatu menetes dengan deras.

Tapi percuma, semakin ia usap justru semakin deras mengalir membasahi area mulutnya.

'Sialan, apa ini efek pertarungan semalam?'

Srakk

Mahen dan Zion kompak menoleh saat mendengar suara kertas yang di jauhkan. Hingga mereka membulat terkejut melihat Rui sedang menutupi mulutnya dengan tangan yang berdarah.

"Ada apa? Apa ada yang terluka?"

Zion beranjak untuk mengambil kotak obat sementara Mahen beranjak menghampiri nya dengan membawa tisu.

"Kemari"

Awalnya Rui sempat menolak saat Mahen ingin membersihkan darah yang mengotori tangan dan mulutnya. Tapi karena paksaan akhirnya ia pasrah.

Mahen dengan hati-hati membersihkan area rahang bawah Rui yang kotor karena darah dan juga membantu Rui menunduk untuk menuntaskan darah yang masih mengalir dari hidungnya.

'Memangnya semalam pukulan nya keras? Padahal sudah biasa kalau untuk dulu'

Rui ingat jika dirinya sebagai Leo dulu sudah sering terkena pukulan pada titik vital bagian kepalanya. Dan itu membuat kepalanya lambat laun kebal dengan segala bentuk rasa sakit. Tapi sepertinya untuk sekarang berbeda.

Karena meski ia terbiasa, tubuh yang menjadi tempatnya berada tidaklah terbiasa.

"Sudah lebih baik? Kau yakin tidak ada yang terluka?" Tanya Zion yang kini duduk di sofa single tepat di sebelah Rui dengan tangan yang memegang kotak obat.

'.... Apa perlu ku beritahu? Sepertinya tidak'

"Terbentur... Mungkin?" Jawab Rui dengan nada ragu. Jujur saja ia tidak ingat jika semalam ia di pukul oleh pihak musuh nya. Karena dirinya terlalu fokus menembak dan menghajar mereka.

Zion lantas memeriksa kepalanya Rui, hingga kemudian ia menemukan luka pada bagian di atas alis kanannya. Pantas saja tidak terlihat, tertutup anak rambut sehingga tidak sadar ada luka.

Dengan hati-hati Zion meletakkan kompres dingin pada area luka di kepala Rui. Lalu dengan kapas dan alkohol yang di berikan Mahen ia mengobati luka tersebut.

Rui diam-diam termenung akan tingkah keduanya. Dengan tangan yang senantiasa bergerak membersihkan bercak darah di tangannya pikiran nya menerawang jauh di mana dirinya tidak pernah mendapatkan bantuan seperti ini di kehidupan nya yang dulu.

Dirinya selalu di asingkan, di banding banding kan, di bedakan, di jauhi, di caci, tak jauh juga dari kata fitnah. Ia bahkan di cap 'anak haram' di kala saat itu ialah anak kandung.

Cap dari kalimat kalimat jelek yang selalu tersemat apik di balik namanya membuat citra nya buruk. Dan itu menimbulkan rasa benci pada siapapun yang melihatnya ataupun mengetahui kabar tentang nya.

Kehidupan yang saat ini... Entah kenapa Rui merasa tidak ada bedanya dengan dirinya sebagai Leo.

'Menjengkelkan'

Rui merenggut ketika ia merasa kesulitan bernafas. Sial! Ia lupa jika Rui memiliki penyakit mental. Dan sekarang kambuh.

"Sudah, apa hanya in— Hei! Kau baik-baik saja?" Zion yang selesai mengobati luka di kepala Rui di buat terkejut saat melihat wajah Rui memucat.

Bahkan anak itu tanpa sadar menautkan tangannya yang gemetar dan penuh keringat dingin itu.

'Sialan'

_____________________________
__________________________
_____________________
_____________
________

To be continue...

[Transmigrasi] Second ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang