اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
فِيۡهِنَّ قٰصِرٰتُ الطَّرۡفِۙ لَمۡ يَطۡمِثۡهُنَّ اِنۡسٌ قَبۡلَهُمۡ وَلَا جَآنٌّۚ"Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang membatasi pandangan, yang tidak pernah disentuh oleh manusia maupun jin sebelumnya".
(Q.S. Ar-Rahman ayat 56)Happy reading 🦕✨❤️
Suasana hangat menyambut kedatangan Gus Rezi dan rombongan setelah menunaikan umroh. Hari itu, langit tampak cerah, seolah ikut merayakan kebahagiaan mereka. Gus Rezi dengan senyuman ramah dan mata yang penuh kebijaksanaan, turun dari mobil bersama istrinya,Gus Alfa dan Syifa. Mereka disambut dengan pelukan hangat dari sanak saudara yang sudah menunggu.
"Alhamdulillah, kalian akhirnya kembali dengan genggaman tangan yang umi harapkan!" seru Umi, ibu Gus Rezi, dengan air mata bahagia membasahi pipinya. "Semoga pernikahan kalian berempat menjadi sakinah mawadah warohmah,"
"Otw punya ponakan ini," pekik sepupu Gus Rezi.
Suara tawa dan obrolan hangat menyelimuti ruangan, namun ada satu sudut yang terasa sedikit tegang. Syifa, istri Gus Alfa, duduk dengan anggun, namun ada sinar ragu di matanya.
Di antara kerumunan, ada yang merasa tidak senang. Salah satu sepupu perempuannya, yang selalu merasa lebih unggul, melirik Syifa dengan nada sinis. "Oh, istrinya Mas Alfa, nggak salah? Memutuskan perjodohan dengan aku dan menikahi dia?" ujarnya sambil menyeringai.
Suasana mulai menghangat. Beberapa saudara yang lain terdiam, tak ingin terlibat dalam perdebatan yang mungkin bisa memecah belah keluarga. Namun, salah satu saudara yang lebih tua, dengan bijak, menepuk pundak sepupu itu. "Jangan merasa kamu yang terbaik. Kita hanyalah tanah yang diberikan nyawa. Setinggi apapun nasab dan derajat kita, Allah mampu mengambilnya seperti membolak-balikkan tangan," ujarnya dengan lembut, sambil mencontohkan tangannya yang terbolak-balik.
Kata-kata itu seperti angin sejuk di tengah ketegangan. Semua mata tertuju pada sang saudara. "Kita tidak bisa mengukur nilai diri kita hanya berdasarkan status atau perjodohan. Yang terpenting adalah hati dan niat kita. Apakah kita siap untuk saling mendukung dan menghargai satu sama lain?"
***
Rumah baru dan sederhana Gus Rezi dan Ziya,rumah ini adalah mahar ketika Gus Rezi melantunkan ijab qobul nya dihadapan Allah. Rumah yang dikelilingi oleh kebun kecil yang dipenuhi bunga. Suasana di pekarangan rumah mereka penuh dengan kegiatan belajar mengajar, dan juga dipenuhi dengan tawa dan canda para santri.
Ziya memasuki kamarnya dengan memegang sebuah kemasan pempres di tangan, sementara Gus Rezi terlihat kesal dan duduk di pinggir ranjang. "Mas itu minta bedak bayi, bukan pempres!" Protesnya.
"Ya, tapi aku pikir ini lebih cocok! Mas bisa pakai ini sekalian," ucapnya menggoda dengan tawa.
Gus Rezi menggelengkan kepala. "Kamu memang jahil banget, Kadang mas merasa lebih kayak target daripada suami!" ucapnya memalingkan wajah.
Ziya tersenyum lebar, mencoba memeluk Gus Rezi. "Ayo, jangan ngambek!" Ziya membalikkan tubuh suaminya ke arah dirinya. "Aku hanya bercanda mas, tersenyum dong!"
Gus Rezi tersenyum tipis. "Tersenyum karena kamu menjahili, bukan karena yang mas pinta dengan tulus." Ziya hanya terkekeh dengan sikap suaminya,Gus Rezi memilih merebahkan tubuhnya di ranjang,tidak membelakangi sang istri,tidak pula tersenyum. Mereka berakhir tertidur bersama dengan posisi Gus Rezi menarik tubuh ziya dan memeluk Ziya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIRLS
Teen FictionDISINILAH PERTEMUAN DARI ZIYA QUROTUL A'YUN. Ziya Qurotul A'yun, seorang perempuan cantik yang mendalami ilmu agama dan juga ketua geng motor, menemukan sahabat sejatinya. Ziya bertemu dengan tiga sosok wanita yang kelak akan menjadi sahabatnya dala...